Fakta-Fakta Konversi Lahan Berdasarkan Tipe Konversi di Desa

Kampung Sampay diharapkan pemilik modal tersebut memberikan kesempatan pada warga lokal untuk bekerja di tempat usahanya. Bapak Rzl merupakan salah satu orang yang mengusahakan agar pemilik modal yang membuka usaha di kampung ini dapat memberikan kesempatan kerja bagi warga lokal sekitar sepuluh persen. Disamping itu berdasarkan hasil penelitian pada 30 responden rumah tangga Kampung Sampay dan 30 responden rumah tangga Kampung Sukatani hanya terdapat 20 persen rumah tangga Kampung Sampay yang bekerja pada pemilik modal seperti sebagai karyawan toko, sedangkan rumah tangga Kampung Sukatani sebanyak 26,67 persen rumah tangga yang bekerja sebagai satpam, penjaga villa, dan security 13 . Rumah tangga yang bekerja pada pemilik modal ini bekerja pada usaha berskala kecil, sementara itu tidak ditemukan rumah tangga yang bekerja pada usaha berskala besar milik warga luar desa.

5.2.5 Fakta-Fakta Konversi Lahan Berdasarkan Tipe Konversi di Desa

Tugu Utara Uraian-uraian sebelumnya telah membahas mengenai dimensi konversi lahan dengan menguraikan tipe-tipe konversi lahan yang terjadi pada setiap kawasan baik itu Kampung Sampay maupun Kampung Sukatani. Ketiga dimensi konversi lahan saling terkait satu sama lain. Data pada Tabel 5 di bawah ini menunjukkan keterkaitan ketiga dimensi konversi lahan. Tabel 5. Hubungan Dimensi Konversi Lahan Berdasarkan Tipe Konversi yang Terjadi di Desa Tugu Utara, 2010. Dimensi Konversi Lahan Tipe Konversi Lahan Tingkat Kecepatan Pihak Pelaku Konversi Lambat Cepat Warga lokal Warga luar desa Letak Kawasan Terbuka - √ √ √ Tertutup √ - - √ Keterangan : √ = ada hubungan; - = tidak berhubungan Berdasarkan data pada Tabel 5 terdapat hubungan antara ketiga dimensi konversi lahan berdasarkan tipe-tipe konversi lahan yang terjadi di Desa Tugu Utara. Dimensi letak kawasan berada pada bagian vertikal 14 , sementara dimensi 13 Data diperoleh dari jenis pekerjaan rumah tangga Kampung Sampay dan Kampung Sukatani Terlampir 14 Dimensi letak kawasan berada di bagian vertikal karena merupakan dimensi yang menjadi tolak ukur bagi dimensi-dimensi lainnya. Dengan mengetahui letak kawasan terjadinya konversi tingkat kecepatan dan pihak pelaku konversi berada pada bagian horizontal. Dengan melihat tabel di atas dapat ditarik beberapa interpretasi antara lain: 1 Letak kawasan yang berada dekat jalan raya yaitu Kampung Sampay mengalami konversi lahan dengan tipe yang terbuka. Artinya, kawasan ini lebih mudah mengalami konversi lahan karena lokasinya yang strategis dan mudah dalam melakukan transaksi ekonomi; 2 Data pada tabel di atas menunjukkan bahwa tipe konversi lahan yang terbuka mengalami konversi lahan dengan laju yang cepat. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya bangunan-bangunan dan minimnya lahan pertanian. Berdasarkan data di lapangan, konversi lahan di Kampung Sampay sudah berlangsung lebih dari sepuluh tahun dan kegiatan konversi lahan gencar dilakukan pada masa-masa itu, sehingga pada saat ini tahun 2010 lahan pertanian di Kampung Sampay sudah sedikit jumlahnya; 3 Konversi lahan yang terjadi secara terbuka dengan laju konversi lahan yang cepat biasanya dilakukan oleh semua subjek agraria warga lokal, warga luar desa, dan pemerintah. Semua stakeholder membutuhkan lahan untuk melakukan berbagai aktivitasnya, sehingga permintaan terhadap lahan terus meningkat sementara lahan yang sifatnya terbatas sudah semakin berkurang; 4 Letak kawasan yang jauh dari jalan raya yaitu Kampung Sukatani mengalami konversi lahan secara tertutup. Tertutup dalam hal ini menunjukkan bahwa kawasan ini tidak mengalami konversi lahan sebesar konversi lahan secara terbuka. Lokasi Kampung Sukatani yang jauh dari jalan mempersulit pihak-pihak yang ingin melakukan konversi lahan karena lokasinya kurang strategis dan terpencil; 5 Data pada tabel di atas menunjukkan bahwa tipe konversi lahan yang tertutup mengalami konversi lahan dengan tingkat kecepatan lambat. Hal ini dibuktikan dengan masih banyaknya lahan pertanian dan pepohonan yang mendominasi pemandangan kawasan setempat, walaupun terdapat bangunan-bangunan seperti villa, hanya saja jumlahnya tidak sebanyak di Kampung Sampay; 6 Konversi lahan yang terjadi secara tertutup dengan laju konversi lahan yang lambat biasanya hanya dilakukan oleh warga luar desa yang memang berkeinginan untuk membangun villa ditempat yang sunyi. Akan tetapi ada juga warga lokal yang melakukan konversi hanya saja jumlahnya sedikit dibandingkan warga luar desa. lahan baik di bagian dekat jalan raya atau jauh dari jalan raya, maka dapat dianalisis dimensi tingkat kecepatan dan pihak pelaku konversi dengan melihat letak kawasannya. Berdasarkan keenam interpretasi di atas dapat disimpulkan bahwa letak kawasan mempengaruhi siapa yang melakukan konversi dan bagaimana tingkat kecepatan perubahan peruntukkan lahan yang terjadi. Hubungan antara berbagai tipe konversi lahan berdasarkan dimensi berpengaruh terhadap fenomena konversi lahan disuatu ka wasan. Hubungan dari ketiga dimensi konversi lahan berdasarkan tipe konversi lahan dapat dirangkum menjadi dua tipe yaitu Tipe I dan Tipe II. a. Tipe I dekat dengan jalan raya yaitu Kampung Sampay: Letak kawasan terbuka, laju konversi cepat dan pelaku konversi lahan adalah warga lokal dan warga luar desa. b. Tipe II jauh dari jalan raya yaitu Kampung Sukatani: Letak kawasan tertutup, laju konversi lambat dan pelaku konversi lahan adalah warga luar desa. Tipe I dan Tipe II memiliki perbedaan dilihat dari jumlah terjadinya konversi pada suatu lahan. Rata-rata lahan yang berada di Tipe I mengalami perubahan peruntukkan lahan lebih dari dua kali. Seperti pada kejadian pembangunan mesjid Al-masih yang telah dikemukakan ada uraian sebelumnya, sebelum menjadi mesjid lahan tersebut adalah lapangan sepak bola yang pada awalnya merupakan lahan pertanian produktif. Pihak pemerintah dan warga luar desa berperan dalam terjadinya perubahan peruntukkan lahan menjadi mesjid ini. Selain itu, adapula bangunan villa yang awalnya lahan pertanian kemudian beralih menjadi perkebunan dan terakhir berubah menjadi villa. Di kawasan dengan Tipe II sebagian besar lahan hanya mengalami satu kali perubahan peruntukkan lahan misalnya dari lahan pertanian menjadi villa, menjadi tempat tinggal atau berubah menjadi perkebunan. Penyebab dari perbedaan tersebut karena di kawasan Tipe I sudah jarang lahan pertanian yang dapat dikonversi, sehingga konversi lahan dilakukan pada lahan-lahan yang sudah mengalami perubahan peruntukkan lahan sebelumnya. Sementara di kawasan Tipe II masih banyak lahan pertanian yang dapat dikonversi, sehingga perubahan peruntukkan lahan dilakukan pada lahan-lahan yang masih dapat dibuat bangunan tanpa harus mengubah manfaat konversi sebelumnya. Pihak yang terlibat dalam frekuensi terjadinya konversi adalah semua stakeholder pemanfaat sumberdaya lahan seperti pemerintah, warga luar desa maupun warga lokal.

5.3 Peranan Pemerintah Terkait Konversi Lahan di Desa Tugu Utara

Peranan pemerintah Desa Tugu Utara dalam menghadapi fenomena konversi lahan berada pada situasi yang dilematis, karena pihak pemerintah berada diantara usaha pertumbuhan ekonomi yang dekat dengan pembangunan- pembangunan untuk meningkatkan pendapatan daerah sekaligus juga sebagai pihak yang harus mengendalikan kegiatan alih fungsi lahan, Bapak Ymc 42 tahun menyatakan bahwa “Peranan pemerintah dalam upaya pembangunan desa sangat besar, berbagai fasilitas dibangun untuk menunjang peningkatan desa” . Pernyataan yang dikemukakan oleh bapak Ymc 42 tahun memang benar dan merupakan suatu kontribusi yang baik ketika pemerintah desa berupaya meningkatkan fasilitas desa diera pertumbuhan ekonomi saat ini, karena dengan meningkatkan sarana dan prasarana diharapkan dapat memberikan keuntungan bagi warga desa, sementara itu dukungan warga desa sendiri terhadap pengendalian konversi lahan cenderung lemah, baik warga lokal maupun warga luar desa banyak melakukan pembangunan-pembangunan yang mengarah pada pelanggaran peraturan pemerintah. Pemandangan alam Puncak yang indah menjadi salah satu penyebab tidak kondusifnya lingkungan kebijakan di Desa Tugu Utara. Hal ini terjadi karena adanya anggapan bahwa dengan keindahan alam Puncak akan terbuka peluang- peluang usaha disektor non pertanian dan memberikan pemasukan bagi pelaku konversi. Para pelaku konversi warga lokal dan warga dari luar desa rata-rata melakukan pembangunan tanpa memperhatikan kebijakan penggunaan lahan. Mereka pemilik villa melakukan pembangunan di lahan hijau, bahkan ada yang dipinggir tebing dan kali. Padahal ada peraturan yang menyatakan untuk tidak membuat bangunan di dekat kali atau tebing beberapa meter. Hal ini dilakukan agar tanah terjaga. Namun aturan ini tidak dihiraukan oleh mereka. Bahkan sebagian besar atau hampir seluruhnya bangunan yang berdiri di daerah ini tidak memiliki IMB Izin Membuat Bangunan dan sertifikat, tetapi anehnya mereka ditarik SPP pajak Bapak Rzl, 29 tahun. Berdasarkan hal tersebut, pihak pemerintah membuat upaya pencegahan dampak yang akan ditimbulkan oleh kegiatan konversi lahan terhadap lingkungan fisik. Langkah pertama yang dilakukan pemerintah desa adalah membuat peraturan untuk warga yang melakukan konversi di kawasan ini khususnya yang membangun villa dan hotel agar membuat sumur resapan, menanam pohon dan

Dokumen yang terkait

Identifikasi dan Analisis Permasalahan Institusi dalam Kompleksitas Penataan Kawasan Puncak (Studi Kasus Kelurahan Cisarua dan Desa Tugu Utara Kabupaten Bogor)

1 14 162

Analisis Sosio Agraria Dan Konversi Lahan Serta Strategi Perlindungan Lahan Sawah Di Kota Sukabumi

0 8 99

Dampak Ekowisata Terhadap Kondisi Sosio-Ekonomi dan Sosio-Ekologi Masyarakat di Taman Nasional Gunung Halimun-Salak (Studi Citalahab Central dan Citalahab Kampung, Desa Malasari, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor)

1 7 153

Dampak sosio=ekonomi da ekologi kawasan industri batu bata (kasus kampung Ater dan Ciawitan desa Gorowong kecamatan Parung Panjang kabupaten Bogor, Jawa Barat)

0 3 191

Dampak Sosio-Ekonomis dan Sosio-Ekologis Akibat Industri Manufaktur (Studi Kasus: Desa Sukadanau, Kecamatan Cikarang Barat, Kabupaten Bekasi)

0 12 199

Dampak aktivitas pertambangan bahan galian golongan c terhadap kondisi kehidupan masyarakat desa (analisis sosio-ekonomi dan sosio-ekologi masyarakat Desa Cipinang, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

2 14 120

Analisis Sistem Tataniaga Komoditas Brokoli di Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor

3 15 230

Fluks CO2 dari Andosol pada Penggunaan Lahan Kebun Teh dan Tanah Bera di Desa Tugu Utara Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor

0 3 25

Penggunaan Lahan Dan Nilai Sewa Lahan (Land Rent) Di Kawasan Puncak; Studi Kasus Desa Tugu Utara Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor

0 5 70

Pengaruh Konversi Lahan Hutan Tehadap Sifat Fisika Tanah (Studi Kasus : Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Bogor)

0 4 44