85 “Previlage”  sang  “Abah”  lebih  kepada  kehidupan  modernisme.  Menurut  Bapak
Punta selaku Dukun Kasepuhan di Sinar Resmi bahwa : “Dalam Tatali paranti karuhun semua yang dilakukan oleh Abah
dengan  keluarganya  tersebut  jelas  melanggar  norma-norma  yang ada yang akan membawa hal buruk bagi eksistensi Kasepuhan itu
sendiri.    Abah  juga  mulai  berpolitik  di  luar  pemerintahan Kasepuhan,  dan  berelasi  dengan  tokoh-tokoh  elit  politik  di  pusat.
Kepemimpinan Abah juga dipertanyakan ketika terjadi pengalihan
bantuan pupuk sebanyak 40 ton kepada “incu putunya”, kemudian dijual  kembali  untuk  alasan  kepemilikan  kendaraan  roda  empat
milik Abah dan keluarganya. ”
Konflik internal kepemimpinan juga tidak dapat dihindari. Kebebasan cara berfikir Abah ASNmisalnya terlihat saat dukun berdiskusi dengan Abah mengenai
permasalahan masyarakat  yang ada  yang melanggar adat dan meminta ketegasan Abah,
namun jawaban abah “engke oge  karaseun kumanehna” nanti juga akan mendapatkan  musibah  oleh  yang  melanggar.  Pernyataan  tersebut  dinilai  sangat
wajar  karena  yang  melanggar  norma-norma  Kasepuhan  diawali  dari  kalangan keluarganya  sendiri,  Selain  itu  juga  Abah  yang  cenderung  hibridisasi  antara
leizzer  feire  dan  demokratis  ini  kemudian  tidak  lagi  memaksakan  pengelolaan lahan  pertanian  digarap  hanya  sekali  dalam  setahun.  Karena  sang  Abah  lebih
sebagai perpanjangan tangan pemerintah untuk memudahkan introduksi pertanian.
8.2.2. Memudarnya Fungsi Leuit, Imah Gede dan Tumbuhnya Ekonomi Uang
Fungsi  Leuit  yang  senantiasa  menjadi  pusat  ketahanan  pangan Kasepuhan  mengalami pergeseran sejalan dengan dapat diperjual belikannya padi
huma  secara  berkelanjutan  sehingga  masuknya  ekonomi  pasar  yang  nantinya incu-putu ketergantungan terhadap ekonomi modern. Lunturnya nilai leuit sebagai
pusat  ketahanan  pangan  dan  lambang  kemakmuran  dalam  individu  incu-putu
Kasepuhan.
Masuknya budaya ekonomi uang dalam kehidupan masyarakat Kasepuhan SRI, menggeser nilai-nilai ikatan sosial yang di dasarkan pada bentuk pertukaran
sosial maupun akibat kontak dan komunikasi langsung dengan masyarakat umum non  Kasepuhan  dengan  beragam  pengaruh  akulturasi  budaya  yang  terus  terjadi
hingga  kini.  termasuk  didalamnya  adalah  para  elit  dan  pimpinan  di  Kasepuhan
86 Sinar  `Resmi  di  Kasepuhan  yang  lebih  kompleks  dan  telah  mulai  mengenal
budaya modernitas. Imah  Gede  yang  seharusnya  menjadi  simbol  Kasepuhan  kini  dijadikan
sebagai  ajang  komersialisasi  untuk  menghasilkan  ekonomi  uang  yang dikendalikan  oleh  Ambu  gelar  Istri  Abah,  seperti  adanya  masyarakat  luar
Kasepuhan  yang mengunjungi  bila menempati  Imah Gede maka terjadi transaksi guna  menempati  Imah  Gede  tersebut.  Serta  padi  sebagai  hasil  panen  dalam
bentuk gabah kering apabila masyarakat luar Kasepuhan yang menginginkannya diperbolehkan dengan catatan transaksi yang baik, seperti yang diungkapkan oleh
Ambu “teu nanaon nu penting mah sami-sami ikhlas keneh bae” tidak apa-apa
yang penting sama-sama ikhlas saja. Perubahan  Imah  Gede  sebagai  pusat  interaksi  sosial  Kasepuhan  dan
keagamaan  serta  padi  sebagai  lambang  dari  IBU  BUMI  yang  harus  di  jaga  tapi kini telah di komersialisasi oleh Ambu sebagai individu. Perubahan nilai tersebut
menurut  Parson  1986  dalam  Nasikun  1992,  sebagai  pergeseran  nilai-nilai sosial  budaya,  individu  dimana  orang  perorangan  memiliki  sistem  kepribadian,
persepsi dan sikap.