Dampak Sosial Ekonomi Dampak Konversi Lahan

terhadap eksistensi lahan sawah sekitarnya baru significant untuk jangka waktu lama. 2. Alih fungsi yang diawali dengan alih penguasaan. Pemilik menjual kepada pihak lain yang akan memanfaatkannya untuk usaha non sawah atau kepada makelar. Secara empiris, alih fungsi lahan melalui cara ini terjadi dalam hamparan yang lebih luas, terkonsentrasi dan umumnya berkorelasi positif dengan proses urbanisasi pengkotaan. Dampak konversi terhadap eksistensi lahan sawah sekitarnya berlangsung cepat dan nyata. Kedua, pola konversi lahan yang ditinjau menurut prosesnya. Menurut prosesnya kegiatan konversi lahan sawah dapat pula terjadi secara gradual dan seketika. Secara gradual, alih fungsi lazimnya disebabkan fungsi sawah tidak optimal. Umumnya hal seperti ini terjadi akibat degradasi mutu irigasi atau usaha tani padi di lokasi tersebut tidak dapat berkembang karena kurang menguntungkan. Sedangkan secara seketika instant, alih fungsi yang umumnya berlangsung di wilayah sekitar urban, yakni berubah menjadi lokasi pemukiman atau kawasan industri. Berdasarkan faktor pokok konversi, pelaku, pemanfaat dan prosesnya, Sihaloho 2004 membedakan konversi lahan menjadi tujuh pola atau tipologi berdasarkan penelitian yang dilakukan di kelurahan Mulyaharja. Ketujuh pola tersebut antara lain: 1 Konversi Gradual-Berpola Sporadis; 2 Konversi Sistematik berpola “enclave”; 3 Konversi Lahan sebagai Respon Atas Pertumbuhan Penduduk population growth driven land conversion; 4 Konversi yang disebabkan oleh Masalah Sosial social problem driven land conversion; 5 Konversi “Tanpa Beban”; 6 Konversi Adaptasi Agraris; dan 7 Konversi Multi Bentuk atau Tanpa BentukPola.

2.1.4 Dampak Konversi Lahan

2.1.4.1 Dampak Sosial Ekonomi

Konversi lahan pertanian memberikan dampak positif pada sektor non pertanian, seperti tersedianya sarana prasarana, berlangsungnya pembangunan, dan pendapatan yang diperoleh lebih besar dibandingkan sektor pertanian. Hal ini menyebabkan para petani beralih profesi ke sektor non pertanian agar standar hidup terpenuhi Utama, 2006. Ditambah lagi dengan terjadinya penurunan produksi pertanian, maka petani pun semakin menjauh dari sektor pertanian. Saefulhakim dan Nasution 1995 sebagaimana dikutip oleh Akib 2002 menyatakan bahwa hal penting yang harus diperhatikan adalah bahwa pada kenyataannya masyarakat lokal pemilik tanah semula dan buruh tani banyak sekali yang tak dapat menikmati kesempatan kerja dan pendapatan dari aktivitas ekonomi yang baru. Pemetik manfaat umumnya justru pendatang. Hal ini disebabkan adanya senjang permintaan dan penawaran tenaga kerja maupun karena kalah bersaing dengan pendatang. Wiradi 2009 menyatakan bahwa pada keluarga miskin, cenderung akan mengorbankan harta berharga mereka agar dapat memenuhi kebutuhannya yaitu dengan menjual lahan. Dalam jangka pendek, uang hasil penjualan dapat memberikan keuntungan, namun untuk jangka panjang hanya menimbulkan permasalahan baru, seperti pendapatan dan kesempatan petani di bidang pertanian hilang, hilangnya manfaat investasi dari lahan yang terkonversi, perekonomian wilayah di bidang pertanian menurun, semakin bertambahnya pengangguran akibat petani beralih ke pekerjaan di luar sektor pertanian, karena tidak diiringi dengan keterampilan dan pendidikan yang memadai, dan terjadinya penurunan luas lahan usahatani rumah tangga petani. Lahan pertanian yang semakin sempit ini mengakibatkan terjadi ”situasi krisis” di kawasan berlangsungnya konversi lahan. Krisis tersebut pada gilirannya menyebabkan meledaknya urbanisasi karena petani tersingkir dari desanya, dan tertarik oleh sektor non pertanian di kota yang memberikan pendapatan lebih tinggi terutama pada masa awal industrialisasi Wiradi, 2009. Akibatnya, luas lahan pertanian milik petani semakin menurun. Penurunan luas lahan milik ini mempunyai pengaruh positif terhadap penurunan tingkat kesejahteraan petani. Artinya, bila lahan milik seorang petani turun satu persen, maka akan meningkatkan resiko penurunan kesejahteraan sebesar 1,079 kali Ruswandi et. al., 2007. Selain itu, hilangnya produksi pertanian akibat lahan pertanian yang dikonversi menyebabkan terancamnya ketahanan pangan nasional. Lahan pertanian yang terkonversi memiliki dampak yang bersifat permanen, kumulatif, dan progresif Irawan, 2008. Hal ini disebabkan sifat lahan pertanian yang irreversible dan upaya pencetakkan lahan sawah baru dalam rangka pemulihan produksi pangan membutuhkan waktu 5-15 tahun. Oleh karena itu, semakin tinggi tingkat konversi lahan pertanian akan menyebabkan semakin terancamnya ketahanan pangan karena luas lahan pertanian semakin berkurang. Disamping pengaruhnya pada aspek-aspek ekonomi tersebut, konversi lahan juga memberikan pengaruh pada kondisi sosial masyarakat. Masyarakat mengalami perubahan perilaku ataupun sikap mereka terhadap sektor pertanian dan sektor non pertanian yang berimplikasi pada kehidupan sehari-hari masyarakat itu sendiri.

2.1.4.2 Dampak Sosial Ekologi

Dokumen yang terkait

Identifikasi dan Analisis Permasalahan Institusi dalam Kompleksitas Penataan Kawasan Puncak (Studi Kasus Kelurahan Cisarua dan Desa Tugu Utara Kabupaten Bogor)

1 14 162

Analisis Sosio Agraria Dan Konversi Lahan Serta Strategi Perlindungan Lahan Sawah Di Kota Sukabumi

0 8 99

Dampak Ekowisata Terhadap Kondisi Sosio-Ekonomi dan Sosio-Ekologi Masyarakat di Taman Nasional Gunung Halimun-Salak (Studi Citalahab Central dan Citalahab Kampung, Desa Malasari, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor)

1 7 153

Dampak sosio=ekonomi da ekologi kawasan industri batu bata (kasus kampung Ater dan Ciawitan desa Gorowong kecamatan Parung Panjang kabupaten Bogor, Jawa Barat)

0 3 191

Dampak Sosio-Ekonomis dan Sosio-Ekologis Akibat Industri Manufaktur (Studi Kasus: Desa Sukadanau, Kecamatan Cikarang Barat, Kabupaten Bekasi)

0 12 199

Dampak aktivitas pertambangan bahan galian golongan c terhadap kondisi kehidupan masyarakat desa (analisis sosio-ekonomi dan sosio-ekologi masyarakat Desa Cipinang, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

2 14 120

Analisis Sistem Tataniaga Komoditas Brokoli di Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor

3 15 230

Fluks CO2 dari Andosol pada Penggunaan Lahan Kebun Teh dan Tanah Bera di Desa Tugu Utara Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor

0 3 25

Penggunaan Lahan Dan Nilai Sewa Lahan (Land Rent) Di Kawasan Puncak; Studi Kasus Desa Tugu Utara Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor

0 5 70

Pengaruh Konversi Lahan Hutan Tehadap Sifat Fisika Tanah (Studi Kasus : Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Bogor)

0 4 44