Fenomena Konversi Lahan di Desa Tugu Utara

BAB V TIPE-TIPE KONVERSI LAHAN DI DESA TUGU UTARA

5.1 Fenomena Konversi Lahan di Desa Tugu Utara

Lahan pertanian yang dimaksud dalam konteks penelitian ini adalah lahan sawah dan lahan kering yang umumnya produktif untuk dimanfaatkan di bidang pertanian seperti sayuran, palawija dan tanaman lainnya. Di desa penelitian yaitu Desa Tugu Utara secara umum penggunaan lahan diperuntukkan bagi lahan sawah, penggunaan lahan kering perkebunankebun campuran, tempat tinggal, bangunan villa, hotel dan restoran, serta lahan kosong. Lahan sawah merupakan lahan darat yang digunakan untuk menanam padi. Lahan kering merupakan lahan yang digunakan untuk kebun campuran dimana didalamnya terdapat campuran berbagai tanaman seperti sayuran dan tanaman keras serta batas-batas antara tanaman tersebut tidak begitu jelas Ruswandi, 2005. Tempat tinggal merupakan tempat seseorang bernaung berupa rumah. Bangunan villa dan hotel merupakan bangunan-bangunan yang dimanfaatkan untuk kegiatan perekonomian. Lahan kosong adalah lahan yang tidak digunakan untuk budidaya tanaman atau bangunan Ruswandi, 2005. Lahan pertanian di Desa Tugu Utara semakin lama semakin mengalami penurunan. Hal ini terjadi akibat perubahan peruntukkan lahan pertanian menjadi peruntukkan lahan non pertanian. Apalagi di kampung yang dekat dengan jalan raya seperti di Kampung Sampay, kondisi ini mengakibatkan warga lokal yang awalnya berkecimpung di dunia pertanian baik sebagai pemilik lahan maupun petani penggarap rata-rata keluar dari kegiatan pertanian karena lahan pertanian yang tengah digarap, dijual oleh pemiliknya atau dikonversi ke penggunaan non pertanian. Saya sebenarnya lebih memilih menjadi petani dibandingkan menjadi tukang warung, karena jika menjadi petani dapat bekerja mandiri, tidak menjadi disuruh-suruh. Dari semenjak saya SD, saya sudah membantu orang tua bertani, tetapi apa boleh buat rezeki saya saat ini menjadi pedagang. Selain itu, disini Kampung Sampay sudah tidak ada lagi lahan pertanian, andai saja ada lahan, saya berminat untuk menjadi petani Bapak Ujk, 32 tahun. Sebenarnya warga lokal yang saat ini bekerja diluar sektor pertanian memiliki minat untuk bekerja dibidang pertanian, namun sulitnya akses pada lahan pertanian mengakibatkan kebanyakan dari mereka memilih bekerja disektor non pertanian seperti pedagang, tukang ojeg dan sebagainya. Awalnya sebagian besar rumah tangga di desa ini memiliki lahan pertanian namun karena kondisi ekonomi yang semakin sulit, kebanyakan dari mereka akhirnya menjual lahan pada orang lain atau bahkan mengkonversinya ke peruntukkan diluar pertanian, sehingga mengakibatkan terjadi perpindahan penguasaan lahan. Data pada Gambar 6 di bawah ini menunjukkan latar belakang terjadinya konversi lahan yang berlangsung di Desa Tugu Utara. Gambar 6. Proses Terjadinya Konversi 9 Data pada Gambar 5 menunjukkan bahwa sebagian besar lahan milik rumah tangga setempat dijual kepada orang lain sehingga terjadi perubahan status kepemilikan lahan menjadi milik orang lain, namun sebagian besar lahan di desa ini juga mengalami konversi lahan yang dilakukan oleh pemiliknya sendiri warga luar desa yaitu sebesar 26,08 persen. Awalnya lahan yang dikuasai warga luar desa adalah lahan milik rumah tangga setempat namun karena tuntutan ekonomi atau ingin merubah kondisi ekonomi kearah yang lebih baik maka rumah tangga tersebut menjual lahannya. Dari transaksi jual beli tersebut, warga luar desa yang telah memiliki lahan melakukan konversi lahan pertanian ke peruntukkan lahan non pertanian, seperti membuat villa. Akan tetapi, ada juga warga luar desa yang tetap mempertahankan lahan sebagai lahan pertanian dengan menggunakan tenaga kerja rumah tangga setempat untuk mengolah lahan pertanian tersebut, hal ini 9 Jumlah responden diambil dari rumah tangga yang berkecimpung di dunia pertanian yaitu sebanyak 23 orang atau 23.33 persen dari 60 orang seperti yang terjadi pada Bapak Uyh 46 tahun yang dikemukakan oleh saudaranya bapak Ymc 42 tahun. Dulu, kakak saya memiliki lahan seluas tiga hektar, tetapi sekarang sudah dijual pada orang Jakarta seluas dua hektar, sehingga hanya sisa satu hektar. Kakak saya tetap mengelola lahan pertaniannya yang satu hektar tetapi juga mengelola lahan milik orang Jakarta yang membeli lahannya melalui tumpang sari. Sebagian lahan yang dibeli warga luar desa ada yang diubah menjadi villa. Kakak saya tidak berani bilang pada orang lain jika dia memiliki lahan, karena dia orangnya sederhana Bapak Ymc, 42 tahun. Di desa ini juga masih terdapat rumah tangga yang tetap mempertahankan lahan pertanian miliknya sendiri tanpa menjual atau melakukan konversi sebanyak delapan rumah tangga 34,78 persen. Rumah tangga ini tidak memiliki ketertarikan pada dunia non pertanian dan sudah merasa nyaman menjadi petani, sehingga lebih memilih tetap mempertahankan lahan pertanian disaat banyak tawaran pembelian lahan. Selain itu, ada pula rumah tangga yang menjual sebagian lahannya pada orang lain dan sebagian lagi dikonversi ke peruntukkan diluar pertanian sebanyak 8,69 persen. Biasanya rumah tangga yang menjual sekaligus mengkonversi lahan miliknya sendiri menggunakan uang hasil penjualannya untuk membuat bangunan disebagian lahannya yang akan dikonversi. Akan tetapi, ada juga rumah tangga yang langsung melakukan konversi lahan di lahan pertaniannya sendiri untuk membuka usaha, misalnya warung. Berikut ini adalah bentuk-bentuk konversi lahan yang terjadi di Desa Tugu Utara yang diuraikan pada Gambar 7. Gambar 7. Bentuk Perubahan Peruntukkan Lahan 10 10 Jumlah responden diambil dari rumah tangga yang berkecimpung di dunia pertanian yaitu sebanyak 23 rumah tangga atau 23,33 persen dari 60 rumah tangga. Berdasarkan data pada Gambar 6 dapat dilihat bahwa bentuk perubahan peruntukkan lahan pertanian menjadi peruntukkan lahan non pertanian di Desa Tugu Utara rata-rata dikonversi menjadi bangunan-bangunan seperti rumah, villa, hotel, mesjid dan tokowarung. Biasanya perubahan lahan pertanian menjadi rumah atau toko dilakukan oleh rumah tangga setempat karena adanya kebutuhan akan tempat tinggal dan kepentingan untuk usaha. Sementara untuk perubahan lahan pertanian menjadi villa dan hotel dilakukan oleh warga luar desa yang ingin mendapatkan keuntungan ekonomi dari usahanya tersebut. Selanjutnya ada pula lahan yang dijadikan untuk mesjid, salah satu contohnya adalah mesjid Al-Masih yang dibangun oleh warga asal Arab sebagai bentuk sumbangan kepada pemerintah desa. Bentuk lahan sebelum dijadikan mesjid adalah lapangan sepak bola, namun setelah ditelusuri lebih jauh ternyata sebelum dijadikan sebagai lapangan sepak bola, lahan ini adalah lahan pertanian yang masih produktif. Lahan yang dijual oleh rumah tangga setempat pada warga luar desa juga ada yang tidak termanfaatkan dalam artian tidak digunakan baik untuk kegiatan pertanian maupun dijadikan bangunan yaitu sebanyak empat persen. Biasanya lahan kosong ini dibeli oleh warga luar desa hanya sebagai investasi saja karena lahan memiliki nilai investasi yang cukup baik untuk jangka panjang, disamping harga lahan yang naik tiap tahunnya, lahan juga sifatnya tetap sehingga banyak orang yang tertarik untuk berinvestasi lahan. Namun ada pula lahan yang tetap terpelihara yaitu sebanyak empat persen sedangkan lahan yang terpelihara sekaligus menghasilkan lahan pertanian sebanyak 34,78 persen. Salah satu hasil dari fenomena konversi lahan di desa ini dapat dilihat dari kegiatan perekonomian yang terpusat di sepanjang jalan Raya Puncak. Ketika melewati kawasan Puncak, khususnya kawasan yang termasuk pemerintahan Desa Tugu Utara akan ditemui berbagai macam toko mulai dari toko makanan, oleh- oleh, warung kecil, mini market, restoran, tempat money changer dan lain sebagainya.

5.2 Tipe-Tipe Konversi Lahan

Dokumen yang terkait

Identifikasi dan Analisis Permasalahan Institusi dalam Kompleksitas Penataan Kawasan Puncak (Studi Kasus Kelurahan Cisarua dan Desa Tugu Utara Kabupaten Bogor)

1 14 162

Analisis Sosio Agraria Dan Konversi Lahan Serta Strategi Perlindungan Lahan Sawah Di Kota Sukabumi

0 8 99

Dampak Ekowisata Terhadap Kondisi Sosio-Ekonomi dan Sosio-Ekologi Masyarakat di Taman Nasional Gunung Halimun-Salak (Studi Citalahab Central dan Citalahab Kampung, Desa Malasari, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor)

1 7 153

Dampak sosio=ekonomi da ekologi kawasan industri batu bata (kasus kampung Ater dan Ciawitan desa Gorowong kecamatan Parung Panjang kabupaten Bogor, Jawa Barat)

0 3 191

Dampak Sosio-Ekonomis dan Sosio-Ekologis Akibat Industri Manufaktur (Studi Kasus: Desa Sukadanau, Kecamatan Cikarang Barat, Kabupaten Bekasi)

0 12 199

Dampak aktivitas pertambangan bahan galian golongan c terhadap kondisi kehidupan masyarakat desa (analisis sosio-ekonomi dan sosio-ekologi masyarakat Desa Cipinang, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

2 14 120

Analisis Sistem Tataniaga Komoditas Brokoli di Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor

3 15 230

Fluks CO2 dari Andosol pada Penggunaan Lahan Kebun Teh dan Tanah Bera di Desa Tugu Utara Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor

0 3 25

Penggunaan Lahan Dan Nilai Sewa Lahan (Land Rent) Di Kawasan Puncak; Studi Kasus Desa Tugu Utara Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor

0 5 70

Pengaruh Konversi Lahan Hutan Tehadap Sifat Fisika Tanah (Studi Kasus : Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Bogor)

0 4 44