15 halnya  pemimpin  adat,  kepercayaan  dan  kekayaanlah  yang  paling  utama
sedangkan kekuasaan legal tidak harus ada.
2.2. Kepatuhan Adat Terhadap Norma Adat
Kepatuhan  merupakan  adalah  tingkat  kesesuaian  perilaku  seseorang terhadap  norma  atau  kesepakatan  dengan  pihak  lain.  Dasar-dasar  kepatuhan
menurut Bierstedt dalam Soekanto 1987, diantaranya adalah: a. Introduction, b. Habituaion,  c.  Utulity,  d.  Group  Identification.  Adapun  penjelasan  mengenai
dasar-dasar kepatuhan, sebagai berikut: a.
Introduction Alasan  utama  masyarakat  mematuhi  peraturan  adalah  karena  dia  telah
diindoktrinir untuk mematuhi peraturan dari sejak kecil. b.
Habitiation Sejak  kecil  manusia  mengalami  sosialisasi  maka  lama  kelamaan  menjadi
suatu  kebiasaan  untuk  memenuhi  kaedah-kaedah  yang  berlaku.  Memang pada awalnya sukar untuk menerima peraturan itu tetapi karena setiap hari
ditemui, maka lama kelamaan menjadi sebuah kebiasaan. c.
Utility Alasan  utama  masyarakat  mematuhi  peraturan  di  sini  adalah  karena  satu
sama  lain  manusia  itu  berbeda.  Apa  yang  pantas  bagi  dirinya,  mungkin bagi orang lain dianggap tidak pantas. Dengan demikian, maka salah satu
faktor masyarakat taat aturan karena kegunaan daripada peraturan tersebut, maka  perlu  disadari  bahwa  hidup  itu  perlu  ada  yang  menjamin
kehidupannya. d.
Group Identification Seseorang  mematuhi  kaedah-kaedah  yang  berlaku  dalam  kelompoknya
bukan  karena  dia  menganggap  kelompoknya  lebih  dominan  dari kelompok-kelompok lainnya,  akan tetapi justru karena ingin  mengadakan
identifikasi dengan kelompoknya.
16 Kepatuhan  sangat  bermanfaat  bagi  kehidupan  masyarakat  adat,  dengan
adanya  kepatuhan  maka  peraturan-peraturan  yang  dibuat  akan  dijalankan  sesuai dengan  ketentuan.  Masyarakatpun  akan  hidup  dengan  tentram  dan  damai  tanpa
adanya  suatu  permasalahan  karena  semua  orang  mematuhi  peraturan. Masyarakatnya telah menjadikan suatu aturan sebagai sebuah kebiasaan dan tidak
menjadikan  aturan  sebagai  suatu  beban  karena  masyarakat  sadar  akan  manfaat dari kepatuhan itu sendiri.
2.3. Kekuasaan Kepemimpinan Adat
Pola kepemimpinan dan struktur kekuasaan pada suatu masyarakat sangat ditentukan  oleh  kondisi  masyarakatnya.  Struktur  kekuasaan  bukanlah  hubungan
yang  statis,  akan  tetapi  berpotensi  untuk  mengalami  perubahan.  Pemahaman terhadap perubahan sosial yang menjurus pada perubahan struktur kekuasaan pada
masyarakat  Kasepuhan  SRI  akan  dilakukan  dengan  pendekatan  sejarah.  Berawal dari  pemahaman  bahwa  sebuah  struktur  sosial  dapat  berubah  karena  terjadinya
perubahan pada komponen sosial lain dan sejarah menawarkan pendekatan untuk memahami perubahan sosial.
Perubahan  sosial  secara  umum    sangat  luas  cakupannya  dalam  semua institusi  mulai  dari  agama,  ekonomi,  adat,  politik,  kekuasaan  dan  keluarga.
Pendekatan  sejarah  sangat  dibutuhkan  untuk  mengkaji  dinamika  dalam masyarakat  Kasepuhan  SRI.    Realita  yang  dibutuhkan  ialah  gambaran  dinamika
struktur kekuasaan dalam masyarakat Kasepuhan SRI. Struktur  kekuasaan  pada  setiap  daerah  berbeda-beda  karena  ada  banyak
faktor  yang  mempengaruhinya,  seperti  kondisi  sosial  masyarakat,  budaya  dan latar  belakang  sejarahnya.  Menurut  Almond  dan  Powell  dalam  Siregar  1999,
struktur kekuasaan mengacu pada tingkah laku para individu yang dapat diamati. Konsep  tersebut  menjadi  acuan  dalam  melihat  struktur  kekuasaan  masyarakat
Kasepuhan SRI. Menurut  Weber  dalam  Wrong  2003,  mengatakan  bahwa  kriteria  utama
dari  otoritas  adalah  kepatuhan  sukarela.  Secara  destingtif,  otoritas  adalah  system keyakinan yang mendefinisikan pelaksanaan kontrol sosial sebagai sah, kemudian