79
7.2.2. Imah Gede: Pusat Politik Kepemimpinan Kasepuhan SRI
Imah  Gede  sebagai  pusat  interaksi  antara  incu-putu  dengan  Abah  serta tamu  yang  datang  dari  luar  Kasepuhan.  Imah  Gede  ini  adalah  sebagai  Istana
Kasepuhan  yang  dibuat  berdasarkan  gotong  royong  oleh  incu-putu  Kasepuhan. Serta  dalam  kegiatan  gotong-royong  tersebut  incu-putu  memberikan  bantuan
sesuai dengan kemampuanya seperti ada yang memberikan kayu, ijuk untuk atap dan lain sebagainya. Imah Gede ini adalah milik Kasepuhan atau incu-putu untuk
kepentingan incu-putu. Sebagai  pusat  interaksi  ini  adalah  dimaksudkan  untuk  pusat  kegiatan
keagamaan, upacara adat, selametan serta musyawarah Kasepuhan sehingga Imah Gede  ini  sebagai  pusat  komunikasi  Kasepuhan,  dan  boleh  di  tempati  Abah  dan
keluarganya  serta  mentaati  segala  aturan  yang  ada  di  Imah  Gede,  sebagaimana yang tertuang dalam tatali paranti karuhun.
Sebagai  pusat  komunikasi  dan  interaksi  Kasepuhan,  maka  keberadaan Imah  Gede  juga  untuk  menerima  tamu-tamu  penting  yang  datang  dari  luar
Kasepuhan.  Beberapa  tamu  tersebut  diantaranya:  akademisi,  lembaga  swadaya masyarakat  LSM  serta  tokoh  politik  yang  sengaja  datang  untuk  berbagai
keperluan. Para  tokoh  politik  elit  nasional  maupun  lokal  yang  datang  ke  Abah  dan
senantiasa ditempatkan di  Imah Gede menurut beberapa sumber  yang berhasil di himpun kebanyakan untuk  menarik simpati dari  incu-putu Kasepuhan serta tidak
jarang da ri para elit politik lokal tersebut meminta pada Abah untuk “keberkahan
secara magis” seperti dapat dimudahkan dalam memimpin suatu wilayah dan lain sebagainya.  Maka  keberadaan  Imah  Gede  mulai  berubah  fungsi  yang  pada
awalnya  sebagai  pusat  segala  aktivitas  Kasepuhan  secara  komunal,  pada ssekarang ini berubah menjadi kepentingan individu Abah.
80
7.3. Perubahan Kepemimpinan dalam Menjaga Norma Adat
Dari  pemetaan  tiap  kepemimpinan  Abah  tersebut  maka  dapat  dilihat pergeseran  nilai  kepatuhan  terhadap  norma-norma  Kasepuhan  berikut  terlihat
dalam Matrik 7.1.
Matriks 7.1. Pergeseran Norma Kasepuhan
Abah Norma kasepuhan
1 2
Arjo Menjaga dan
mempertahankan aturan yang telah di wariskan dari
leluhur Mengembalikan memurnikan nilai-
nilai adat
Ujat Menjaga dan
mempertahankan aturan yang telah di wariskan dari
leluhur Telah mengaburkan akan niat, ucap
lampah balas budi dengan pemerintah
1. Asep
Menjaga dan mempertahankan aturan
yang telah di wariskan dari leluhur
Telah mengaburkan akan niat, ucap lampah
- tidak tegas dalam penerapan sanksi Sumber : data Primer diolah, 2012
Keterangan : 1.
Norma Ibu Bumi bapak langit, tanah ratu 2.
Tilu sapamilu dua sakarupa nu hiji eta-eta keneh Dari  analisis  Matriks  7.1.  tersebut  bahwa  kepemimpinan  Abah  AJ
memurnikan  kembali  norma-norma  Kasepuhan  yang  terdapat  di  tilu  sapamilu pada  masa  kepemimpinan  sebelumnya  yang  banyak  penekanan  dari  pihak  luar
Kasepuhan  masa  kepemimpinan  Abah  RSD.    Dimasa  Abah  UT,  norma-norma Kasepuhan adat kemudian mulai semakin mengendur. Ini tidaklah mengherankan
karena  sebelum  memperoleh  gelar  Abah  di  Kasepuhan,  peran  sebagai perpanjangan tangan pemerintah  sebagai kekuatan supra lokal  yang ditolak oleh
masyarakat yakni sebagai Kepala Desa pernah Ia duduki selama dua tahun. Abah UT  memagang  dua  peran  penting  kepemimpinan,  baik  sebagai  Abah  di
Kasepuhan  dan  Kepala  Desa.  Akibat  tumpang  tindih  fungsi  tugas  dan  tanggung jawab,  maka  banyak  pelanggaran  norma-norma  adat  Kasepuhan  yang  juga
dilanggar  oleh  Abah,  antara  lain  melakukan  poligami  tanpa  sepengetahuan  istri