sebagai upah. Biasanya kawin kontrak terjadi pada bulan Juni dan dilakukan hanya beberapa bulan saja selama orang-orang Arab berada di Indonesia.
4.4 Karakteristik Responden
Rata-rata umur responden penelitian dari dua kampung berbeda adalah 40 tahun dengan kisaran antara 35 tahun sampai 44 tahun, yang sebagian besar
berumur 45 tahun keatas. Sementara itu, untuk tingkat pendidikan dalam penelitian ini dikategorikan menjadi lima, yaitu kategori sangat rendah, rendah,
sedang, tinggi dan sangat tinggi. Pada Gambar 4 ditunjukkan tingkat pendidikan warga Desa Tugu Utara yang diambil dari 60 responden di dua tempat yang
berbeda yaitu Kampung Sampay dan Kampung Sukatani.
Gambar 4. Tingkat Pendidikan Responden Desa Tugu Utara
Berdasarkan Gambar 4 di atas, terdapat responden Desa Tugu Utara yang tidak pernah mengenyam bangku sekolah sebanyak sepuluh rumah tangga 17
persen dari 60 orang responden. Sebagian besar responden ini hanya berpendidikan sampai Sekolah Dasar SD yaitu sebanyak 29 rumah tangga 48
persen. Kemudian hanya delapan rumahtangga 13 persen saja yang pernah tamat sampai Sekolah Menengah Pertama SMP, 12 rumah tangga 20 persen
yang tamat Sekolah Menengah Atas SMA dan hanya satu rumah tangga yang sampai pada tingkat pendidikan tertinggi yaitu Perguruan Tinggi atau sekitar dua
persen. Data ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden Desa Tugu Utara memiliki tingkat pendidikan yang rendah, apalagi bagi responden berusia tua yang
secara umum hanya tamat Sekolah Dasar SD. Rendahnya pendidikan responden berbanding lurus dengan umur
responden. Oleh karena saat responden berusia sekolah dasar, di wilayah Desa Tugu Utara tidak terdapat sekolah. Sekolah hanya ada di kecamatan yang
membutuhkan waktu satu jam dengan berjalan kaki, ditambah lagi tidak adanya alat transportasi dan adanya ketakutan “anak” untuk menyebrang jalan. Selain itu,
sarana dan prasarana pendidikan belum memadai dimana warga tidak mengenakan baju seragam, sepatu ataupun alat tulis. Sehingga rendahnya tingkat pendidikan ini
merupakan hal yang biasa pada saat itu. Rendahnya tingkat pendidikan dapat berimplikasi pada kondisi perekonomian responden dan perilaku responden
terhadap lingkungan.
Waktu dulu mah bu, mana ada kayak jaman sekarang, serba susah mau sakola teh. Da ka sakola teh jalan kaki jauh da aya di kecamatan, terus
suka takut nyebrang dulu mah, jadi mending gak ke sekolah Haji Plh, 60
tahun.
[
Waktu zaman dulu untuk sekolah segalanya sulit. Berangkat sekolah harus dengan berjalan kaki, sementara letak sekolah ada di kecamatan.
Selain itu, anak-anak zaman dulu memiliki rasa takut untuk menyebrang jalan, sehingga lebih memilih untuk tidak berangkat sekolah
Haji Plh, 60 tahun].
Penyebab anak-anak pada saat itu tidak berangkat ke sekolah selain karena jarak tempuh yang jauh menuju sekolah juga disertai tidak adanya dukungan yang
tinggi dari lingkungan dan kurangnya pemahaman mengenai pentingnya arti sekolah, sehingga rata-rata tingkat pendidikan repsonden rendah. Selain tingkat
pendidikan, jumlah tanggungan keluarga juga menjadi faktor yang berpengaruh terhadap kondisi perekonomian. Dilihat dari rata-rata umur responden waktu
pengambilan data 30 tahun, maka pada tahun diperkirakan sebagian besar anak- anak responden masih dalam berada dibawah usia produktif. Sedangkan saat ini
2010 anak-anak responden sebagian besar sudah berada pada usia produktif, tetapi masih tetap menjadi tanggungan keluarga yang bersangkutan. Kondisi ini
terjadi karena banyak anak yang sudah berusia produktif tetapi tidak punya pekerjaan atau pun bekerja serabutan. Selain itu, terlihat bahwa anak-anak yang
berusia produktif dan telah memiliki keluarga sendiri tidak mampu untuk
membantu perekonomian keluarganya karena kondisi ekonominya yang pas- pasan.
Responden penelitian adalah warga lokal warga asli dan pendatang dengan latar belakang pekerjaan yang berbeda-beda. Berdasarkan data yang
diperoleh dilapangan terdapat tiga jenis pekerjaan yang ada di Desa Tugu Utara yang terbagi menjadi tiga yaitu pekerjaan di sektor pertanian, pekerjaan di non
pertanian dan pekerjaan di sektor pertanian sekaligus sektor non pertanian pola nafkah ganda. Berikut ini adalah daftar pekerjaan warga Kampung Sampay dan
Kampung Sukatani berdasarkan kategori pekerjaannya yang dipaparkan pada Gambar 5.
Gambar 5. Jumlah Responden Desa Tugu Utara Berdasarkan Kategori Pekerjaan, 2010
Berdasarkan data pada gambar di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar warga Desa Tugu Utara bekerja disektor non pertanian sebanyak 34 orang, warga
yang berprofesi sebagai petani hanya sebanyak sepuluh orang, sedangkan warga yang bekerja disektor pertanian sekaligus sektor non pertanian sebanyak 16 orang.
Angka-angka tersebut menunjukkan bahwa pekerjaan disektor non pertanian mendominasi kegiatan perekonomian warga Desa Tugu Utara.
BAB V TIPE-TIPE KONVERSI LAHAN DI DESA TUGU UTARA
5.1 Fenomena Konversi Lahan di Desa Tugu Utara
Lahan pertanian yang dimaksud dalam konteks penelitian ini adalah lahan sawah dan lahan kering yang umumnya produktif untuk dimanfaatkan di bidang
pertanian seperti sayuran, palawija dan tanaman lainnya. Di desa penelitian yaitu Desa Tugu Utara secara umum penggunaan lahan diperuntukkan bagi lahan
sawah, penggunaan lahan kering perkebunankebun campuran, tempat tinggal, bangunan villa, hotel dan restoran, serta lahan kosong.
Lahan sawah merupakan lahan darat yang digunakan untuk menanam padi. Lahan kering merupakan lahan
yang digunakan untuk kebun campuran dimana didalamnya terdapat campuran berbagai tanaman seperti sayuran dan tanaman keras serta batas-batas antara
tanaman tersebut tidak begitu jelas Ruswandi, 2005. Tempat tinggal merupakan tempat seseorang bernaung berupa rumah. Bangunan villa dan hotel merupakan
bangunan-bangunan yang dimanfaatkan untuk kegiatan perekonomian. Lahan kosong adalah lahan yang tidak digunakan untuk budidaya tanaman atau bangunan
Ruswandi, 2005.
Lahan pertanian di Desa Tugu Utara semakin lama semakin mengalami penurunan. Hal ini terjadi akibat perubahan peruntukkan lahan pertanian menjadi
peruntukkan lahan non pertanian. Apalagi di kampung yang dekat dengan jalan raya seperti di Kampung Sampay, kondisi ini mengakibatkan warga lokal yang
awalnya berkecimpung di dunia pertanian baik sebagai pemilik lahan maupun petani penggarap rata-rata keluar dari kegiatan pertanian karena lahan pertanian
yang tengah digarap, dijual oleh pemiliknya atau dikonversi ke penggunaan non pertanian.
Saya sebenarnya lebih memilih menjadi petani dibandingkan menjadi tukang warung, karena jika menjadi petani dapat bekerja mandiri, tidak
menjadi disuruh-suruh. Dari semenjak saya SD, saya sudah membantu orang tua bertani, tetapi apa boleh buat rezeki saya saat ini menjadi
pedagang. Selain itu, disini Kampung Sampay sudah tidak ada lagi lahan pertanian, andai saja ada lahan, saya berminat untuk menjadi petani
Bapak Ujk, 32 tahun.
Sebenarnya warga lokal yang saat ini bekerja diluar sektor pertanian memiliki minat untuk bekerja dibidang pertanian, namun sulitnya akses pada