Tilu Sapamilu, Dua Sakarupa, Nu Hiji Eta-Eta Keneh

76 Buhun Nagara Syara aturan adat, Pamarentahan, Agama Ruh Raga Papakean nyawa, raga, pakean Dua Saka Rupa; Buhunmukaha, Nagara, Syara aturan adat, pemerintah dan agama. Nu Hiji Eta Keneh; Nyawaruh, Raga, Pakean. Manusia harus memiliki ketiga-tiganya sehingga memiliki kamanusiaan. Jika tidak akan disebut manusiawi karena manusia tanpa nyawa berarti mayat, manusia tanpa raga berarti makluk gaib tidak terlihat dan manusia tanpa pakaian diibaratkan makluk hidup yang telanjang hewan. Tilu sapamulu, tiga dalam satu artian yang sama atau satu wajah, dua sakarupa dua yang satu rupa, nu- hiji eta-eta keneh dan satu akan kmbali ke satunya juga pada tilu-sapamilu. Tata nilai ini mengandung pengertian bahwa hidup hanya dapat berlangsung dengan baik dan tenteram bila dipenuhi tiga syarat, yaitu : 1. Tekad, ucap dan lampah, niat atau pemikiran, ucapan dan tindakan harus selaras dan dapat dipertanggung jawabkan kepada incu-putu keturunan warga Kasepuhan dan sesepuh para orang tua dan nenek moyang 2. Jiwa, raga dan perilaku, harus selaras dan berakhlak 3. Kepercayaan adat sara, nagara, dan mokaha harus selaras, harmonis dan tidak bertentangan satu dengan lainnya. Manusia yang mempunyai segala maksud dan tujuan di dalam menjalankan hidup, maka harus mempunyai pedoman didalam hidupnya hukum sebagai pedoman agar tidak salah langkah atau dalam bahasa incu-putu masyarakat Kasepuhan “Patokan Nyangkulu ka hukum” yang lebih tinggi dari kepala adalah hukum; hukum kedudukannya diatas segala-galanya sehingga hukum harus asli baik hukum Agama maupun hukum Adat, dan ditaati oleh masyarakat. Manusia jika ingin teratur maka harus mengikuti aturan yang dibuat 77 oleh pencipta manusia. Serta “Nunjang ka Nagara” norma yang harus dipatuhi oleh anggota komunitas adalah ketundukan pada peraturan negara Hukum Indonesia, dan didalam masyarakat Kasepuhan dikenal dengan “Mupakat jeng balarea” apabila didalam melaksanakan segala sesuatu di awali dengan musyawarah untuk mufakat, termasuk terdapat masalah apabila terjadi di kalangan masyarakat adat incu-putu diselesaikan dengan musyawarah. Kandungan dalam tatali paranti karuhun ini selalu di laksanakan dengan baik oleh incu-putu Kasepuhan SRI dalam berbagai bidang kehidupan keseharian seperti ketika mencari nafkah bertani-huma sebagai urat nadi Kasepuhan, pembuatan rumah sampai dengan hubungan dengan masyarakat luar Kasepuhan. Karena pengertian yang menurut incu-putu Kasepuhan bahwa tatali paranti karuhun sangat luas cakupannya, keyakinan tersebut seperti di ucapkan oleh Abah ASN: ”Setiap incu-putu wajib mentaati segala aturan yang ada di tatali paranti karuhun, karena merupakan aturan yang dibuat oleh para leluhur adat-syara-nagara serta mukoha. Patokan hukum yang ada di tatali paranti karuhun tersebut agar selaras dengan hukum Agama syara dan menghargai pada hukum Negara nagara sehingga terjadi keselarasan dalam penegakan hukum tidak terjadi tumpang tindih. Serta jangan sampai melanggarnya karena pasti akan mendapatkan kabendon .” Kabendon inilah yang menjadi pagar bagi incu-putu agar jangan sampai keluar jalur hukum seperti yang telah di gariskan oleh tatali paranti karuhun yang telah di wariskan oleh para leluhur Kasepuhan SRI sampai dengan saat ini. Kabendon merupakan sanksi yang tidak tertulis, namun incu-putu meyakini bahwa kabendon tersebut ada dan datang secara tiba-tiba bagi mereka incu-putu yang melanggar norma-norma Kasepuhan. 78

7.2. Kelembagaan Adat

7.2.1. Leuit ; Sebagai Ketahanan Pangan

Pada umumnya setiap incu-putu Kasepuhan memiliki leuit lumbung sebagai tempat penyimpanan padi huma, juga sebagai penyediaan pangan keluarga untuk persediaan pangan di masa yang akan datang. Selain leuit individu juga terdapat lumbung umum milik semua warga Kasepuhan. Lumbung umum itu biasa pula disebut leuit kasatuan atau leuit paceklik. Lumbung umum itu merupakan cadangan pangan dikalangan warga Kasepuhan pada saat paceklik Adimihardja, 1992. Kasepuhan SRI mempunyai leuit lumbung komunal yang berada di Kampung Gede pusat kegiatan sosial dan keagamaan semua anggota Kasepuhan. Menurut Abah ASNLeuit Si-Jimat tersebut bisa menampung gabah yang telah dipanen sekitar 7.850 pocongbeungkeut ikat, dan cerita turun temurun nama Leuit komunal tersebut “leuit-paceklik“ namun ketika musim paceklik kemudian tiba-tiba pada malam harinya terdapat gabah yang di beungkeut yang cukup untuk keperluan incu-putu Kasepuhan dan bersifat magis maka kemudian di ganti nama leuit-Paceklik menjadi Leuit Si Jimat. Leuit Si-Jimat berfungsi sebagai pusat pangan cadangan pangan Kasepuhan SRI apabila pada tahun-tahun mendatang adanya musim paceklik dimana padi huma mengalami kegagalan dalam panen. Menurut Uwa Ugis Leuit Si-Jimat tersebut selain menyedia pangan, juga dapat dipergunakan sebagai peminjaman incu-putu Kasepuhan SRI apabila dalam rumah tangganya kekurangan padi untuk keperluan makan, dan harus dibayar berupa padu lagi setelah panen tiba. Setiap peminjam dari Leuit Si-Jimat dicatat oleh Juru Amil sekretaris Kasepuhan SRI, sebagai bahan laporan pada saat upacara serah tarima ponggokan upacara pengakuan kesalahan tiap incu-putu, dan memohon tobat pada sang pencipta; pada acara tersebut di saksikan oleh Abah, Dukun dan dilaksanakan di Imah Gede sebelum pelaksanaan Seren-taun. Peminjaman padi itu tidak hanya terbuka bagi warga Kasepuhan, tetapi juga terbuka bagi warga masyarakat desa Sirnaresmi yang tinggal di sekitar Kampung Gede Kasepuhan SRI. 79

7.2.2. Imah Gede: Pusat Politik Kepemimpinan Kasepuhan SRI

Imah Gede sebagai pusat interaksi antara incu-putu dengan Abah serta tamu yang datang dari luar Kasepuhan. Imah Gede ini adalah sebagai Istana Kasepuhan yang dibuat berdasarkan gotong royong oleh incu-putu Kasepuhan. Serta dalam kegiatan gotong-royong tersebut incu-putu memberikan bantuan sesuai dengan kemampuanya seperti ada yang memberikan kayu, ijuk untuk atap dan lain sebagainya. Imah Gede ini adalah milik Kasepuhan atau incu-putu untuk kepentingan incu-putu. Sebagai pusat interaksi ini adalah dimaksudkan untuk pusat kegiatan keagamaan, upacara adat, selametan serta musyawarah Kasepuhan sehingga Imah Gede ini sebagai pusat komunikasi Kasepuhan, dan boleh di tempati Abah dan keluarganya serta mentaati segala aturan yang ada di Imah Gede, sebagaimana yang tertuang dalam tatali paranti karuhun. Sebagai pusat komunikasi dan interaksi Kasepuhan, maka keberadaan Imah Gede juga untuk menerima tamu-tamu penting yang datang dari luar Kasepuhan. Beberapa tamu tersebut diantaranya: akademisi, lembaga swadaya masyarakat LSM serta tokoh politik yang sengaja datang untuk berbagai keperluan. Para tokoh politik elit nasional maupun lokal yang datang ke Abah dan senantiasa ditempatkan di Imah Gede menurut beberapa sumber yang berhasil di himpun kebanyakan untuk menarik simpati dari incu-putu Kasepuhan serta tidak jarang da ri para elit politik lokal tersebut meminta pada Abah untuk “keberkahan secara magis” seperti dapat dimudahkan dalam memimpin suatu wilayah dan lain sebagainya. Maka keberadaan Imah Gede mulai berubah fungsi yang pada awalnya sebagai pusat segala aktivitas Kasepuhan secara komunal, pada ssekarang ini berubah menjadi kepentingan individu Abah.

Dokumen yang terkait

Upacara Adat Kenduri SKO (Studi Deskriptif di Desa Keluru, Kecamatan Keliling Danau, Kabupaten Kerinci)

18 180 93

Adaptasi lingkungan masyarakat kasepuhan dalam pembangunan pertanian yang berkelanjutan (Studi kasus Kampung Ciptarasa, Desa Sirnarasa, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi)

0 8 180

Karakteristik Lanskap Kampung Tradisional di Halimun Selatan dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya (Sebuah Studi pada Kampung Kasepuhan di Kesatuan Adat Banten Kidul, Kampung Sirnaresmi, Desa Sirnaresmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat)

0 14 112

Sistem Pangan Dan Gizi Masyarakat Adat Kasepuhan Ciptagelar Di Jawa Barat

0 4 106

Etnozoologi Masyarakat Adat Kasepuhan Ciptagelar, Desa Sirnaresmi, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat

4 20 50

LEKSIKON ETNOFARMAKOLOGI DI KAMPUNG ADAT CIPTAGELAR, DESA SIRNARESMI, KECAMATAN CISOLOK, KABUPATEN SUKABUMI (KAJIAN ETNOLINGUISTIK).

4 12 25

TRADISI NGASEUK DI KAMPUNG ADAT SINAR RESMI DESA SIRNARESMI KECAMATAN CISOLOK KABUPATEN SUKABUMI SEBAGAI BAHAN PEMBELAJARAN MEMBACA ARTIKEL DI SMA.

3 19 36

PENGARUH KEPEMIMPINAN KEPALA DESA TERHADAP PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBANGUNAN DESA (Suatu Studi di Desa Sirnaresmi dan Desa Cisolok, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi).

1 1 8

LEKSIKON ETNOFARMAKOLOGI DI KAMPUNG ADAT CIPTAGELAR, DESA SIRNARESMI, KECAMATAN CISOLOK, KABUPATEN SUKABUMI (KAJIAN ETNOLINGUISTIK) - repository UPI S IND 1006287 Title

0 0 3

RITUAL SAWER DALAM PERNIKAHAN ADAT SUNDA (STUDI KASUS DI KECAMATAN CICURUG, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT)

0 0 117