Definisi Operasional TINJAUAN PUSTAKA

17. Derajat kuatnya penguasaan luas lahan adalah seberapa besar penguasaan luas lahan yang dimiliki oleh suatu rumah tangga. Derajat paling kuat dimulai dari luas lahan lebih dari 7500 meter persegi, antara 5000 sampai 7400 meter persegi, antara 2500 sampai 4900 meter persegi, antara 100 sampai 2400 meter persegi, kemudian tidak memiliki lahan.

2.5 Definisi Operasional

1. Konversi lahan adalah perubahan peruntukkan lahan pertanian menjadi peruntukkan lahan non pertanian. Konversi lahan diukur dari tingkatan perubahan yang sampai tingkatan yang preservatif. a. Paling eksploitatif: lahan pertanian berubah menjadi bangunan restoran, villa, toko, rumah, hotel, jalan dll, skor 1 b. Eksploitatif: lahan pertanian berubah menjadi lahan kosong, skor 2 c. Netral: lahan pertanian berubah menjadi perkebunan, skor 3 d. Preservatif: lahan pertanian tetap terpelihara dengan baik, skor 4 e. Paling preservatif: lahan pertanian tetap terpelihara dengan baik dan menghasilkan pangan yang melimpah, skor 5 2. Pendidikan keluarga adalah kemampuan untuk dapat memenuhi pendidikan terakhir anggota keluarga. Pendidikan keluarga diukur dari tingkat pendidikan yang paling rendah sampai yang paling tinggi. a. Sangat rendah: tidak sekolah, skor 1 b. Rendah: tamat sampai SDSederajat, skor 2 c. Sedang: tamat sampai SMPSederajat, skor 3 d. Tinggi: tamat SMASederajat, skor 4 e. Sangat tinggi: tamat Perguruan Tinggi PT, skor 5 3. Persepsi tentang kesempatan kerja adalah persepsi rumah tangga terhadap peluangnya untuk memperoleh pekerjaan saat ini dibandingkan dengan 10 tahun yang lalu. Kesempatan kerja ini dibedakan antara kesempatan kerja disektor pertanian dan kesempatan kerja diluar sektor pertanian. i Persepsi tentang kesempatan kerja sektor pertanian adalah persepsi rumah tangga terhadap peluangnya untuk memperoleh pekerjaan di sektor pertanian setelah adanya konversi lahan. Kesempatan kerja disektor pertanian diukur dari kesempatan kerja paling mudah sampai kesempatan kerja paling sulit saat ini dibandingkan 10 tahun yang lalu. a. Sangat sulit: tidak ada lagi kesempatan kerja, skor 1 b. Sulit: pekerjaan sedikit dan terbatas, misal hanya sebagai buruh tani, skor 2 c. Netral: Sama saja, tidak ada perubahan kesempatan kerja, skor 3 d. Mudah: pekerjaan terbuka luas, skor 4 e. Sangat mudah: pekerjaan pertanian lebih besar dibandingkan pekerjaan diluar pertanian, skor 5 ii Kesempatan kerja sektor non pertanian adalah persepsi rumah tangga terhada peluangnya untuk memperoleh pekerjaan di sektor non pertanian setelah adanya konversi lahan. Kesempatan kerja sektor non pertanian diukur dari kesempatan kerja paling sulit sampai kesempatan kerja paling mudah saat ini dibandingkan 10 tahun yang lalu. a. Sangat sulit: tidak ada kesempatan kerja, skor 1 b. Sulit: pekerjaan sedikit dan terbatas, skor 2 c. Netral: Sama saja, tidak ada perubahan kesempatan kerja, skor 3 d. Mudah: pekerjaan terbuka luas, skor 4 e. Sangat mudah: pekerjaan diluar pertanian lebih besar dibanding sektor pertanian, skor 5 4. Perubahan pola kerja adalah perubahan kesibukan atau kegiatan responden yang dilakukan setiap hari untuk mencari nafkah akibat terfragmentasinya lahan. Pola kerja diukur dari perubahan pekerjaan dari yang paling diluar sektor pertanian sampai pekerjaan yang termasuk paling sektor pertanian saat ini dibandingkan 10 tahun yang lalu. a. Sangat buruk: dari petani pemilikpenggarap menjadi pengangguran, skor 1 b. Buruk: dari petani pemilikpenggarap menjadi pekerja sektor non pertanian, skor 2 c. Sedang: Pola nafkah ganda bekerja di pertanian dan luar pertanian, skor 3 d. Baik: tetap bekerja sebagai petani, skor 4 e. Sangat baik: dari pekerja non pertanian menjadi bekerja sebagai petani, skor 5 5. Struktur pendapatan adalah jumlah pemasukan yang diterima seseorang sebagai imbalan atas pekerjaan yang telah dilakukan dalam kurun waktu satu tahun. Jumlah pendapatan dikategorikan berdasarkan rata-rata pendapatan rumah tangga di lokasi penelitian. a. Sangat rendah: Rp. 0,- , skor 1 b. Rendah: Rp. 12.000.000, skor 2 c. Sedang: Rp. 12.000.000 ≤ x 36.000.000, skor 3 d. Tinggi: Rp. 36.000.000 ≤ x 60.000.000, skor 4 e. Sangat tinggi: Rp. ≥ 60.000.000, skor 5 6. Penguasaan lahan adalah perubahan status lahan yang dikuasai rumah tangga akibat konversi lahan. Status ini diukur dari yang status paling rendah tunakisma sampai paling tinggi milik sendiri yang diperoleh berdasarkan data di lapangan. a. Sangat rendah: tidak punya lahan, skor 1 b. Rendah: tumpang sari, skor 2 c. Sedang: bagi hasil, skor 3 d. Tinggi: sewa, skor 4 e. Sangat tinggi: milik, skor 5 7. Luas lahan pertanian adalah jumlah lahan pertanian yang dimiliki oleh setiap rumah tangga setelah adanya perubahan peruntukan lahan. Luas lahan pertanian diukur dari kepemilikan luas lahan pertanian paling sempit sampai paling luas. a. Tidak punya lahan: 0 ha skor 1 b. Lahan sempit: 0,01 ha – 0,24 ha, skor 2 c. Sedang: 0,25 ha – 0,49 ha, skor 3 d. Lahan luas: 0,50 ha – 0,74 ha, skor 4 e. Lahan sangat luas: + 0,75 ha, skor 5 8. Tempat tinggal adalah tempat seseorang bernaung. Tempat tinggal ini terdiri dari kondisi tempat tinggal, status tempat tinggal, dan kepemilikan alat elektronik serta alat transportasi. i Kondisi tempat tinggal adalah keadaan fisik rumah yang ditempati oleh suatu keluarga. Kondisi tempat tinggal diukur dari kapasitas rumah dan kekuatan bangunan rumah dari yang paling rentan roboh hingga paling kokoh. a. Sangat tidak layak: dinding triplekbambu, alas tanah, dan kapasitas tidak memadai untuk semua anggota keluarga, skor 1 b. Tidak layak: dinding tembok dan alas tanah atau dinding triplekbambu dan alas semen, serta kapasitas tidak memadai untuk semua anggota keluarga, skor 2 c. Sedang: Dinding triplekbambu dan alas semen atau dinding tembok dan alas tanah, serta kapasitas memadai untuk semua anggota keluarga, skor 3 d. Layak: dinding tembok, alas semen atau keramik dan kapasitas memadai untuk semua anggota keluarga, skor 4 e. Sangat layak: dinding tembok, alas semen atau keramik, kapasitas memadai untuk semua anggota keluarga dan memiliki fasilitas hiburan, seperti kolam berenang, taman, dan lain-lain, skor 5 ii Status tempat tinggal adalah status rumah yang ditempati seseorang. Status ini diukur dari status paling rendah sampai paling tinggi. a. Sangat buruk: tidak punya tempat tinggal, skor 1 b. Buruk: menumpang, skor 2 c. Sedang: gadai, skor 3 d. Baik: sewa, skor 4 e. Sangat baik: milik, skor 5 iii Kepemilikan aset adalah jumlah barang berharga yang dimiliki oleh suatu rumah tangga. Kepemililkan aset diukur dari status rumah dan kepemilikan alat elektronik dari yang paling sedikit sampai paling banyak. a. Sangat rendah: ≤ 4 buah, skor 1 b. Rendah: 5 buah - 8 buah, skor 2 c. Sedang: 9 buah - 12 buah, skor 3 d. Tinggi: 13 buah - 16 buah, skor 4 e. Sangat tinggi: ≥ 16 buah, skor 5 9. Hubungan antar anggota rumah tangga adalah interaksi antara anggota keluarga setelah adanya konversi lahan. Hubungan ini diukur dari tingkat kebersamaan dalam memutuskan sesuatu dari yang paling individual sampai yang paling kolektif. a. Sangat rendah: semua keputusanpekerjaankegiatan dilakukan sendiri- sendiri tanpa adanya bantuan atau diskusi terlebih dahulu dengan anggota keluarga, skor 1 b. Rendah: semua keputusanpekerjaankegiatan hanya dibicarakan seperlunya saja dengan anggota keluarga, skor 2 c. Sedang: semua keputusanpekerjaankegiatan dilakukan dengan diskusi dulu, skor 3 d. Tinggi: semua keputusanpekerjaankegiatan dilakukan dengan adanya bantuan atau diskusi terlebih dahulu dengan anggota keluarga, skor 4 e. Sangat tinggi : semua keputusanpekerjaankegiatan dilakukan dengan adanya bantuan atau diskusi terlebih dahulu dengan anggota keluarga serta memanfaatkan waktu luang untuk berkumpul bersama, skor 5 10. Degradasi lingkungan adalah kerusakan lingkungan yang mengakibatkan terjadinya berbagai bencana, seperti banjir, longsor, dan kebisingan. i Banjir adalah bencana alam yang terjadi karena adanya air yang meluap melebihi batas normal. Banjir ini diukur dari tingkat kejadian dalam setahun terakhir di lokasi penelitian. a. Pernah: terjadi banjir di dekat tempat tinggal, skor 0 b. Tidak pernah: tidak pernah terjadi banjir di dekat tempat tinggal, skor 1 ii Longsor adalah bencana alam akibat rusaknya tanah. Longsor ini diukur dari tingkat kejadian dalam setahun terakhir di lokasi penelitian. a. Pernah: terjadi longsor di dekat tempat tinggal, skor 0 b. Tidak pernah: tidak pernah ada longsor di dekat tempat tinggal, skor 1 11. Akses terhadap sumberdaya air adalah cara seseorang memperoleh air untuk kebutuhan hidup. Akses terhadap air diukur dari cara memperoleh air dari yang sulit sampai yang mudah. a. Sulit: tidak memiliki akses mendapatkan air, skor 0 b. Mudah: air tersedia dimana-mana, skor 1 12. Kualitas air minum merupakan keadaan air secara fisik dilihat dari warna, rasa, dan baunya. Kondisi air minum diukur dari keadaan fisiknya dari tingkatan paling buruk hingga paling baik. a. Buruk: Air berwarna, berasa dan berbau, skor 0 b. Baik: Air tidak berwarna, berasa, dan berbau, skor 1 13. Pembuangan limbah rumah tangga merupakan dampak tidak langsung akibat konversi lahan mengenai cara-cara individu dalam rumah tangga dalam membuang sisa hasil rumah tangga plastik, kertas, dan sampah dapur. Pembuangan limbah rumah tangga diukur dari sikap individu dalam membuang limbah rumah tangga dari yang paling tidak ramah lingkungan sampai yang paling ramah lingkungan. a. Tidak ramah lingkungan: membuang sampah sembarangan, seperti ke sungai, skor 0 b. Ramah lingkungan: mengubah sampah menjadi pupuk organik memisahkan sampah organik dan anorganik membakar sampah, skor 1

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang didukung oleh pendekatan kualitatif. Dalam pendekatan kuantitatif, penelitian ini menggunakan metode penelitian survei. Penelitian survei adalah penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data pokok Singarimbun, 1989. Pendekatan kuantitatif digunakan untuk mengetahui kondisi sosial ekonomi setiap rumah tangga yang menjadi sampel penelitian, sedangkan metode penelitian kualitatif digunakan untuk melihat proses konversi yang terungkap dari hasil penelitian kuantitatif. Pendekatan kualitatif dilakukan melalui studi kasus, observasi dan wawancara mendalam. 3.2 Jenis Data, Lokasi dan Waktu Penelitian Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari kuesioner yang disebar kepada responden melalui wawancara dan pencarian informasi kepada informan wawancara mendalam. Sedangkan data sekunder diperoleh melalui studi literatur yang sumbernya berasal dari berbagai dokumen-dokumen pemerintah Desa Tugu Utara, data-data dari dinas-dinas terkait, makalah ilmiah, tesis, skripsi, internet, dan lain sebagainya. Penelitian dilakukan di Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat, sejak bulan Oktober sampai November 2010. Pemilihan tempat penelitian dilakukan secara sengaja purposive. Desa ini dipilih karena merupakan salah satu desa yang menjadi kawasan hutan lindung daerah Puncak Bogor. Kawasan ini mengalami perubahan pada kondisi sosial ekologi dan sosial ekonomi akibat berlangsungnya konversi lahan pertanian menjadi pemukiman dan villa. Pengolahan data dan hasil penulisan laporan dilakukan pada bulan Desember sampai Januari 2010.

3.3 Kerangka Sampling

Kerangka sampling dalam penelitian ini terdiri dari 20 kampung yang terbagi menjadi dua kelompok dengan karakteristik yang sama. Kelompok

Dokumen yang terkait

Identifikasi dan Analisis Permasalahan Institusi dalam Kompleksitas Penataan Kawasan Puncak (Studi Kasus Kelurahan Cisarua dan Desa Tugu Utara Kabupaten Bogor)

1 14 162

Analisis Sosio Agraria Dan Konversi Lahan Serta Strategi Perlindungan Lahan Sawah Di Kota Sukabumi

0 8 99

Dampak Ekowisata Terhadap Kondisi Sosio-Ekonomi dan Sosio-Ekologi Masyarakat di Taman Nasional Gunung Halimun-Salak (Studi Citalahab Central dan Citalahab Kampung, Desa Malasari, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor)

1 7 153

Dampak sosio=ekonomi da ekologi kawasan industri batu bata (kasus kampung Ater dan Ciawitan desa Gorowong kecamatan Parung Panjang kabupaten Bogor, Jawa Barat)

0 3 191

Dampak Sosio-Ekonomis dan Sosio-Ekologis Akibat Industri Manufaktur (Studi Kasus: Desa Sukadanau, Kecamatan Cikarang Barat, Kabupaten Bekasi)

0 12 199

Dampak aktivitas pertambangan bahan galian golongan c terhadap kondisi kehidupan masyarakat desa (analisis sosio-ekonomi dan sosio-ekologi masyarakat Desa Cipinang, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

2 14 120

Analisis Sistem Tataniaga Komoditas Brokoli di Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor

3 15 230

Fluks CO2 dari Andosol pada Penggunaan Lahan Kebun Teh dan Tanah Bera di Desa Tugu Utara Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor

0 3 25

Penggunaan Lahan Dan Nilai Sewa Lahan (Land Rent) Di Kawasan Puncak; Studi Kasus Desa Tugu Utara Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor

0 5 70

Pengaruh Konversi Lahan Hutan Tehadap Sifat Fisika Tanah (Studi Kasus : Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Bogor)

0 4 44