16 Kepatuhan sangat bermanfaat bagi kehidupan masyarakat adat, dengan
adanya kepatuhan maka peraturan-peraturan yang dibuat akan dijalankan sesuai dengan ketentuan. Masyarakatpun akan hidup dengan tentram dan damai tanpa
adanya suatu permasalahan karena semua orang mematuhi peraturan. Masyarakatnya telah menjadikan suatu aturan sebagai sebuah kebiasaan dan tidak
menjadikan aturan sebagai suatu beban karena masyarakat sadar akan manfaat dari kepatuhan itu sendiri.
2.3. Kekuasaan Kepemimpinan Adat
Pola kepemimpinan dan struktur kekuasaan pada suatu masyarakat sangat ditentukan oleh kondisi masyarakatnya. Struktur kekuasaan bukanlah hubungan
yang statis, akan tetapi berpotensi untuk mengalami perubahan. Pemahaman terhadap perubahan sosial yang menjurus pada perubahan struktur kekuasaan pada
masyarakat Kasepuhan SRI akan dilakukan dengan pendekatan sejarah. Berawal dari pemahaman bahwa sebuah struktur sosial dapat berubah karena terjadinya
perubahan pada komponen sosial lain dan sejarah menawarkan pendekatan untuk memahami perubahan sosial.
Perubahan sosial secara umum sangat luas cakupannya dalam semua institusi mulai dari agama, ekonomi, adat, politik, kekuasaan dan keluarga.
Pendekatan sejarah sangat dibutuhkan untuk mengkaji dinamika dalam masyarakat Kasepuhan SRI. Realita yang dibutuhkan ialah gambaran dinamika
struktur kekuasaan dalam masyarakat Kasepuhan SRI. Struktur kekuasaan pada setiap daerah berbeda-beda karena ada banyak
faktor yang mempengaruhinya, seperti kondisi sosial masyarakat, budaya dan latar belakang sejarahnya. Menurut Almond dan Powell dalam Siregar 1999,
struktur kekuasaan mengacu pada tingkah laku para individu yang dapat diamati. Konsep tersebut menjadi acuan dalam melihat struktur kekuasaan masyarakat
Kasepuhan SRI. Menurut Weber dalam Wrong 2003, mengatakan bahwa kriteria utama
dari otoritas adalah kepatuhan sukarela. Secara destingtif, otoritas adalah system keyakinan yang mendefinisikan pelaksanaan kontrol sosial sebagai sah, kemudian
17 Weber membedakan otoritas atas tiga tipe berdasarkan keyakinan legitimasi yang
memvalidasikan mereka, yakni: 1.
Otoritas yang dilegitimasikan oleh kesucian tradisi. Tatanan sosial saat ini dipandang sebagai suci, abadi dan tidak bisa dilanggar dalam
“otoritas tradisional”. Orang atau kelompok dominan biasanya didefinisikan oleh warisan, dianggap telah ditetapkan sebelumnya
untuk memerintah yang lain. 2.
Otoritas kharismatis, dimana seorang pemimpin dan misinya sebagai diilhami oleh Tuhan atau kekuatan supranatural. Ketaatan kepada
pemimpin dan keyakinan bahwa keputusannya meliputi semangat dan cita-cita gerakan adalah sumber ketaatan kelompok pada perintah-
perintahnya. 3.
Otoritas legal, yaitu otoritas yang dilegitimasi oleh keyakinan formalitas pada supermasi hukum apapun isi spesifiknya, dalam
system ini kepatuhan tidak disebabkan oleh orang, akan tetapi oleh seperangkat prinsip hukum yang berlaku.
Weber dalam teorinya juga mengemukakan tentang hal-hal yang mendasari legitimasi terhadap kekuasaan penguasa yaitu, kesucian tradisi dan
faktor ketergantungan kepada penguasa. Ketergantungan yang lebih mendasar dari rakyat terhadap penguasanya adalah ketergantungan ekonomi. Russel memandang
bahwa kekuasaan terdapat dalam bentuk kekayaan, tentara, pemerintahan, jasa dan pengaruh. Kekayaan yang diperoleh dapat merupakan hasil dari kekuasaan
dengan mempergunakan kekuatan tentara dan pengaruh. Kekuasaan ekonomi yang sekarang menjadi sumber kekayaan adalah sumber asal semua jenis dari
hasil kekuasaan yang lain, sedangkan kekayaan sendiri diartikan sebagai hak untuk memiliki sesuatu sebagai sumber kesejahteraan yang dapat diatur,
dinikmati, dipindah untuk kesenangan pemiliknya.
2.4. Kelembagaan Sosial di Masyarakat Adat
Koentjaraningrat 1984, menyatakan bahwa kelembagaan atau pranata sosial adalah suatu sistem tata kelakuan dan hubungan yang berpusat kepada
aktivitas-aktivitas untuk memenuhi kompleks-kompleks kebutuhan khusus dalam