Struktur Pendapatan DAMPAK SOSIO-EKONOMIS KONVERSI LAHAN

raya umumnya merupakan milik para pendatang, sementara warga lokal berada dibagian dalam kampung dan menunggu adanya tawaran kerja sebagai buruh bangunan.

6.4 Struktur Pendapatan

Salah satu alasan terjadinya perubahan pola pekerjaan rumah tangga Desa Tugu Utara yang sebagian besar beralih ke pekerjaan sektor non pertanian adalah keinginan rumah tangga untuk memperoleh keuntungan ekonomi yang lebih dari sektor non pertanian karena adanya anggapan bahwa pendapatan dari sektor non pertanian lebih elastis 16 . Struktur pendapatan dalam penelitian ini dikategorikan menjadi lima yaitu: sangat rendah Rp. 0, rendah 12.000.000, sedang Rp.12.000.000 ≤ x Rp. 36.000.000, tinggi Rp. 36.000.000 ≤ x Rp. 60.000.000 dan sangat tinggi ≥ Rp. 60.000.000. Pengambilan data pendapatan responden dilakukan dengan merinci pendapatan per hari atau per bulan atau dalam satu tahun terakhir baik bagi rumah tangga yang bermatapencaharian disektor non pertanian atau pertanian atau juga berpola nafkah ganda. Data pada Gambar 10 di bawah ini menunjukkan pendapatan rata-rata rumah tangga selama satu tahun terakhir. Gambar 10. Pendapatan Rata-Rata Rumah Tangga Desa Tugu Utara Selama Satu Tahun Terakhir Rupiah Rata-rata pendapatan rumah tangga Desa Tugu Utara dari dua kampung penelitian selama satu tahun terakhir kurang dari Rp. 12.000.000,- atau memiliki 16 Lebih elastis maksudnya lebih mudah diperoleh dan pemasukan besar. pendapatan kurang dari Rp. 1000.000,- per bulan dengan jumlah rumah tangga sebanyak 28 rumah tangga 47 persen dari dua kampung dengan rincian rumah tangga Kampung Sukatani sebanyak 16 rumah tangga 53 persen, sementara Kampung Sampay berjumlah 12 rumah tangga 40 persen. Hal ini mengkhawatirkan mengingat lokasi desa yang berada disekitar tempat rekreasi tetapi sebagian besar pendapatan rumah tangga berada pada kategori rendah. Kemudian ada juga rumah tangga yang tidak memiliki pendapatan sama sekali selama satu tahun terakhir yaitu sebanyak dua rumah tangga Kampung Sampay. Saya tidak memiliki pemasukan sama sekali, tapi alhamdulilah suka ada saja rezek. Orang-orang juga suka memandang aneh pada saya, saya tidak punya kerja tapi anak-anak tiap hari bisa berangkat sekolah. Jadi kalau ditanya pendapatan saya berapa saya memang tidak punya pendapatan sama sekali. Asalkan niat kita lurus dan baik pasti ada jalannya, ada rezekinya Haji Jpr, 54 tahun. Bapak Haji Jpr merupakan salah satu rumah tangga Kampung Sampay yang bekerja serabutan, sehingga tidak memperoleh pendapatan yang pasti selama satu tahun terakhir. Tingkat pendidikan yang rendah dan daya saing yang tinggi disektor non pertanian menjadi salah satu penyebab tidak adanya pekerjaan tetap yang dapat beliau tekuni. Selain itu, tempat tinggal yang saat ini beliau dan keluarga tempati adalah lahan sawah yang dikonversi menjadi tempat tinggal. Selainnapak Haji Jpr 54 tahun, ada juga kasus yang menimpa Bapak Haji Tmm 83 tahun beliau bekerja sebagai petani sayur, namun dalam setahun terakhir kemarin beliau tidak memperoleh pendapatan dari hasil pertaniannya karena mengalami gagal penen. Bekerja menjadi petani sayur setahun kemarin tidak memperoleh keuntungan, karena saya mengalami gagal panen. Kemarin saya mengeluarkan biaya untuk modal sebesar Rp. 500.000,- tetapi karena gagal panen jadinya rugi Haji Tmm, 83 tahun. Sebanyak 27 rumah tangga 45 persen dari total keseluruhan responden memiliki pendapatan berkisar Rp. 36.000.000,- sampai kurang dari Rp. 60.000.000,- atau berada pada kategori sedang. Sementara rumah tangga yang memiliki pendapatan tinggi Rp. 36.000.000,- sampai kurang dari Rp. 60.000.000,- dan sangat tinggi ≥ 60.000.000 secara berturut-turut berjumlah satu rumah tangga dan dua rumah tangga Kampung Sampay, sementara untuk Kampung Sukatani tidak ada rumah tangga yang memiliki pendapatan yang tinggi atau sangat tinggi. Berdasarkan data dari struktur pendapatan rumah tangga di dua kluster penelitian yaitu Kampung Sampay dan Kampung Sukatani kemudian dikategorisasikan lagi menurut lapisan sosial ekonomi yaitu lapisan sosial ekonomi bawah sangat rendah dan rendah, lapisan sosial ekonomi menengah sedang dan lapisan sosial ekonomi atas tinggi dan sangat tinggi. Berikut ini adalah Gambar 11 yang menunjukkan lapisan sosial ekonomi rumah tangga Kampung Sampay dan rumah tangga Kampung Sukatani. Gambar 11. Lapisan Sosial Ekonomi Desa Tugu Utara Berdasarkan Struktur Pendapatan Data pada Gambar 11 di atas menunjukkan adanya perbedaan lapisan sosial ekonomi rumah tangga Kampung Sampay dan rumah tangga Kampung Sukatani. Pada Kampung Sampay dan Kampung Sukatani sebagian besar rumah tangga berada pada lapisan sosial ekonomi bawah dimana persentase rumah tangga pada lapisan ini secara berturut-turut sebanyak 47 persen dan 53 persen. Persentase rumah tangga Kampung Sukatani masih lebih besar dibandingkan rumah tangga Kampung Sampay. Hal ini terjadi karena rendahnya pendapatan yang diperoleh rumah tangga Kampung Sukatani. Sementara itu, untuk rumah tangga yang berada pada kategori lapisan sosial ekonomi menengah untuk Kampung Sampay sebanyak 43 persen dan Kampung Sukatani sebanyak 47 persen. Selanjutnya di Kampung Sukatani tidak ditemukan rumah tangga yang berada pada kategori lapisan sosial ekonomi atas, sedangkan di Kampung Sampay masih ada rumah tangga yang berada pada lapisan sosial ekonomi atas sebanyak sepuluh persen. Hal ini terjadi karena rumah tangga yang berada pada kategori lapisan sosial ekonomi atas lebih memilih tinggal di Kampung Sampay dengan alasan dekat dengan jalan raya, sarana dan prasarana tersedia serta mudah dalam aksesbilitas perekonomian, sedangkan jika berada di Kampung Sukatani rumah tangga yang termasuk kategori ini merasa tidak memiliki kemudahan dalam akses transportasi dan sarana perekonomian karena lokasinya yang terpencil. Secara umum dapat disimpulkan bahwa rumah tangga Desa Tugu Utara berada pada lapisan sosial ekonomi bawah yaitu sebanyak 50 persen dari total keseluruhan responden baik itu rumah tangga Kampung Sampay maupun Kampung Sukatani. Kemudian lapisan sosial ekonomi menengah mencapai 27 orang atau 45 persen, sementara rumah tangga yang berada pada lapian sosial ekonomi atas hanya lima persen saja. Keadaan ini menjelaskan bahwa konversi lahan di kawasan Desa Tugu Utara kurang memberikan dampak yang positif pada peningkatan pendapatan rumah tangga setempat baik rumah tangga yang bekerja di sektor pertanian, luar pertanian maupun pola nafkah ganda. 6.5 Kondisi Tempat Tinggal 6.5.1 Status Penguasaan Tempat Tinggal

Dokumen yang terkait

Identifikasi dan Analisis Permasalahan Institusi dalam Kompleksitas Penataan Kawasan Puncak (Studi Kasus Kelurahan Cisarua dan Desa Tugu Utara Kabupaten Bogor)

1 14 162

Analisis Sosio Agraria Dan Konversi Lahan Serta Strategi Perlindungan Lahan Sawah Di Kota Sukabumi

0 8 99

Dampak Ekowisata Terhadap Kondisi Sosio-Ekonomi dan Sosio-Ekologi Masyarakat di Taman Nasional Gunung Halimun-Salak (Studi Citalahab Central dan Citalahab Kampung, Desa Malasari, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor)

1 7 153

Dampak sosio=ekonomi da ekologi kawasan industri batu bata (kasus kampung Ater dan Ciawitan desa Gorowong kecamatan Parung Panjang kabupaten Bogor, Jawa Barat)

0 3 191

Dampak Sosio-Ekonomis dan Sosio-Ekologis Akibat Industri Manufaktur (Studi Kasus: Desa Sukadanau, Kecamatan Cikarang Barat, Kabupaten Bekasi)

0 12 199

Dampak aktivitas pertambangan bahan galian golongan c terhadap kondisi kehidupan masyarakat desa (analisis sosio-ekonomi dan sosio-ekologi masyarakat Desa Cipinang, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

2 14 120

Analisis Sistem Tataniaga Komoditas Brokoli di Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor

3 15 230

Fluks CO2 dari Andosol pada Penggunaan Lahan Kebun Teh dan Tanah Bera di Desa Tugu Utara Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor

0 3 25

Penggunaan Lahan Dan Nilai Sewa Lahan (Land Rent) Di Kawasan Puncak; Studi Kasus Desa Tugu Utara Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor

0 5 70

Pengaruh Konversi Lahan Hutan Tehadap Sifat Fisika Tanah (Studi Kasus : Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Bogor)

0 4 44