Mitos Pancar Pangawinan: Klaim Otoritas Adat di Kasepuhan

42 kami mah turunan pancer pangawinan_kami ini merupakan keturunan pancer pangawinan. Dalam bahasa Sunda, kata pancer berarti lulugu, yang dalam bahasa Indonesia „asal usul‟ atau „sumber‟ kata pangawinan berasal dari kata ngawin yang berarti membawa tombak pada saat upacara perkawinan. Kata pangawinan dikalangan warga Kasepuhan, memiliki makna yang lebih luas. Dengan demikian kata kawin tercermin makna mempersatukan dua batin yang berbeda, dua pendapat yang berbeda, dua keinginan yang berbeda dari seorang laki-laki dan seorang perempuan menjadi satu tekad, satu jiwa, satu pendapat, satu keinginan, satu rasa dan satu tujuan, yaitu membina kehidupan yang sejahtera, dan harmonis lahir batin. Sikap dasar tersebut dinyatakan warga Kasepuhan dengan ungkapan kata-kata ka cai jadi saleuwi kadarat jadi salebak atau membina suatu kehidupan yang harmonis dalam satu kesatuan hidup rumah tangga Adimihardja, 1992. Pada hakikatnya bahwa dapat dipahami masyarakat Kasepuhan sebagai keturunan pancer pangawinan. Mereka anggap sebagai suatu magis yang di ungkapkan dengan kata-kata sing saha nu bisa ngawinkeun langit jeung bumi, manusa jeung kamanusaanana, eta nu disebut pancer pangawinan. Barang siapa yang bisa mengawinkan bumi dengan langit, manusia dengan kemanusiaannya, itulah namanya pancer pangawinan. Abah adalah orang yang diamanatkan yang harus memegang akan Pancar pangawinan serta dapat legitimasi akan kepemimpinannya. Menurut Safa‟at et al 2008, setiap kepemimpinan masyarakat adat mempunyai pegangan secara mitos guna melanggengkan kekuasaanya dalam masyarakat, serta bagaimana menjaga aturan-aturan adat yang berlaku sebagai kekuatan sosial. Abah dinilai oleh kalangan masyarakat Kasepuhan yang menjadi tuntunan karena memiliki memegang pancar pangawinan, sebagai sumber otoritas kepemimpinan Kasepuhan juga diamanatkan untuk menjaga norma- norma Kasepuhan. Pancar pangawinan merupakan prasyarat mutlak bagi setiap pemimpin dan calon untuk memilikinya karena merupakan legitimasi kepemimpinan terhadap incu-putunya. 43 Pancar pangawinan dikonstruksi oleh setiap pemimpin adat sebagai simbolisme kepemimpinan yang sifatnya sangat abstrak dan bersifat individual. Konstruksi masyarakat bahwa pancar pangawinan merupakan “tanda” atau “simbol” personal dari setiap individu untuk terpilih sebagai pemimpin dalam sebuah Kasepuhan, dan fungsi dari Abah yang dapat membaca siapa anaknya yang memiliki pancar pangawinan serta dibantu dengan Dukun untuk membacanya secara magis. Sehingga secara historis, kepemimpinan Kasepuhan dikondisikan untuk tidak terbentuk demokrasi di level bawah. Pada perinsifnya bahwa pancar pangawinan adalah semua incu-putu Kasepuhan adalah turunan dari pancar pangawinan, karena pancar pangawinan ini adalah amanat dari Prabu Siliwangi untuk di incu-putu kasepuhan. Namun yang menjaga dan memiliki pancar pangawinan adalah pemimpin dari Kasepuhan, serta menurut Uwa Ugis 11 dan Dukun Kasepuhan bahwa tidak semua Abah memiliki pancar pangawinan, hanya para Abah pendahulu saja yang memilikinya serta salah satu dari ketiga Kasepuhan yang ada di Desa Sirnaresmi yang kini memiliki memegang pancar pangawinan. Tetapi ketika dikonfirmasikan kepada Abah ASNsebagai pemimpin di Kasepuhan SRI, Abah Ugis pemimpin di Kasepuhan CGR, serta Abah Hendrik pemimpin di Kasepuhan CMA mereka mengakui klaim akan memegang pancar pangawinan. Menurut beberapa sumber yang ada di kasepuhan bahwa walaupun pancar pangawinan ada yang mengatakan adalah berwujud benda pusaka, serta ada di pihak lain mengatakan bahwa hanya sebuah kharisma yang datang dari leluhur yang dapat berpengaruh pada incu-putu akan kepatuhan pada Abah serta aturan- aturan adat yang telah di tetapkan.

4.6. Pergeseran Sumber Kekuasaan

Sumber kekuasaan yang dipakai Abah AJ adalah keturunan, wangsit serta mitos Pancar Pangawinan guna melegitimasi segala kekuasaanya tersebut Abah AJ cenderung otorioter kepada incu-putu, tetapi justru dengan penerapan otokratis tersebut incu-putu merasa senang dan adanya pengakuan kembali semua aturan- 11 Uwa Ugis dan Dukun tidak memberikan keterangan secara terperinci tentang siapa saja para Abah yang memegang pancar pangawinan secara turun temurun diberikan kepada Abah tersebut, hanya berupa merujuk pada pendahulu yang mendapatkannya serta kini ada di salah satu kasepuhan. 44 aturan adat yang ada. Sehingga kepatuhan incu-putu semakin kuat dan menaruh kepercayaan yang maksimal kepada Abah AJ. Legitimasi kekuasaan Abah UT selain faktor keturunan juga adanya pihak luar Kasepuhan pemerintah sehingga di masa kepemimpinannya intrevensi dari pemerintah terutama dalam pembangunan pertanian semakian kuat dan hal itu mempunyai konsekuesi pada Incu-putu serta ekistensi kelembagaan leuit semakin lemah dan itulah yang kemudian memporak-porandakan sistem Huma. Pada masa kepemimpinannya politik praktis dengan pemerintah mulai menjamah di kehidupan Kasepuhan. Aroma perpecahan Kasepuhan terjadi pada kepemimpinannya. Kepemimpinan Abah ASNini sumber kekuasaan yang mulanya adanya keturunan, wangsit dan motos kini masuknya pendidikan yang membawa pada nilai materialisme kebendaan yang pantang dimiliki oleh pemimpin adat, saat kepemimpinan adat Abah ASN sudah tidak berlaku lagi. “Previlage” sang “Abah” lebih kepada kehidupan modernisme, misalnya memiliki kendaraan beroda empat, anak-anak Abah sendiri kurang mengikuti pola kehidupan Kasepuhan serta Abah lebih mengedepankan relasi luar Kasepuhan kepentingan elit politik baik nasional maupun lokal.

Dokumen yang terkait

Upacara Adat Kenduri SKO (Studi Deskriptif di Desa Keluru, Kecamatan Keliling Danau, Kabupaten Kerinci)

18 180 93

Adaptasi lingkungan masyarakat kasepuhan dalam pembangunan pertanian yang berkelanjutan (Studi kasus Kampung Ciptarasa, Desa Sirnarasa, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi)

0 8 180

Karakteristik Lanskap Kampung Tradisional di Halimun Selatan dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya (Sebuah Studi pada Kampung Kasepuhan di Kesatuan Adat Banten Kidul, Kampung Sirnaresmi, Desa Sirnaresmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat)

0 14 112

Sistem Pangan Dan Gizi Masyarakat Adat Kasepuhan Ciptagelar Di Jawa Barat

0 4 106

Etnozoologi Masyarakat Adat Kasepuhan Ciptagelar, Desa Sirnaresmi, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat

4 20 50

LEKSIKON ETNOFARMAKOLOGI DI KAMPUNG ADAT CIPTAGELAR, DESA SIRNARESMI, KECAMATAN CISOLOK, KABUPATEN SUKABUMI (KAJIAN ETNOLINGUISTIK).

4 12 25

TRADISI NGASEUK DI KAMPUNG ADAT SINAR RESMI DESA SIRNARESMI KECAMATAN CISOLOK KABUPATEN SUKABUMI SEBAGAI BAHAN PEMBELAJARAN MEMBACA ARTIKEL DI SMA.

3 19 36

PENGARUH KEPEMIMPINAN KEPALA DESA TERHADAP PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBANGUNAN DESA (Suatu Studi di Desa Sirnaresmi dan Desa Cisolok, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi).

1 1 8

LEKSIKON ETNOFARMAKOLOGI DI KAMPUNG ADAT CIPTAGELAR, DESA SIRNARESMI, KECAMATAN CISOLOK, KABUPATEN SUKABUMI (KAJIAN ETNOLINGUISTIK) - repository UPI S IND 1006287 Title

0 0 3

RITUAL SAWER DALAM PERNIKAHAN ADAT SUNDA (STUDI KASUS DI KECAMATAN CICURUG, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT)

0 0 117