asalkan menurut para pelaku sudah sah sebagai suami istri. Biasanya kawin kontrak ini terjadi pada bulan Juni dan dilakukan hanya beberapa bulan saja
selama orang Arab itu berada di Indonesia. Setelah orang-orang Arab akan kembali ketanah airnya, kawin kontrak pun berakhir dan terjadilah perceraian.
Pihak-pihak yang terlibat kawin kontrak memperoleh sejumlah uang sebagai upah. Selain orang-orang Arab tersebut, banyak pengunjung yang juga melakukan
kegiatan yang melanggar aturan agama dan nilai-nilai sosial seperti ini. Akan tetapi kegiatan ini cenderung terjadi secara aman dan terselubung karena
dilakukan di dalam villa bahkan mobil yang secara tidak langsung tidak mungkin
dapat dijangkau oleh aparat.
Akhirnya warga pribumi yang terpengaruh juga ada, karena situasi lingkungan yang acuh tak acuh sehingga berdampak ke anak-anak muda
meniru-niru mereka pengunjung seperti gaya hidupnya. Warga pribumi juga ada yang pernah melakukan kawin kontrak
Bapak Rzl, 29 tahun.
Akan tetapi semakin lama kegiatan prostitusi menimbulkan pengaruh kepada warga lokal yang tidak memiliki nilai-nilai moral dan sosial untuk
mengikuti jejak sebagai PSK. Kondisi lingkungan yang cenderung individualistik atau acuh tak acuh mengakibatkan warga khususnya anak-anak muda mudah
mendapatkan pengaruh dari para pengunjung mulai dari gaya hidup sampai pada kegiatan asusila. Warga lokal yang memiliki kadar keimanan yang rendah dan
terdesak oleh perekonomian yang rendah menjadi terpengaruh untuk melakukan kegiatan prostitusi karena menghasilkan uang yang banyak.
6.8 Ikhtisar
Konversi lahan pertanian ke penggunaan lahan non pertanian menyebabkan terjadinya perubahan pada aspek sosial ekonomi rumah tangga yang
berada disekitar konversi seperti perubahan penguasaan lahan, kesempatan kerja, perubahan pola kerja, kondisi tempat tinggal, hubungan antar anggota rumah
tangga dan hubungan antar warga. Data pada Tabel 13 merangkum dampak sosial ekonomi yang diterima oleh rumah tangga Desa Tugu Utara akibat konversi lahan
selama kurun waktu sepuluh tahun 2000-2010.
Tabel 13. Dampak Sosio-Ekonomis Konversi Lahan Pertanian di Kampung Sampay dan Kampung Sukatani, 2010
No. Dampak Sosio-Ekonomis Kampung Sampay
Kampung Sukatani 1. Penguasaan
lahan • Penurunan petani
pemilik • Peningkatan rumah
tangga yang menjadi tunakisma
• Penurunan petani pemilik
• Peningkatan rumah tangga yang menjadi
tunakisma 2. Luas
lahan • Penurunan petani
dengan lahan luas • Peningkatan rumah
tangga tanpa lahan • Penurunan petani
dengan lahan luas • Peningkatan rumah
tangga tanpa lahan 3. Persepsi
atas kesempatan
kerja pertanian Terbatas Terbatas
4. Persepsi atas
kesempatan kerja non pertanian
Terbatas Terbatas 5.
Pola Kerja Beralih ke sektor non
pertanian Beralih ke sektor
pertanian 6.
Status tempat tinggal Milik
Milik Kondisi
fisik tempat
tinggal Layak Layak
Jumlah alat elektronik Sedang 5 buah-8 buah
Sedikit ≤ 4 buah
7. Pengambilan keputusan
rumah tangga Kolektif Kolektif
8. Hubungan antar warga
Individual, vertikal Kolektif, horizontal
9. Konflik antar warga lokal Tidak ada
Tidak ada 10. Konflik dengan warga
luar desa Ada Tidak
ada 11. Tingkat
prostitusi Tinggi
Tinggi
Berdasarkan data pada tabel di atas terlihat bahwa selama sepuluh tahun terakhir 2000-2010 telah terjadi perpindahan penguasaan lahan pada rumah
tangga Desa Tugu Utara. Perpindahan penguasaan lahan ini mengakibatkan konversi lahan yang menyebabkan berubahnya status penguasaan lahan rumah
tangga dari yang awalnya pemilik lahan menjadi penyewa, pemilik lahan menjadi tidak punya lahan, dan petani dengan sistem bagi hasil menjadi tidak menguasai
lahan. Selain itu, terjadi pula perubahan luas lahan yang dikuasai rumah tangga menjadi lebih sempit atau bahkan menjadi tidak memiliki lahan.
Persepsi rumah tangga atas kesempatan kerja akibat konversi lahan pada tahun 2010 menunjukkan bahwa kesempatan kerja baik sektor pertanian maupun
sektor non pertanian saat ini berada pada kategori terbatas. Terdapat perbedaan antara Kampung Sampay dan Kampung Sukatani dimana kesempatan kerja sektor
pertanian lebih besar di Kampung Sukatani, sementara kesempatan kerja sektor
non pertanian lebih besar di Kampung Sampay. Kondisi ini terjadi karena di Kampung Sukatani masih kaya akan lahan pertanian, sementara di Kampung
Sampay sudah padat oleh bangunan-bangunan. Di Desa Tugu Utara terjadi perubahan pola kerja rumah tangga selama
kurun waktu sepuluh tahun 2000-2010 dimana untuk Kampung Sampay rata-rata rumah tangga beralih pekerjaan dari yang awalnya bekerja disektor pertanian
menjadi bekerja disektor non pertanian atau bahkan ada yang menjadi pekerja serabutan pengangguran, sementara di Kampung Sukatani pola kerja rumah
tangga sebagian besar beralih ke sektor pertanian. Struktur pendapatan rumah tangga desa juga mengalami perubahan seiring
dengan terjadinya perubahan persepsi atas kesempatan kerja dan perpindahan pola kerja. Rata-rata rumah tangga Kampung Sampay selama satu tahun terakhir
memperoleh penghasilan antara Rp. 12.000.000 sampai Rp. 36.000.000 atau berada pada kategori sedang, sementara rumah tangga Kampung Sukatani rata-rata
berpenghasilan kurang dari Rp. 12.000.000 atau berada pada kategori rendah. Konversi lahan juga berhubungan kondisi tempat tinggal dan perubahan
hubungan antar anggota keluarga. Rata-rata rumah tangga setempat memiliki tempat tinggal milik sendiri walaupun ada sebagian rumah tangga yang masih
menumpang pada kerabatnya. Terdapat perbedaan antara rumah tangga Kampung Sampay dan Kampung Sukatani dimana kondisi fisik tempat tinggal rumah tangga
Kampung Sukatani lebih memprihatinkan dibanding kondisi fisik tempat tinggal rumah tangga Kampung Sampay. Sementara itu, unutk hubungan antar anggota
keluarga dalam pengambilan keputusan untuk rumahtangga Kampung Sampay cenderung lebih individual dibandingkan rumah tangga Kampung Sukatani.
Secara umum dapat disimpulkan bahwa uraian di atas membuktikan hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa “proses konversi lahan mengubah
pola kehidupan sosial ekonomi masyarakat lokal”. Konversi lahan telah memberikan dampak negatif pada aspek sosial ekonomi rumah tangga. Pemetik
manfaat paling utama dari kegiatan konversi lahan adalah pihak luar, sementara warga lokal hanya menjadi korban dari kegiatan konversi lahan. Kondisi ini terjadi
karena banyak rumah tangga lokal yang tidak memperoleh kesempatan kerja
diluar pertanian akibat adanya kesenjangan permintaan dan penawaran tenaga kerja serta karena kalah bersaing dengan pihak luar.
BAB VII DAMPAK SOSIO-EKOLOGIS KONVERSI LAHAN
Konversi lahan pertanian di Desa Tugu Utara terjadi sebagai konsekuensi logis dari perkembangan pembangunan yang mengarah pada berkurangnya lahan-
lahan produktif, khususnya lahan pertanian. Lahan pertanian sebenarnya memberikan manfaat bagi lingkungan disekitarnya karena menjaga keutuhan
lahan. Akan tetapi fenomena konversi lahan yang semakin lama semakin meningkat dan sulit untuk diatasi menyebabkan timbulnya berbagai dampak bagi
sosial ekologi Desa Tugu Utara. Adapun dampak sosial ekologi konversi lahan tersebut antara lain dampak pada akses rumah tangga terhadap air, cara warga
membuang limbah rumah tangga, dan yang paling utama adalah terjadinya degradasi lingkungan seperti banjir, longsor dan kebisingan. Terdapat keterkaitan
antara dampak sosio-ekologis konversi lahan dengan tipe konversi lahan yang terjadi di Desa Tugu Utara dimana antara Kampung Sampay dan Kampung
Sukatani mengalami perbedaan dalam memperoleh dampak tersebut.
7.1 Akses Rumah Tangga Terhadap Sumberdaya Air
Akses rumah tangga terhadap sumberdaya air dapat dikatakan mudah dan terjangkau untuk semua kalangan karena sebagian besar warga memanfaatkan
mata air Sungai Ciliwung sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan air. Berikut ini adalah data mengenai akses warga terhadap sumberdaya air yang
divisualisasikan pada Gambar 16.
Gambar 16. Akses Rumah Tangga Desa Tugu Utara Terhadap Sumberdaya Air