menggunakan tenaga kerja yang dibawanya dari kota untuk mengurus lahan pertanian miliknya, sehingga sulit bagi warga lokal untuk memperoleh manfaat
dari lahan pertanian tersebut. Berbeda halnya dengan keadaan pertanian di Kampung Sukatani dimana lahan pertanian masih melimpah, walaupun sebagian
besar lahan pertanian di kampung ini dimiliki warga luar desa, namun warga lokal memiliki kesempatan untuk bekerja di lahan tersebut. Di Kampung Sukatani
terdapat dua kelompok tani dalam memproduksi hasil pertaniannya. Kelompok pertama menggunakan pertanian organik dan kelompok kedua menggunakan
bahan-bahan kimia dalam memproduksi hasil pertaniannya. Kelompok yang bergelut dibidang pertanian organik terdiri dari sebagian warga yang menekuni
pertanian organik dan bukan merupakan kelompok resmi, sementara kelompok yang bergelut dibidang pertanian kimia merupakan salah satu kelompok tani resmi
di Desa Tugu Utara yakni Kelompok Tani Sukatani yang beranggotakan 18 orang. Kedua kelompok tani ini sebagian besar memproduksi sayur-sayuran seperti
kubis, cabai, ceisin, dan lain sebagainya.
4.3 Sejarah dan Fakta Konversi Lahan di Desa Tugu Utara
Desa Tugu Utara merupakan salah satu desa di kawasan wisata Puncak yang mengalami perubahan peruntukkan lahan produktif, khususnya lahan
pertanian menjadi peruntukkan lahan di luar pertanian. Berdasarkan informasi dari informan, kasus konversi lahan mulai marak terjadi di desa ini setelah berakhirnya
masa pemerintahan Soeharto. Lahan yang awalnya tidak dapat dimanfaatkan warga menjadi mudah untuk diakses, sehingga kawasan yang dulunya kaya akan
lahan produktif semakin lama semakin penuh dengan bangunan-bangunan. Penyebab terjadinya konversi lahan di Desa Tugu utara antara lain:
1. Meningkatnya jumlah penduduk baik karena faktor kelahiran maupun
migrasi penduduk yang masuk.
2. Pertumbuhan ekonomi dan pemandangan alam Puncak yang indah
mendorong adanya penanaman modal berupa investasi baik untuk dibangun tempat peristirahatan berupa villa maupun untuk kegiatan
perekonomian hotel, restoran, toko, warung, dan sebagainya.
Pertambahan jumlah penduduk memang sesuatu yang tidak dapat dielakkan bukan hanya di Desa Tugu Utara tetapi juga di kawasan lainnya.
Peningkatan jumlah penduduk tersebut menyebabkan meningkatnya kebutuhan akan lahan sehingga baik lahan produktif maupun lahan non produktif mengalami
perubahan peruntukkan lahan. Di Desa Tugu Utara lahan produktif yang digunakan untuk kegiatan pertanian berubah fungsinya menjadi pemukiman,
padahal desa ini termasuk desa yang menjadi kawasan resapan air di wilayah Bopunjur Bogor, Puncak, Cianjur.
Selain pertambahan jumlah penduduk, suguhan pemandangan Puncak yang eksotis mendorong para investor untuk melakukan penanaman modal seperti
membangun hotel dan restoran, membangun villa baik untuk tempat peristirahatan pribadi maupun untuk disewakan, serta membangun tempat-tempat wisata.
Pembangunan ini dilakukan di kawasan-kawasan sekitar Puncak termasuk di Desa Tugu Utara. Umumnya para investor berasal dari luar desa seperti warga ibukota
atau dari luar negeri misalnya warga Arab. Bagi warga Arab kawasan wisata Puncak dianggap sebagai surga karena di negaranya sendiri jarang ada
pemandangan seperti pemandangan yang disuguhkan oleh kawasan Puncak, sehingga di Desa Tugu Utara ada daerah yang menjadi tempat perkumpulan warga
Arab yaitu di Warung Kaleng yang berada di wilayah Kampung Sampay. Di daerah ini terdapat sarana perekonomian yang menunjang aktivitas liburan warga
Arab seperti tempat money changer, restoran Arab, toko yang menyediakan pernak-pernik khas Arab, taksi berupa mobil APV yang menjadi kendaraan warga
Arab selama ada di daerah Puncak dan lain sebagainya. Kedatangan para wisatawasan lokal dan luar negeri, khususnya Timur
Tengah memberikan dampak negatif pada lingkungan setempat karena di desa ini khususnya di Kampung Sampay terkenal dengan adanya pariwisata seks.
Pariwisata seks yang dimaksud adalah adanya isu-isu “kawin kontrak” yang dilakukan warga Timur Tengah dengan warga di luar wilayah ini. Biasanya
oknum-oknum yang menjadi pelaku kawin kontrak ini adalah seorang pekerja seks komersial PSK yang berasal dari Cianjur, Sukabumi, dan Indramayu. Prosedur
kawin kontrak ini tidak sesuai dengan akidah islam. Para oknum tersebut menggunakan “wali gadungan” hanya untuk memenuhi syarat pernikahan Islam,
walaupun dalam agama hal tersebut tidak diperkenankan. Pihak-pihak yang terlibat kawin kontrak memperoleh sejumlah uang dari warga Timur tengah
sebagai upah. Biasanya kawin kontrak terjadi pada bulan Juni dan dilakukan hanya beberapa bulan saja selama orang-orang Arab berada di Indonesia.
4.4 Karakteristik Responden