1 Tanah sebagai media tumbuh tanaman; 2 Tanah sebagai benda alami tiga dimensi di permukaan bumi yang terbentuk dari interaksi antara bahan induk,
iklim, organisme, topografi dalam kurun waktu tertentu; dan 3 Tanah sebagai ruangan atau tempat di permukaan bumi yang digunakan manusia untuk
melakukan segala macam aktivitasnya. Pada pengertian pertama, perhatian lebih ditekankan kepada kualitas tanah. Sementara pengertian kedua, tanah
diperlakukan sebagai bahan galian atau tambang dan bahan bangunan yang dinyatakan dalam berat ton, kg atau volume m
3
, sedangkan pada pengertian ketiga tanah dinilai berdasarkan luas ha, m
2
. Dalam bahasa Inggris, dua pengertian yang pertama setara dengan kata soil sedangkan pengertian yang ketiga
setara dengan istilah land. Dengan demikian land atau lahan merupakan tanah yang dimanfaatkan manusia untuk melakukan segala macam aktivitasnya.
Soetarto et. al., 2001 sebagaimana dikutip Sihaloho 2004 menyatakan bahwa tanah merupakan salah satu faktor produksi yang penting dalam usahatani
pertanian. Sumberdaya ini termasuk sumberdaya yang “dekat” dengan petani dalam bentuk fisik tetapi “jauh” dalam bentuk akses di antara masyarakat.
Lahan memiliki berbagai manfaat, baik secara langsung maupun tidak langsung. Iqbal dan Soemaryanto 2007 menyatakan bahwa lahan difungsikan
sebagai tempat manusia beraktivitas untuk mempertahankan eksistensi. Aktivitas yang pertama kali dilakukan adalah pemanfaatan lahan untuk bercocok tanam
pertanian, selain itu lahan pertanian juga bermanfaat baik secara sosial dan ekonomi maupun lingkungan Bappenas dan PSE-KP, 2006 sebagaimana dikutip
oleh Iqbal, 2007. Secara sosial, eksistensi lahan pertanian terkait dengan tatanan kelembagaan masyarakat petani dan aspek budaya lainnya. Secara ekonomi, lahan
pertanian adalah masukan paling esensial dalam keberlangsungan proses produksi. Sementara itu, secara lingkungan, aktivitas pertanian pada umumnya relatif lebih
selaras dengan prinsip-prinsip pelestarian lingkungan Iqbal, 2007.
2.1.3 Definisi, Faktor Penyebab dan Tipe Konversi Lahan
Iqbal dan Soemaryanto 2007 menyatakan bahwa istilah alih fungsi konversi lahan merupakan perubahan spesifik dari penggunaan untuk pertanian
ke pemanfaatan bagi non pertanian. Konversi lahan merupakan suatu proses perubahan penggunaan lahan oleh manusia dari penggunaan tertentu menjadi
penggunaan lain yang dapat bersifat sementara dan permanen Maftuchah, 2005. Menurut Winoto 1995 sebagaimana dikutip oleh Akib 2002 alih guna tanah
merupakan suatu fenomena dinamik yang menyangkut aspek fisik dan aspek kehidupan masyarakat. Alih guna tanah pertanian ke non pertanian, disamping
berubahnya fenomena fisik luasan tanah pertanian, juga berkaitan erat dengan berubahnya orientasi ekonomi, sosial budaya dan politik masyarakat.
Konversi lahan adalah berubahnya satu penggunaan lahan ke penggunaan lainnya, sehingga permasalahan yang timbul akibat konversi lahan banyak terkait
dengan kebijakan tataguna tanah Ruswandi, 2005. Pengertian tersebut menunjukkan bahwa kebijakan tataguna tanah menjadi salah satu penyebab
terjadinya konversi lahan, khususnya lahan pertanian. Faktor-faktor lain yang juga menjadi penyebab berlangsungnya kegiatan konversi lahan yaitu aksesbilitas
lahan, lahan sebagai aset, persaingan antara sektor pertanian dan sektor non pertanian serta penurunan produktivitas pertanian.
1. Kebijakan Pemanfaatan Lahan
1
Kebijakan merupakan ketetapan pemerintah dalam berbagai hal termasuk menetapkan pengaturan pemanfaatan dan penggunaan lahan. Suatu kebijakan
yang baik dapat menumbuhkan situasi atau keadaan yang kondusif. Hal ini harus didukung oleh lingkungan kebijakan itu sendiri Irawan, 2008. Lingkungan
kebijakan dapat berupa persepsi masyarakat tentang suatu kebijakan, kepedulian, dan dukungan masyarakat terhadap kebijakan yang telah dirumuskan, sistem
sosial yang berlaku di masyarakat, tatanan politik, situasi ekonomi yang kondusif atau tidak kondusif, dan sistem hukum dan peradilan yang berlaku di masyarakat.
Kebijakan-kebijakan dan peraturan pemerintah tentang pemanfaatan sumberdaya alam khususnya lahan masih menjadi wacana dimana terdapat
ketidaksesuaian antara peraturan tertulis dengan implementasi di lapangan. Selain itu, konversi lahan pertanian juga terjadi karena kebijaksanaan pemerintah yang
kurang memprioritaskan sektor pertanian Utama, 2006. Padahal sektor pertanian memberikan kontribusi yang tinggi terhadap ketahanan pangan, namun kurangnya
perhatian pemerintah terhadap lahan pertanian menimbulkan konversi lahan yang
1
Berdasarkan hasil penelitian tesis Martua Sihaloho 2004 yang berjudul Konversi Lahan Pertanian dan Perubahan Struktur Agraria: Kasus Mulyaharja, Kecamatan Bogor Selatan, Kota
Bogor, Jawa Barat.
terjadi semakin meningkat. Selain itu, adanya persaingan antara berbagai stakeholder memicu terjadinya konversi lahan. Di pihak pemerintah, terdapat
kepentingan terhadap pembangunan-pembangunan seperti perumahan, pembangunan sarana dan prasarana, dan lain sebagainya. Hal ini dilakukan untuk
meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan memenuhi kebutuhan masyarakat. Sementara itu di pihak swasta, terdapat kepentingan untuk menanam modal atau
investasi terhadap usaha yang akan dibangun agar dapat mendatangkan keuntungan dimana erat kaitannya dengan kebijakan yang diberikan pemerintah.
Salah satu investasi tertinggi adalah dengan pembangunan di lahan pertanian Utama, 2006. Iqbal dan Soemaryanto 2007 menyatakan bahwa lahan pertanian
yang menjadi tempat strategis untuk pembangunan adalah lahan sawah. Dari segi keuntungan bagi para investor untuk melakukan konversi lahan di areal sawah
disebabkan oleh pembangunan prasarana dan sarana pemukiman, kawasan industri, dan sebagainya cenderung berlangsung cepat di wilayah bertopografi
datar, dimana pada wilayah dengan topografi seperti itu terutama di Pulau Jawa ekosistem pertaniannya dominan areal persawahan. Sementara itu, masyarakat
merupakan pihak yang juga memperoleh dampak dari kebijakan pemerintah. Menurut Widiatmaka 2007 kebijakan penggunaan lahan didasarkan pada
berbagai aspek antara lain: 1 Aspek teknis yaitu menyangkut potensi sumberdaya lahan yang dapat diperoleh dengan cara melakukan evaluasi kesesuaian lahan; 2
Aspek lingkungan yaitu dampaknya terhadap lingkungan; 3 Aspek hukum yaitu harus sesuai dengan peraturan dan undang-undang yang berlaku; 4 Aspek sosial
yaitu menyangkut penggunaan lahan untuk kepentingan sosial; 5 Aspek ekonomi yaitu penggunaan lahan secara optimal yang memberi keuntungan setinggi-
tingginya tanpa merusak lahannya sendiri serta lingkungannya; dan 6 Aspek politik yaitu kebijakan pemerintah.
2. Aksesbilitas Lahan
2
Aksesbilitas menurut Saefulhakim dan Nasution 1995 sebagaimana dikutip oleh Akib 2002 terkait dengan adanya pembangunan-pembangunan
sarana dan prasarana transportasi yang berimplikasi terhadap meningkatnya aksesbilitas lokasi. Hal ini akan lebih mendorong perkembangan penggunaan
2
Ibid.
tanah pertanian ke non pertanian. Wilayah yang jauh dari pusat perekonomian cenderung mengalami konversi lahan dengan dibangunnya sarana dan prasarana
transportasi, karena ketika terdapat sarana transportasi dapat mempermudah akses masyarakat untuk berbagai hal. Oleh karena itu, konversi lahan pertanian menjadi
lahan peruntukkan lain akan akan semakin meningkat. Selain itu, lahan yang biasanya dijadikan untuk kegiatan konversi adalah lahan yang jaraknya dekat atau
berbatasan dengan perkotaan. Saefulhakim dan Nasution 1995 sebagaimana dikutip oleh Akib 2002 menyatakan bahwa penyebab terjadinya konversi lahan
di wilayah yang jaraknya dekat dengan perkotaan adalah memungkinkan berlangsungnya kegiatan perekonomian dimana lahan pertanian diubah menjadi
bangunan-bangunan seperti industri, pabrik, pembangunan transportasi, dan sarana pemukiman penduduk. Oleh sebab itu, aksesbilitas terhadap lahan pertanian untuk
dialihfungsikan ke non pertanian mempertimbangkan jarak dengan sarana dan prasarana.
3. Lahan Sebagai Aset
3
Lahan merupakan aset yang berharga bagi kehidupan manusia. Dardak 2005 mengemukakan bahwa lahan memiliki dua karakteristik unik, diantaranya
adalah 1 sediaanluas relatif tetap karena perubahan luas akibat proses alami sedimentasi dan proses artifisial reklamasi sangat kecil; 2 lahan memiliki
sifat fisik jenis batuan, kandungan mineral, topografi, dsb. dengan kesesuaian dalam menampung kegiatan masyarakat yang cenderung spesifik. Kedua
karakteristik tersebut mengakibatkan lahan menjadi suatu komoditas yang memiliki nilai yang tinggi. Oleh sebab itu, berbagai stakeholder saling bersaing
untuk memperoleh manfaat lahan karena menyadari pentingnya lahan. 4.
Persaingan Sektor Pertanian dan Sektor Non Pertanian
4
Sektor pertanian dengan sektor non pertanian saling bersaing untuk dapat memanfaatkan lahan seoptimal mungkin. Persaingan pemanfaatan lahan tersebut
muncul akibat adanya tiga fenomena ekonomi dan sosial yaitu keterbatasan
3
Berdasarkan hasil penelitian tesis Novi Akib Narlila 2002 Studi Keterkaitan Antara NIlai Manfaat Lahan Land Rent dan Konversi Lahan Pertanian di Kecamatan Pancoran Mas Kota
Depok .
4
Berdasarkan hasil penelitian jurnal yang dilakukan oleh Bambang Irawan yang berjudul Meningkatkan Efektivitas Kebijakan Konversi Lahan
pada tahun 2008.
sumberdaya lahan, pertumbuhan penduduk, dan pertumbuhan ekonomi Irawan, 2008.
a. Keterbatasan Lahan
Di setiap daerah luas lahan yang tersedia relatif tetap atau terbatas. Hal ini memicu terjadinya persaingan antara berbagai aktor agar dapat memanfaatkan
lahan, ditambah lagi dengan sifatnya yang tidak tergantikan. b.
Pertumbuhan penduduk Pertumbuhan penduduk dunia semakin tinggi, sehingga akan
meningkatkan kelangkaan lahan yang berimplikasi pada terbatasnya sumberdaya lahan untuk mencukupi kebutuhan manusia Anugerah, 2005. Pertumbuhan
penduduk menimbulkan terjadinya kepadatan penduduk yang akan memicu berlangsungnya konversi lahan pertanian untuk sarana tempat tinggal, yaitu
pemukiman. Setiap individu membutuhkan tempat untuk menetap, maka meningkatnya jumlah penduduk mengharuskan terjadinya konversi lahan
pertanian menjadi lahan yang dimanfaatkan untuk tempat tinggal. Selain itu, terdapat interkoneksitas antara penduduk pedesaan dengan penduduk perkotaan.
Bertambahnya jumlah penduduk pedesaan mengakibatkan berlangsungnya arus urbanisasi. Urbanisasi merupakan proses meningkatnya proporsi penduduk yang
bermukim di daerah perkotaan Rusli, 1995. Beberapa penyebab terjadinya urbanisasi dirumuskan menjadi tiga yaitu adanya pertambahan alami penduduk
perkotaan pertumbuhan penduduk perkotaan, terjadinya migrasi dari desa ke kota, dan perubahan daerah pedesaan menjadi perkotaan. Penyebab yang ketiga
merupakan implikasi dari berlangsungnya konversi lahan pertanian menjadi non pertanian.
c. Pertumbuhan ekonomi
Utama 2006 menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi cenderung mendorong permintaan lahan untuk kegiatan non pertanian dengan laju lebih
tinggi dibandingkan dengan permintaan lahan untuk kegiatan pertanian, karena permintaan produk non pertanian lebih elastis terhadap pendapatan. Meningkatnya
kelangkaan lahan akibat pertumbuhan penduduk, yang diiringi dengan meningkatnya permintaan lahan yang relatif tinggi untuk kegiatan non pertanian
akibat pertumbuhan ekonomi pada akhirnya mengakibatkan konversi lahan pertanian. Selain itu, pertumbuhan ekonomi suatu daerah dicerminkan oleh
pertumbuhan PDRB Produk Domestik Regional Bruto daerah tersebut. Peningkatan PDRB suatu wilayah berarti terjadi peningkatan kegiatan pada sektor
non pertanian, sehingga dapat menghasilkan nilai produk lebih tinggi yang dapat meningkatkan sumbangan sektor tersebut dalam pembentukan PDRB Utama,
2006. Hal ini menyebabkan terjadinya konversi lahan pertanian untuk sektor di luar pertanian agar PDRB daerah tersebut meningkat.
5. Penurunan Produktivitas Pertanian
Masyarakat petani menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian, namun adanya berbagai pembangunan dan akibat dari persaingan antara sektor
pertanian dengan sektor non pertanian menimbulkan keberlangsungan hidup petani di sektor pertanian terancam. Hal ini menurut Saefulhakim dan Nasution
1995 sebagaimana dikutip oleh Akib 2002 terkait dengan strukur biaya produksi pertanian dimana biaya produksi dan aktivitas budidaya tanah sawah
yang semakin mahal akan cenderung memperkuat proses peralihgunaan tanah. Salah satu faktor pendorong meningkatnya biaya produksi ini adalah berkaitan
dengan skala usaha. Selain itu, fluktuasi harga pertanian menyangkut aspek fluktuasi harga-harga komoditi yang dapat dihasilkan dari pembudidayaan sawah
misalnya palawija dan padi. Oleh sebab itu, tingginya biaya pengelolaan lahan pertanian memberi pengaruh pada keputusan petani untuk meninggalkan sektor
pertanian dan beralih ke sektor non pertanian dengan menjual lahan mereka. Kegiatan konversi lahan memiliki beragam pola tertentu tergantung pada
kebutuhan dari usaha konversi lahan itu sendiri. Menurut Soemaryanto, et.al. 2001 memaparkan bahwa pola konversi lahan dapat ditinjau dari beberapa
aspek. Pertama, menurut pelaku konversi, yang dibedakan menjadi dua yaitu:
1.
Alih fungsi secara langsung oleh pemilik lahan yang bersangkutan. Lazimnya, motif tindakan ada tiga, yaitu:
a Untuk pemenuhan kebutuhan akan tempat tinggal. b Dalam rangka meningkatkan pendapatan melalui alih usaha.
c Kombinasi dari a dan b seperti misalnya untuk membangun rumah tinggal yang sekaligus dijadikan tempat usaha. Pola konversi seperti ini
terjadi di sembarang tempat, kecil-kecil dan tersebar. Dampak konversi
terhadap eksistensi lahan sawah sekitarnya baru significant untuk jangka waktu lama.
2.
Alih fungsi yang diawali dengan alih penguasaan. Pemilik menjual kepada pihak lain yang akan memanfaatkannya untuk usaha non sawah atau
kepada makelar. Secara empiris, alih fungsi lahan melalui cara ini terjadi dalam hamparan yang lebih luas, terkonsentrasi dan umumnya berkorelasi
positif dengan proses urbanisasi pengkotaan. Dampak konversi terhadap eksistensi lahan sawah sekitarnya berlangsung cepat dan nyata.
Kedua, pola konversi lahan yang ditinjau menurut prosesnya. Menurut prosesnya kegiatan konversi lahan sawah dapat pula terjadi secara gradual dan
seketika. Secara gradual, alih fungsi lazimnya disebabkan fungsi sawah tidak optimal. Umumnya hal seperti ini terjadi akibat degradasi mutu irigasi atau usaha
tani padi di lokasi tersebut tidak dapat berkembang karena kurang menguntungkan. Sedangkan secara seketika instant, alih fungsi yang umumnya
berlangsung di wilayah sekitar urban, yakni berubah menjadi lokasi pemukiman atau kawasan industri.
Berdasarkan faktor pokok konversi, pelaku, pemanfaat dan prosesnya, Sihaloho 2004 membedakan konversi lahan menjadi tujuh pola atau tipologi
berdasarkan penelitian yang dilakukan di kelurahan Mulyaharja. Ketujuh pola tersebut antara lain: 1 Konversi Gradual-Berpola Sporadis; 2 Konversi
Sistematik berpola “enclave”; 3 Konversi Lahan sebagai Respon Atas Pertumbuhan Penduduk population growth driven land conversion; 4 Konversi
yang disebabkan oleh Masalah Sosial social problem driven land conversion; 5 Konversi “Tanpa Beban”; 6 Konversi Adaptasi Agraris; dan 7 Konversi Multi
Bentuk atau Tanpa BentukPola.
2.1.4 Dampak Konversi Lahan