39
yang memiliki kecepatan metabolisme lebih lambat memiliki risiko gizi lebih lebih besar dibandingkan dengan individu yang memeliki metabolisme yang lebih
cepat. Namun, faktor genetik bukanlah faktor risiko yang utama bagi penderita
gizi lebih pada anak. Oleh karena itu, sebaiknya para orang tua lebih aktif dalam mencegah gizi lebih pada anak dengan cara membatasi asupan kalori dalam menu
hariannya, serta memotivasi anak untuk lebih aktif dalam bergerak dan berolahraga.
2.4.7 Konsumsi Fast Food
Menurut Wahyu 2009 Kemajuan di bidang ekonomi terutama di perkotaan menyebabkan terjadinya perubahan gaya hidup antara lain perubahan pola makan
dan kebiasaan makan yang memberikan kontribusi terhadap pesatnya fast food. Gaya hidup kota yang serba praktis memungkinkan masyarakat modern sulit untuk
menghindar dari fast food. Di Indonesia data pengeluaran uang untuk konsumsi makanan cepat saji
tersebut belum banyak dilaporkan, tetapi diduga juga ada kecenderungan meningkat. Hal ini dipengaruhi salah satunya oleh promosi produsen makanan cepat
saji yang sangat gencar. Semakin meningkatnya konsumsi makanan cepat saji tersebut dalam bahasa asalnya bahkan disebut “junk food” dalam jangka panjang
tentu dapat menimbulkan dampak negative terhadap gizi dan kesehatan. Hal tersebut karena diduga makanan cepat saji mengandung tinggi energi, protein,
lemak jenuh tinggi dan garam, tetapi rendah serat. Styne, 2003. Tinggi energi,
40
protein dan lemak baik untuk pertumbuhan, tetapi bila dikonsumsi berlebih maka
dapat menyebabkan kegemukan dan obesitas. 2.5
Dampak Status Gizi Lebih
Gizi lebih pada anak akan menimbulkan berbagai keluhan dan gangguan penyakit. Pada umumnya, gangguan kesehatan yang terjadi pada anak obesitas ialah
gangguan secara klinis, mental dan sosial. Anak yang terlalu gemuk kakinya tidak dapat menahan berat badan, akan lebih lambat duduk, bergerak dan berjalan dibanding anak
yang kurus, bahkan cenderung mengganggu pernapasan. Terdapat banyak gangguan klinis yang ditimbulkan akibat obesitas pada anak di
antaranya kencing manis diabetes mellitus tipe II, asma bronkhiale, hipertensi, sleep apnea dan gangguan tulang sendi. Gangguan klinis akibat obesitas akan mengganggu
pertumbuhan dan perkembangan anak. Diabetes mellitus tipe II pada anak obesitas merupakan hal yang sangat
mengkhawatirkan. Anak-anak penderita diabetes mellitus tipe II berisiko tinggi menderita berbagai penyakit komplikasi seperti gagal ginjal kronis, penyakit jantung bahkan stroke
dini. Anak penderita diabetes mellitus tipe II memiliki produksi insulin yang terganggu. Kebiasaan yang buruk pada pola makan anak obesitas dapat meningkatkan terjadinya
penyakit kencing manis pada anak. Asma bronkhiale merupakan kelainan sistem pernapasan yang ditandai dengan
penyempitan pada saluran napas dan bersifat sementara serta dapat semuh secara spontan tanpa pengobatan. Anak obesitas yang memiliki pola aktivitas yang rendah akan berisiko
terkena asma bronkhiale.