masyarakat; 2 kerentanan secara sosial-ekonomi-ekologi dan fisik akibat berlangsungnya kehancuran secara terus menerus; dan 3 kehidupan yang penuh
dengan resiko kehancuran taraf lanjut.
2.1.5 Peraturan Pemerintah Tentang Pengendalian Konversi Lahan
Berdasarkan UUPA No.5 tahun 1960 ayat 2 yang menyatakan bahwa Negara memiliki wewenang untuk: 1 Mengatur dan menyelenggarakan
peruntukkan, penggunaan, persediaan, dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa, 2 Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-
orang dengan bumi, air, dan ruang angkasa, dan 3 Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum
yang berkaitan dengan bumi, air, dan ruang angkasa Irawan, 2008. Sementara itu, berdasarkan Surat Menteri Negara Perencanaan Pembangunan NasionalKetua
Bappenas selaku Ketua BKTRN No. 5417MK101994 Tahun 1994, Kepada
Menteri Negara Perumahan Rakyat Republik Indonesia perihal efisiensi pemanfaatan lahan bagi perumahan, membuat suatu ringkasan yaitu: 1 Tidak
mengizinkan penggunaan tanah sawah beririgasi teknis untuk penggunaan di luar pertanian; 2 Meningkatkan upaya pembangunan perumahan bertingkat untuk
semua golongan masyarakat; 3 Pembangunan perumahan baru, supaya diarahkan ke lahan yang telah berizin lokasi. Jika memang diperlukan lokasi baru maka
diarahkan ke lahan di luar lahan beririgasi teknis.
Pernyataan di atas diperkuat oleh Surat Menteri Dalam Negeri No.4744263SSj Tahun 1994, Kepada Gubernur KDH Tingkat I seluruh
Indonesia perihal peninjauan kembali RTRW Provinsi Dati I dan RTRW KabupatenKotamadya Dati yang berisi: 1 Tidak mengizinkan perubahan
penggunaan lahan pertanian irigasi teknis menjadi penggunaan non pertanian; 2 Mengamankan jaringan irigasi teknis yang ada dan memanfaatkannya semaksimal
mungkin; 3 Mengevaluasi kembali RTRW Dati II bila didalamnya tercantum rencana penggunaan lahan sawah beririgasi teknis untuk penggunaan bukan
pertanian. Kewenangan yang dimiliki Negara tersebut berpengaruh pada kebijakan
pemerintah dalam kaitannya dengan sumberdaya alam. Oleh karena itu, terdapat peraturan pemerintah yang secara khusus membahas mengenai upaya
pengendalian konversi lahan sawah. Berikut ini peraturan pemerintah tentang pengendalian konversi lahan sawah menurut Irawan 2008 yang dirumuskan pada
Tabel 1. Tabel 1. Peraturan Pemerintah Terkait dengan Upaya Pengendalian Konversi
Lahan Sawah
Peraturan Pemerintah Substansi
KEPRES No. 531989
Pembangunan kawasan industri tidak boleh mengurangi lahan pertanian dan tidak dilakukan di atas tanah yang memiliki
fungsi utama untuk melindungi sumberdaya alam dan warisan budaya.
KEPRES No. 331990
Ijin pembebasan tanah untuk pembangunan kawasan industri tidak boleh meliputi kawasan pertanian tanaman pangan
berupa sawah irigasi dan lahan yang dicadangkan untuk pembangunan sawah irigasi.
PERMENDAGRI No. 51974
Lokasi pembangunan kompleks perumahan oleh perusahaan sedapat mungkin menghindari lahan pertanian subur dan
mengutamakan tanah yang kurang produktif. SE MNAKBPN No.
410-18511994 Dalam menyusun RTRW Dati I dan Dati II tidak
memperuntukkan lahan sawah beririgasi teknis bagi penggunaan non pertanian.
SE MNAKBPN No. 410-22621994
Pemberian ijin lokasi untuk penggunaan non pertanian tidak boleh meliputi lahan sawah beririgasi teknis.
SE KBAPENAS No. 5334 MK91994
Pelarangan konversi lahan sawah beririgasi teknis untuk penggunaan non pertanian.
SE MNAKBPN No.5335MK1994
Tidak mengijinkan perubahan pemanfaatan sawah beririgasi teknis untuk penggunan non pertanian dan RTRW Dati II yang
didalamnya meliputi rencana penggunaan lahan sawah beririgasi teknis untuk penggunaan non pertanian, harus
direvisi.
SE MNAKBPN No. 5417MK101994
Perubahan penggunaan tanah sawah beririgasi teknis untuk keperluan non pertanian tidak diijinkan.
SE MNAKBPN No. 460-15941996
Melarang perubahan status lahan sawah menjadi lahan kering dengan menutup saluran irigasi, mengeringkan lahan sawah,
menimbun lahan sawah dan seterusnya. Sumber: Irawan 2008
2.2 Kerangka Pemikiran
Konversi lahan pertanian ke lahan non pertanian seperti industri, pemukiman, villa dan lain sebagainya diduga disebabkan oleh beberapa faktor
yang dibagi menjadi faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal yang menyebabkan konversi lahan antara lain kebijakan pemerintah tentang
pemanfaatan lahan dan pengendalian konversi lahan, lahan sebagai aset, aksesbilitas terhadap sarana dan prasarana, dan persaingan antara sektor pertanian
dengan sektor non pertanian keterbatasan lahan, pertumbuhan penduduk, dan pertumbuhan ekonomi, sedangkan faktor internal yang berasal dari petani seperti