Berdasarkan data pada Gambar 6 dapat dilihat bahwa bentuk perubahan peruntukkan lahan pertanian menjadi peruntukkan lahan non pertanian di Desa
Tugu Utara rata-rata dikonversi menjadi bangunan-bangunan seperti rumah, villa, hotel, mesjid dan tokowarung. Biasanya perubahan lahan pertanian menjadi
rumah atau toko dilakukan oleh rumah tangga setempat karena adanya kebutuhan akan tempat tinggal dan kepentingan untuk usaha. Sementara untuk perubahan
lahan pertanian menjadi villa dan hotel dilakukan oleh warga luar desa yang ingin mendapatkan keuntungan ekonomi dari usahanya tersebut. Selanjutnya ada pula
lahan yang dijadikan untuk mesjid, salah satu contohnya adalah mesjid Al-Masih yang dibangun oleh warga asal Arab sebagai bentuk sumbangan kepada
pemerintah desa. Bentuk lahan sebelum dijadikan mesjid adalah lapangan sepak bola, namun setelah ditelusuri lebih jauh ternyata sebelum dijadikan sebagai
lapangan sepak bola, lahan ini adalah lahan pertanian yang masih produktif. Lahan yang dijual oleh rumah tangga setempat pada warga luar desa juga
ada yang tidak termanfaatkan dalam artian tidak digunakan baik untuk kegiatan pertanian maupun dijadikan bangunan yaitu sebanyak empat persen. Biasanya
lahan kosong ini dibeli oleh warga luar desa hanya sebagai investasi saja karena lahan memiliki nilai investasi yang cukup baik untuk jangka panjang, disamping
harga lahan yang naik tiap tahunnya, lahan juga sifatnya tetap sehingga banyak orang yang tertarik untuk berinvestasi lahan. Namun ada pula lahan yang tetap
terpelihara yaitu sebanyak empat persen sedangkan lahan yang terpelihara sekaligus menghasilkan lahan pertanian sebanyak 34,78 persen.
Salah satu hasil dari fenomena konversi lahan di desa ini dapat dilihat dari kegiatan perekonomian yang terpusat di sepanjang jalan Raya Puncak. Ketika
melewati kawasan Puncak, khususnya kawasan yang termasuk pemerintahan Desa Tugu Utara akan ditemui berbagai macam toko mulai dari toko makanan, oleh-
oleh, warung kecil, mini market, restoran, tempat money changer dan lain sebagainya.
5.2 Tipe-Tipe Konversi Lahan
5.2.1 Kluster Konversi Lahan
Konversi lahan merupakan suatu fenomena terjadinya perubahan peruntukkan lahan pertanian menjadi peruntukkan lahan non pertanian. Pada
penelitian terdahulu seperti penelitian yang dilakukan oleh Sihaloho 2004 terdapat tujuh tipe konversi yang ditemukan di Kelurahan Mulyaharja. Ketujuh
tipe tersebut merupakan hasil temuan lapang dimana telah terjadi perubahan kawasan pedesaan menjadi perkotaan. Sementara itu dalam penelitian ini,
kawasan Desa Tugu Utara tidak mengalami perubahan kawasan menjadi perkotaan. Desa ini termasuk kedalam desa yang berada dipinggiran kota. Oleh
karena itu, berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara dengan informan yang ada di Desa Tugu Utara serta hasil rujukan dari penelitian Sihaloho 2004 dan
Soemaryanto 2001, terdapat tiga sudut pandang dimensi tipe konversi lahan yang terjadi di kawasan ini. Ketiga sudut pandang tipe konversi lahan tersebut
antara lain: 1.
Tipe yang pertama dilihat dari letak kawasan terjadinya konversi yaitu kawasan yang berada di dekat jalan raya terbuka dan cenderung mudah
dalam akses kegiatan ekonomi, kemudian kawasan yang berada jauh dari jalan raya tertutup dan cenderung sulit dalam akses kegiatan ekonomi.
2. Tipe kedua dilihat dari tingkat kecepatan terjadinya konversi lambat dan
cepat 3.
Tipe ketiga dilihat dari pihak pelaku kegiatan konversi lahan warga lokal dan warga luar desa.
5.2.2 Tipe Konversi Lahan Berdasarkan Letak Kawasan
Tipe konversi ini terjadi akibat besarnya akses pada jalan raya sehingga mempermudah dalam melakukan kegiatan perekonomian serta terbukanya
kesempatan kerja disektor non pertanian. Penelitian ini dilakukan di kawasan Desa Tugu Utara dengan menggunakan kluster yaitu dua kampung yang dapat mewakili
fenomena konversi lahan yang terjadi di desa ini. Dua kampung yang terpilih memiliki perbedaan dalam hal akses pada jalan raya. Kampung pertama yaitu
Kampung Sampay berada di bagian depan atau dekat dengan jalan raya dan kampung kedua yaitu Kampung Sukatani berada dibagian belakang atau jauh dari
jalan raya. Di Kampung Sampay kegiatan konversi lahan secara besar-besaran untuk
membangun rumah, villa dan hotel sudah menjadi suatu fenomena yang biasa karena kampung ini telah mengalami konversi lahan yang lebih terbuka
dibandingkan dengan Kampung Sukatani. Saat ini berbagai sarana dan prasarana umum mulai dari sarana pemerintahan desa dan sarana perekonomian ada di
kampung ini seperti rumah makan dan restoran sebanyak tujuh buah, villa sebanyak 36 buah, 17 warung dan toko, dua mini market, satu depot isi ulang air
mineral, tiga jasa tiket penerbanganmoney changer dan dua salon kecantikan. Hal ini berbeda dengan lahan pertanian yang semakin lama semakin berkurang dan
mengakibatkan konversi lahan yang terjadi di Kampung Sampay akhir-akhir ini tidak sebesar konversi di Kampung Sukatani karena sudah tidak ada lagi lahan
yang dapat dikonversi
11
. Kemudian sebanyak lima responden melakukan konversi lahan pertanian ke peruntukkan lahan non pertanian seperti rumah, vila dan hotel.
Kondisi ini juga didukung oleh sedikitnya rumah tangga yang berkecimpung di dunia pertanian karena dari 30 responden hanya tiga rumah tangga yang berprofesi
sebagai petani yang menggarap lahan milik orang lain. Berbeda dengan Kampung Sukatani yang hanya mengalami perubahan
peruntukkan lahan berupa bangunan villa dan green house yang tidak terlalu mencolok. Sarana dan prasarana yang ada di Kampung Sukatani antara lain lima
villa, empat warung atau toko, satu mini market dan dua perseroan CV yang bergerak dibidang pertanian. Kegiatan konversi lahan di kampung ini jauh lebih
tertutup karena letaknya yang jauh dari jalan raya dan sulitnya alat-alat transportasi untuk menjangkau kampung ini. Alat transportasi seperti mobil dan
truk hanya dapat menjangkau bagian bawah kampung dan sulit menjangkau tempat-tempat yang berada di bagian atas karena jalannya sempit, menanjak dan
penuh dengan bebatuan. Kampung ini masih penuh dengan pepohonan dan lahan pertanian serta jumlah warung yang sedikit dengan jarak antara warung yang satu
dan warung yang lainnya sangat berjauhan. Di kampung ini kegiatan konversi lahan menjadi lebih besar dibandingkan Kampung Sampay karena masih
banyaknya lahan pertanian yang dapat dialihfungsikan menjadi peruntukkan diluar pertanian. Dari 30 responden sebanyak sembilan orang melakukan konversi lahan
pertanian menjadi penggunaan diluar pertanian. Namun walaupun konversi lahan di kampung ini lebih besar, lahan pertanian masih melimpah dan terpelihara
dengan baik.
11
Konversi lahan yang sedikit di Kampung Sampay menunjukkan tidak ada lagi lahan yang dapat dikonversi karena sebagian besar lahan telah berubah menjadi bangunan-bangunan.
Uraian di atas menunjukkan terjadinya pergeseran kegiatan konversi lahan dari kawasan yang dekat jalan raya konversi tinggi ke kawasan yang jauh dari
jalan raya konversi rendah sehingga di masa yang akan datang keadaan Kampung Sukatani yang kaya akan lahan pertanian dapat berubah menjadi seperti
kondisi Kampung Sampay saat ini yang penuh dengan bangunan-bangunan. Secara ekologis kondisi Kampung Sampay yang sebagian besar lahannya telah
beralih menjadi bangunan menunjukkan bahwa kampung ini sudah mengalami krisis lingkungan dimana alam memberikan manfaat kepada manusia sedangkan
manusia sendiri memberikan kerugian pada alam untuk lebih jelasnya akan dibahas pada Bab VII.
5.2.3 Tipe Konversi Lahan Berdasarkan Tingkat Kecepatan