65
Grafik 5.6 Distribusi Sampel Berdasarkan Waktu Olahraga pada Siswa SD N 05 Kuningan Barat  Tahun 2013
Grafik di atas menunjukkan sebanyak 73  51 orang responden memiliki waktu olahraga  3 kali dalam seminggu sedangkan sebanyak 27  19 orang responden
memiliki waktu olahraga ≥ 3 kali dalam seminggu.
5.2.6 Gambaran Waktu Menonton TV pada Siswai SD N 05 Kuningan Barat
Distribusi sampel berdasarkan waktu menonton televisi dikelompokkan ke dalam dua kategori yaitu lebih jika
≥5 jam sehari dan cukup jika  5 jam sehari. Untuk lebih  jelas  dapat  dilihat  pada  Grafik  5.7  yang  menyajikan  data  distribusi  sampel
berdasarkan waktu menonton televisi responden.
10 20
30 40
50 60
70 80
Ringan Berat
66
Grafik 5.7 Distribusi Sampel Berdasarkan Waktu Menonton Televisi pada Siswa SD N 05 Kuningan Barat Tahun 2013
Data  diatas  menggambarkan  sebanyak  73  51  orang  memiliki  total  waktu menonton  tv
≥ 5 jam dalam sehari, sedangkan sebanyak 27 19 orang  memiliki total waktu menonton tv  5 jam dalam sehari.
5.2.7 Gambaran Kebiasaan Konsumsi Energi pada Siswai SD N 05 Kuningan Barat
Gambaran kebiasaan konsumsi energidibagi menjadi dua kategori yaitu lebih jika konsumsi energi  AKG dan cukup jika konsumsi energi
≤ AKG. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Grafik 5.8.
10 20
30 40
50 60
70 80
Kurang Lebih
67
Grafik 5.8 Distribusi Sampel Berdasarkan Kebiasaan Konsumsi Energi pada Siswa SD N 05 Kuningan BaratTahun 2013
Hasil analisis data diperoleh bahwa responden yang memiliki kebiasaan konsumsi energi lebih  dari AKG yaitu sebanyak 76  53 orang , sedangkan selebihnya yaitu
sebanyak 24  17 orang   responden memiliki kebiasaan konsumsi energi cukup.
5.2.8 Gambaran Kebiasaan Konsumsi Karbohidrat Siswai SD N 05 Kuningan Barat
Gambaran kebiasaan konsumsi karbohidratdibagi menjadi dua kategori yaitu lebih jika  konsumsi  karbohidrat    60  dari  total  konsumsi  dan  cukup  jika  konsumsi
karbohidrat ≤ 60 total konsumsi. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Grafik 5.9
10 20
30 40
50 60
70 80
Lebih Cukup
68
Grafik 5.9 Distribusi Sampel Berdasarkan Kebiasaan Konsumsi Karbohidrat pada Siswa SD N 05 Kuningan Barat Tahun 2013
Hasil analisis data diperoleh bahwa responden yang memiliki kebiasaan konsumsi karbohidrat  lebih  dari  60  total  energi  yaitu  sebanyak  69  48  orang,  sedangkan
selebihnya  yaitu  sebanyak  31  22 orang  responden  memiliki  kebiasaan  konsumsi karbohidrat cukup.
5.2.9 Gambaran Kebiasaan Konsumsi Protein pada Siswai SD N 05 Kuningan Barat
Gambaran  kebiasaan  konsumsi  proteindibagi  menjadi  dua  kategori  yaitu  kurang jika konsumsi protein
≥ 15 dari total konsumsi dan lebih jika konsumsi protein 15 total konsumsi. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Grafik 5.10.
10 20
30 40
50 60
70 80
Lebih Cukup
69
Grafik 5.10 Distribusi Sampel Berdasarkan Kebiasaan Konsumsi Protein pada Siswa SD N 05 Kuningan Barat Tahun 2013
Hasil  analisis  data  diperoleh  bahwa  umumnya  sebagian  besar  responden memiliki  kebiasaan  konsumsi  protein   15  dari  total  energy  yaitu  sebanyak  74
52  orang,  sedangkan  selebihnya  yaitu  sebanyak  26  18  orang  responden memiliki kebiasaan konsumsi protein lebih
5.2.10 Gambaran Kebiasaan Konsumsi Lemak pada Siswai SD N 05 Kuningan Barat
Gambaran kebiasaan konsumsi lemakdibagi menjadi dua kategori yaitu lebih jika konsumsi  karbohidrat    25  dari  total  konsumsi  dan  cukup  jika  konsumsi
karbohidrat ≤ 25 total konsumsi. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Grafik 5.11.
10 20
30 40
50 60
70 80
Kurang Lebih
70
Grafik 5.11 Distribusi Sampel Berdasarkan Kebiasaan Konsumsi Lemak pada Siswa SD N 05 Kuningan Barat Tahun 2013
Hasil analisis data diperoleh bahwa umumnya sebagian besar responden memiliki kebiasaan konsumsi lemak
≥25 dari total energi yaitu sebanyak 77 54 orang, sedangkan  selebihnya  yaitu  sebanyak  23  16  orang  responden  memiliki
kebiasaan konsumsi lemak cukup.
5.2.11 Gambaran  Kebiasaan  Konsumsi  Fast  Food  pada  Siswai  SD  N  05  Kuningan
Barat
Kebiasaan  konsumsi  fast  food dikelompokkan  menjadi  dua  kategori  yaitu  sering
jika ≥  2  kali  dalam  seminggu  dan  jarang  jika    2  kali  dalam  seminggu.  Untuk
lebih jelas, lihat Grafik 5.12
10 20
30 40
50 60
70 80
Lebih Cukup
71
Grafik 5.12 Distribusi Sampel Berdasarkan Kebiasaan Konsumsi Fast Food
pada Siswa Kelas SD N 05 Kuningan Barat Tahun 2013
Dari  Grafik  5.15  diatas,  umumnya  lebih  dari  separuh  responden  yaitu sebanyak 73  51 orang memiliki kebiasaan konsumsi fast food sering
≥ 2 kali dalam seminggu, sedangkan selebihnya yaitu sebanyak 27 19 orang memiliki
kebiasaan konsumsi fast food yang baik yaitu jarang mengkonsumsi fast food.
10 20
30 40
50 60
70 80
Lebih Cukup
72
5.3 Hasil Analisis Bivariat
Analisi  bivariat  pada  penelitian  ini  dilakukan  dengan  menggunakan  chi  square, dimana  variabel-variabel  yang  diteliti  baik  variabel  dependen  maupun  independen
berbentuk  katagorik,  sehingga  dapat  dilihat  ada  tidaknya  hubungan  antara  dua  variabel tersebut. Dikatan ada hubungan jika nilai p
≤ 0,05 dan tidak ada hubungan jika nilai p 0,05.
5.3.1 Hubungan Antara Jenis Kelamin dengan Status Gizi Lebih Pada Siswai SD N
05 Kuningan Barat
Distribusi  Siswai  SD  N  05  Kuningan  Barat  berdasarkan  hubungan  antara  jenis kelamin dengan status gizi lebih dapat dilihat pada table 5.13 berikut :
Grafik 5.13 Hubungan Jenis Kelamin dengan Status Gizi Lebih Pada Siswai SD N 05 Kuningan Barat Tahun 2013
Berdasarkan  grafik  hasil  analisis  diketahui  siswa  berjenis  kelamin  laki  – laki yang berstatus gizi lebih sebanyak 77 40 orang sedangkan siswa berjenis
kelamin laki – laki yang  berstatus tidak gizi lebih sebanyak 23 12 orang. Dari
5 10
15 20
25 30
35 40
45
Gizi Lebih Gizi Tidak Lebih
Laki-laki Perem puan
73
hasil  uji  statistik,  didapatkan  nilai  probabilitas  P  value  sebesar  0,041.  Artinya pada  α  =  5  dapat  disimpulkan  ada  perbedaan  signifikan  proporsi  siswa  yang
berstatus gizi lebih pada laki – laki maupun perempuan atau ada hubungan antara jenis kelamin dengan status gizi lebih.
5.3.2 Hubungan  Antara  Pendapatan  Orang  Tua  dengan  Status  Gizi  Lebih  Pada
Siswai SD N 05 Kuningan Barat
Distribusi  Siswai  SD  N  05  Kuningan  Barat  berdasarkan  hubungan  antara pendapatan orang tua dengan status gizi lebih dapat dilihat pada table 5.1 berikut :
Tabel 5.1 Tabulasi Silang Antara Pendapatan Orang Tua dengan Status Gizi Lebih Pada Siswai SD N 05 Kuningan Barat Tahun 2013
Pendapatan Orang Tua
Status Gizi Total
Pvalue Gizi Lebih
Tidak Gizi Lebih N
N N
Rendah 40
80 10
20 50
100 0,008
Tinggi 9
45 11
55 20
100
Total
49
70
21
30
70
100
Berdasarkan  tabel  hasil  analisis  diketahui  siswa  yang  pendapatan  orang tuanya    Rp.1.600.000,-    yang  berstatus  gizi  lebih  sebanyak  80  40  orang
sedangkan  siswa  yang pendapatan orang tuanya tinggi  yang   berstatus tidak  gizi lebih  sebanyak  55  11  orang.  Dari  hasil  uji  statistik,  didapatkan  nilai
probabilitas  P  value  sebesar  0,008 .  Artinya  pada  α  =  5  dapat  disimpulkan
74
perbedaan  signifikan  proporsi  siswa  yang  berstatus  gizi  lebih  pada  pendapatan orang  tua  rendah  atau  tinggi  atau  ada  hubungan  antara  pendapatan  orang  tua
dengan status gizi lebih.
5.3.3 Hubungan  Antara    Tingkat  Pendidikan  Ibu  dengan  Status  Gizi  Lebih  Pada
Siswai SD N 05 Kuningan Barat
Distribusi  Siswai  SD  N  05  Kuningan  Barat  berdasarkan  hubungan  antara tingkat pendidikan ibu dengan status gizi lebih dapat dilihat pada Grafik 5.2 berikut:
Tabel 5.2 Tabulasi Silang Antara  Tingkat Pendidikan Ibu dengan Status Gizi Lebih Pada Siswai SD N 05 Kuningan Barat Tahun 2013
Pendidikan Ibu
Status Gizi Total
Pvalue Gizi Lebih
Tidak Gizi Lebih N
N N
Rendah
39 79
10 20
49 100
0,011 Tinggi
10 48
11 52
21 100
Total 49
70 21
30 70
100
Berdasarkan  tabel  hasil  analisis  diketahui  siswa  yang  tingkat  pendidikan ibunya rendah
≤SMA yang berstatus gizi lebih sebanyak 80 39 orang sedangkan siswa yang pendidikan ibunya tinggi yang  berstatus tidak gizi lebih sebanyak 52
11  orang.  Dari  hasil  uji  statistik,  didapatkan  nilai  probabilitas  P  value  sebesar 0,011
.  Artinya  pada  α  =  5  dapat  disimpulkan  terdapat  perbedaan  signifikan proporsi  siswa  yang berstatus  gizi  lebih pada pendidikan  ibu  menengah  atau  tinggi
atau ada hubungan antara pendidikan ibu dengan status gizi lebih.
75
5.3.4 Hubungan Olahraga dengan Status Gizi Lebih Pada Siswai SD N 05 Kuningan
Barat
Distribusi  Siswai  SD  N  05  Kuningan  Barat  berdasarkan  hubungan  antara waktu olahraga dengan status gizi lebih dapat dilihat pada Gambar 5.3 berikut :
Tabel 5.3 Tabulasi Silang Antara Waktu Olahraga dengan Status Gizi Lebih Pada Siswai SD N 05 Kuningan Barat Tahun 2013
Olahraga Status Gizi
Total Pvalue
Gizi Lebih Tidak Gizi Lebih
N N
N Ringan
41 80
10 20
51 100
0,003
Berat
8 42
11 58
19 100
Total 49
70 21
30 70
100
Berdasarkan tabel hasil analisis diketahui siswa yang memiliki waktu olahraga ringan 3x seminggu yang berstatus gizi lebih sebanyak 80  41 orang sedangkan
siswa yang memiliki waktu olahraga ringan yang  berstatus tidak gizi lebih sebanyak 20    10  orang.  Dari  hasil  uji  statistik,  didapatkan  nilai  probabilitas  P  value
sebesar 0,003 . Artinya pada α = 5 dapat disimpulkan terdapat perbedaan signifikan
proporsi  siswa  yang  berstatus  gizi  lebih pada  siswa  yang  memiliki  waktu  olahraga ringan  maupun  berat  atau  ada  hubungan  antara  waktu  olahraga  dengan  status  gizi
lebih.
76
5.3.5 Hubungan Antara Waktu Menonton TV dengan Status Gizi Lebih Pada Siswai
SD N 05 Kuningan Barat
Distribusi Siswai  SD  N 05  Kuningan Barat  berdasarkan hubungan  antara waktu menonton televisi dengan status gizi lebih dapat dilihat pada Gambar 5.14 berikut :
Grafik 5.14 Hubungan Waktu Menonton Televisi dengan Status Gizi Lebih Pada Siswai SD N 05 Kuningan Barat Tahun 2013
Berdasarkan  Gambar  hasil  analisis  diketahui  siswa  yang  memiliki  waktu menonton  televisi
≥5  jam  perhari  yang  berstatus  gizi  lebih  sebanyak  76    39 orang  sedangkan  siswa  yang  memiliki  waktu  menonton  televisi  lebih    yang
berstatus  tidak  gizi  lebih  sebanyak  24  12  orang.  Dari  hasil  uji  statistik, didapatkan nilai probabilitas P value sebesar 0,078
. Artinya pada α = 5 dapat disimpulkan  tidak  terdapat  perbedaan  signifikan  proporsi  siswa  yang  berstatus
gizi lebih pada siswa yang memiliki waktu menonton televisi lebih maupun cukup atau tidak ada hubungan antara waktu menonton televisi dengan status gizi lebih.
5 10
15 20
25 30
35 40
45
Gizi Lebih Gizi Tidak Lebih
Lebih Kurang
77
5.3.6 Hubungan Antara Kebiasaan Konsumsi Energi dengan Status Gizi Lebih Pada
Siswai SD N 05 Kuningan Barat
Distribusi  Siswai  SD  N  05  Kuningan  Barat  berdasarkan  hubungan  antara kebiasaan konsumsi energi dengan status gizi lebih dapat dilihat pada Gambar 5.15
berikut :
Grafik 5.15 Hubungan Kebiasaan Konsumsi Energi dengan Status Gizi Lebih Pada Siswai SD N 05 Kuningan Barat Tahun 2013
Berdasarkan  Gambar  hasil  analisis  diketahui  siswa  yang  memiliki  kebiasaan konsumsi energi lebih dari AKG yang berstatus gizi lebih sebanyak 77  41 orang
sedangkan  siswa  yang  memiliki  kebiasaan  konsumsi  energi  lebih    yang    berstatus tidak  gizi  lebih  sebanyak  23  12  orang.  Dari  hasil  uji  statistik,  didapatkan  nilai
probabilitas  P  value  sebesar  0,031 .  Artinya  pada  α  =  5  dapat  disimpulkan
terdapat  perbedaan  signifikan  proporsi  siswa  yang  berstatus  gizi  lebih  pada  siswa yang  memiliki  kebiasaan  konsumsi  energi  lebih  maupun cukup  atau  ada  hubungan
antara kebiasaan konsumsi energi dengan status gizi lebih.
5 10
15 20
25 30
35 40
45
Gizi Lebih Gizi Tidak Lebih
Lebih Cukup
78
5.3.7 Hubungan Antara Kebiasaan Konsumsi Karbohidrat dengan Status Gizi Lebih
Pada Siswai SD N 05 Kuningan Barat
Distribusi  Siswai  SD  N  05  Kuningan  Barat  berdasarkan  hubungan  antara kebiasaan konsumsi karbohidrat dengan status gizi lebih dapat dilihat pada Gambar
5.16 berikut :
Garfik 5.16 Hubungan Kebiasaan Konsumsi Karbohidrat dengan Status Gizi Lebih Pada Siswai SD N 05 Kuningan Barat Tahun 2013
Berdasarkan  Gambar  hasil  analisis  diketahui  siswa  yang  memiliki kebiasaan  konsumsi  karbohidrat  lebih  yang  berstatus  gizi  lebih  dari  60  total
energi  sebanyak  79    38  orang  sedangkan  siswa  yang  memiliki  kebiasaan konsumsi  karbohirat  lebih    yang    berstatus  tidak  gizi  lebih  sebanyak  21  10
orang.  Dari  hasil  uji  statistik,  didapatkan  nilai  probabilitas  P  value  sebesar 0,023
.  Artinya  pada  α  =  5  dapat  disimpulkan  terdapat  perbedaan  signifikan proporsi  siswa  yang  berstatus  gizi  lebih  pada  siswa  yang  memiliki  kebiasaan
konsumsi  karbohidrat  lebih  maupun  cukup  atau  ada  hubungan  antara  kebiasaan konsumsi karbohidrat dengan status gizi lebih.
5 10
15 20
25 30
35 40
Gizi Lebih Gizi Tidak Lebih
Lebih Cukup
79
5.3.8 Hubungan Antara Kebiasaan Konsumsi Protein dengan Status Gizi Lebih Pada
Siswai SD N 05 Kuningan Barat
Distribusi Siswai SD N 05 Kuningan Barat berdasarkan hubungan antara kebiasaan  konsumsi  protein  dengan  status  gizi  lebih  dapat  dilihat  pada  Gambar
5.17 berikut :
Grafik 5.17 Hubungan Kebiasaan Konsumsi Protein dengan Status Gizi Lebih Pada Siswai SD N 05 Kuningan Barat Tahun 2013
Berdasarkan  Gambar  hasil  analisis  diketahui  siswa  yang  memiliki kebiasaan konsumsi protein  kurang yang berstatus gizi  lebih  sebanyak 77   40
orang  sedangkan  siswa  yang  memiliki  kebiasaan  konsumsi  protein  15  total energi    yang    berstatus  tidak  gizi  lebih sebanyak  23  12  orang.  Dari  hasil uji
statistik, didapatkan  nilai  probabilitas  P  value  sebesar 0,041 . Artinya pada α =
5  dapat  disimpulkan  terdapat  perbedaan  signifikan  proporsi  siswa  yang berstatus gizi lebih pada siswa yang memiliki kebiasaan konsumsi protein kurang
maupun lebih atau ada hubungan antara kebiasaan konsumsi protein dengan status gizi lebih.
5 10
15 20
25 30
35 40
45
Gizi Lebih Gizi Tidak Lebih
Kurang Lebih
80
5.3.9 Hubungan Antara Kebiasaan Konsumsi Lemak dengan Status Gizi Lebih Pada
Siswai SD N 05 Kuningan Barat
Distribusi  Siswai  SD  N  05  Kuningan  Barat  berdasarkan  hubungan  antara kebiasaan  konsumsi lemak dengan status  gizi lebih dapat dilihat pada Gambar 5.18
berikut :
Grafik 5.18 Hubungan Kebiasaan Konsumsi Lemak dengan Status Gizi Lebih Pada Siswai SD N 05 Kuningan Barat Tahun 2013
Berdasarkan  Gambar  hasil  analisis  diketahui  siswa  yang  memiliki kebiasaan konsumsi  lemak 25 total energi  yang  berstatus  gizi lebih  sebanyak
76  41 orang sedangkan siswa yang memiliki kebiasaan konsumsi lemak lebih yang  berstatus tidak gizi lebih sebanyak 24 13 orang. Dari hasil uji statistik,
didapatkan nilai probabilitas P value sebesar 0,032 . Artinya pada α = 5 dapat
disimpulkan  terdapat  perbedaan  signifikan  proporsi  siswa  yang  berstatus  gizi lebih pada  siswa yang memiliki kebiasaan konsumsi  lemak lebih  maupun cukup
atau ada hubungan antara kebiasaan konsumsi lemak dengan status gizi lebih.
5 10
15 20
25 30
35 40
45
Gizi Lebih Gizi Tidak Lebih
Lebih Cukup
81
5.3.10 Hubungan  Antara  Kebiasaan  Konsumsi  Fast  Food  dengan  Status  Gizi  Lebih
Pada Siswai SD N 05 Kuningan Barat
Distribusi  Siswai  SD  N  05  Kuningan  Barat  berdasarkan  hubungan  antara kebiasaan  konsumsi  fast  food  dengan  status  gizi  lebih  dapat  dilihat  pada  Gambar
5.19 berikut :
Grafik 5.19 Hubungan Kebiasaan Konsumsi Fast Food dengan Status Gizi
Lebih Pada Siswai SD N 05 Kuningan Barat Tahun 2013
Berdasarkan  Gambar  diketahui  siswa  yang  memiliki  kebiasaan  sering konsumsi  fast  food
≥2x seminggu  yang berstatus gizi  lebih  sebanyak 78   40 orang sedangkan siswa yang memiliki kebiasaan jarang konsumsi fast food  yang
berstatus  tidak  gizi  lebih  sebanyak  53  10  orang.  Dari  hasil  uji  statistik, didapatkan nilai probabilitas P value sebesar 0,018.
Artinya pada α = 5 dapat disimpulkan  terdapat  perbedaan  signifikan  proporsi  siswa  yang  berstatus  gizi
lebih  pada  siswa  yang  memiliki  kebiasaan  konsumsi  fast  food  sering  maupun jarang atau ada hubungan antara kebiasaan konsumsi fast food dengan status gizi
lebih.
5 10
15 20
25 30
35 40
45
Gizi Lebih Gizi Tidak Lebih
Sering Jarang
82
BAB VI PEMBAHASAN
6.1 Keterbatasan Penelitian
Dalam  penelitian  ini  terdapat  beberapa  kelemahan  yang  terjadi  sehingga  menjadi ketebatasan  penelitian.  Keterbatasan  ini  kemungkinan  berasal  dari  peneliti  sendiri
maupun  keterbatasan  instrument  penelitian.  Berikut  ini  beberapa  keterbatasan  yang  ada pada penelitian, yaitu :
6.1.1 Keterbatasan Desain Penelitian
Desain  penelitian  ini  menggunakan  desain  cross  sectional,  yang  memiliki kekurangan  yaitu  tidak  dapat  melihat  hubungan  sebab  akibat  karena  pengukuran
variabel independen dan dependen dilakukan secara bersamaan.
6.1.2 Keterbatasan Variabel Penelitian
Banyak  sekali  faktor-faktor  yang  mempengaruhi  status  gizi  lebih.  Namun dalam kerangka konseppada penelitian ini, hanya beberapa variabel independen yang
diperkirakan  mempunyai  hubungan  dengan  variabel  dependen,  sehingga kemungkian  masih  ada  variabel-variabel  independen  lainnya  yang  belum  masuk
dalam kerangka konsep karena tidak sesuai dengan kriteria penelitian.
6.1.3 Keterbatasan Pengumpulan Data
Beberapa  keterbatasan  yang  perlu  diketahui  dalam  pengumpulan  data  untuk penelitian ini adalah :
1. Dalam  pengambilan  data  sekunder  yang  dilakukan  peneliti  untuk  memperoleh data  sekunder  memakan  waktu  yang  cukup  lama  karna  terbentur  dengan
dilaksanakannya renovasi sekolah.
83
2. Dalam  mengambil data pola makan responden, peneliti menggunakan foodrecall 2x24  jam  yang  memungkinkan  terjadinyabias  recallkarna  sangat  bergantung
padadaya  ingat  responden.  Sehingga  untuk  meminimalisir  bias  recall  tersebut peneliti menggunakan food model pada saat wawancara recall. pada penggunaan
metode  ini dapa  terjadi  flat  slope  syndrome  yaitu kecenderungan bagi responden untuk  mengurangi  makanan  yang  dikonsumsi  atau  menambah  makanan  yang
dikonsumsi  sehingga  kemungkinan  data  pola  konsumsi  individu  tidak  dapat menggambarkan kondisi sebenarnya.
3. Pengolahan  data  recall  konsumsi  pangan  menggunakan  program  Nutri  Survey yang  dimana  memiliki  kelemahan  yaitu,  tidak semua  jenis  bahan  makanan  yang
dikonsumsi  oleh  responden    bisa  dianalisis  dengan  program  tersebut.  Hal  yang dilakukan  untuk  meminimalisir  bias  adalah  memperkirakan  kandungan  zat  gizi
yang  hampir  sama dengan  makanan  yang  sejenis,  sehingga  hasil  yang  diperoleh kurang atau lebih dari nilai gizi yang sebenarnya.
6.2 Gambaran Status Gizi Lebih Pada Pada Siswai SD N 05 Kuningan Barat
Menurut  almatsier  2006,  yang  dimaksud  dengan  Status  gizi  adalah  keadaan tubuh  sebagai  akibat  konsumsi  makanan  dan  pengguna  zat-zat  gizi.  Status  gizi
diklasifikasikan  berdasarkan  standar  ukuran  baku.  Baku  antropometri  yang  sering digunakan adalah baku Harvard dan baku WHO.
Gambaran status gizi responden berdasarkan penggolongan berat badan per umur seperti  yang  terlihat  pada  gambar 5.2 menunjukkan bahwa di  SD  N 05  Kuningan  Barat
sudah  muncul  masalah  gizi  lebih,  artinya  pihak  sekolah  dan  orangtua  hendaknya  lebih
84
memperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan statuz  gizi anak seperti asupan makanan, aktivitas  fisik,  konsumsi  makanan  jajanan  dan  kesehatannya.  Karena  bila  anak
mengalami  status  gizi  lebih  akan  berdampak  pada  kondisi  fisik,  kesehatannya  maupun psikologisnya.
Pada  data  RISKESDAS  tahun  2010,  terjadi  peningkatan  dari  6,4  pada  tahun 2007  menjadi  9,2  pada  tahun  2010  pada  anak  umur  6-12  tahun.  Prevalensi  obesitas
pada  anak  laki  laki  umur  6-12  tahun  lebih  tinggi  dari  prevalensi  pada  anak  perempuan berturut turut sebesar 9,5 dan 6,4 Riskesdas, 2010.
Dampak  yang  timbulkan  jika  seorang  anak  mengalami  malnutrisi  akan  menjadi lemah,  cepat  lelah,  dan  sakit-sakitan  sehingga  anak  akan  sering  absen  dan  sulit  untuk
mengikuti  dan  memahami  pelajaran,  sedangkan  dampak  yang  ditimbulkan  jika  anak mengalami  status  gizi  lebih  maka  akan  timbul  penyakit  degeneratif  seperti  diabetes,
hipertensi, dan penyakit lainnya. Oleh karena itu, kita perlu memperhatikan hal-hal yang berhubungan dengan status gizi pada anak usia sekolah.
6.3 Analisis  Bivariat  Faktor  –  Faktor  Yang  Berhubungan  Dengan  Status  Gizi  Lebih
Pada Siswai SD N 05 Kuningan Barat 6.3.1
Hubungan Antara Jenis Kelamin dengan Status Gizi Lebih Pada Siswai SD N 05 Kuningan Barat
Siswa berjenis kelamin laki – laki yang berstatus gizi lebih sebanyak 77
40  orang  dari  52  siswa.  Sedangkan  dari  18  siswa  berjenis  kelamin  perempuan yang  berstatus  gizi  lebih  sebanyak  50  9  orang.  Hal  ini  sesuai  dengan  hasil
penelitian Markus Ratu Ayu  Dewi Sartika 2011 dimana sampel yang digunakan anak  sekolah  dasar,  metode  cross  sectional  dan  dengan    uji  chi  squre    yang
85
membuktikan terdapatnya hubungan antara jenis kelamin dengan status gizi lebih. Dapat  terlihat  adanya  kecenderungan  lebih  besar  pada  siswa  laki  –  laki  untuk
mengalami  gizi lebih dibandingkan dengan  siswi perempuan. Hal  ini  dimungkin karena  populasi  siswa  laki  –  laki  di  SD  N  05  Kuningan  Barat  lebih  banyak
dibandingkan populasi siswa perempuan.
Persamaan  ini  kemungkinan  dikarenakan  adanya  perbedaan  asupan makananresponden  laki  –  laki  yang  kemungkinan  mempunyai  nafsu  besar
sehingga  mengkonsumsi  lebih  banyak  makanan  berkalori  tinggi  dibandingkan anak perempuan. Menurut Worthington et  al 2000 dikatakan bahwa  laki –  laki
usia sekolah mengkonsumsi sejumlah energi dan nutrisi lebih besar dibandingkan perempuan.  Di  samping  itu,  nafsu  makan  laki  –  laki  sangat  bertambah  hingga
tidak akan menemukan kesulitan untuk memenuhi kebutuhan makannya Pudjiati, 1990.
6.3.2 Hubungan  Antara  Pendapatan  Orang  Tua  dengan  Status  Gizi  Lebih  Pada
Siswai SD N 05 Kuningan Barat
Berdasarkan  hasil  penelitian  didapatkan  dari  50  orang  tua  yang berpendapatan  rendah  sebanyak  80  40  orang    yang  memiliki  anak  berstatus
gizi lebih. Sedangkan dari 20 orang tua yang berpendapatan tinggi sebanyak 45 9  orang  memiliki  anak  berstatus  gizi  lebih.  Hasil  analisis  menunjukkan  ada
hubungan yang bermakna antara pendapatan orang tua yang memiliki pendapatan rendah dengan status gizi lebih.
Hal  ini  terjadi  karena  tinggiya  makanan  sumber  karbohidrat,  sementara konsumsi protein rendah dan Perbedaan ini kemungkinan terjadi karena keluarga
86
yang  pendapatannya  lebih  rendah  kurang  mampu  menyediakan  makanan  yang sesuai  dengan  pola  menu  seimbang,  mereka  lebih  cenderung  memilih  makanan
yang mengenyangkan banyak mengandung lemak dengan harga yang terjangkau murah  dan  kurang  memperhatikan  kualitas  dan  kandungan  zat  gizinya  dan
proporsi  terbesar  pada  responden  status  ekonomi  menengah  kebawah dibandingkan dengan responden status ekonomi menengah ke atas.
Penelitian  ini  berbeda  dengan  penelitian  Nelly  2009  yang  menyatakan tidak  adanya  hubungan  antara  status  gizi  dengan  pendapatan  orang  tua  yang
dimana jumlah responden dengan pendapatan dibawah UMR mengalami obesitas sebanyak  10  orang  12  dan  tidak  mengalami  obesitas  sebanyak  73  orang
88.
6.3.3 Hubungan Antara Pendidikan Ibu dengan Status Gizi Pada Siswai SD N 05
Kuningan Barat
Pendidikan  orang  tua  khususnya  ibu  merupakan  salah  satu  faktor  yang menentukan  pertumbuhan  dan  perkembangan  anak,  dimana  pada  akhirnya
mempengaruhi  gizi  anak.  Menurut  Hidayat  1980,  mengatakan  tingkat pendidikan  akan  mempengaruhi  konsumsi  makanan  yaitu  melalui  cara  memilih
bahan makanan. Dalam penelitian ini didapatkan dari 49 ibu yang berpendidikan menengah
sebanyak  80  39  orang    yang  memiliki  anak  berstatus  gizi  lebih.  Sedangkan dari  21  ibu  yang  berpendidikan  tinggi  sebanyak  48  10  orang  memiliki  anak
berstatus  gizi  lebih.  Penelitian  ini  menunjukkan  adanya  hubungan  antara pendidikan  ibu  dengan  status  gizi  lebih.  Hasil  penelitian  ini  bermakna  dengan
87
penelitian Ratus Ayu Dewi Sartika 2011 yang menggunakan sampel yang sama yaitu  anak  sekolah    dan  jenis  penelitiannya  cross  sectional  yang  menyatakan
adanya hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan ibu dengan status gizi lebih. Persamaan ini terjadi karena pada hasil penelitian proporsi responden yang
ibunya  berpendidikan  menengah  lebih  besar  dibandingkan  responden  gizi  lebih yang orang tuanya berpendidikan tinggi.
Pengetahuan  kesehatan  dan  gizi  merupakan  faktor  yang  menonjol  dalam mempengaruhi  pola  konsumsi  makan.  Meskipun  daya  beli  terhadap  makanan
tinggi, tetapi bila tidak disertai dengan pengetahuan gizi, masalah gizi akan dapat terjadi.  Pendidikan  yang  rendah  dengan  pengetahuan  gizi  yang  cukup  dan
kesehatan yang lebih baik sehingga dapat mendorong terbentuknya perilaku yang lebih baik .
6.3.4 Hubungan  Olahraga    dengan  Status  Gizi  Pada  Siswai  SD  N  05  Kuningan
Barat
Pola  aktivitas  yang  rendah  berpengaruh  terhadap  peningkatan  risiko  gizi lebih  pada  anak.  Gizi  lebih  lebih  mudah  diderita  oleh  anak  yang  kurang
beraktivitas karena jumlah kalori yang dibakar lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah kalori yang diperoleh dari makanan yang dikonsumsi sehingga berpotensi
menimbulkan penimbunan lemak yang berlebih dalam tubuh.
Hasil  penelitian  ini  menunjukkan  dari  51  siswa  yang  memiliki  waktu olahraga ringan terdapat 80 41 orang yang berstatus gizi lebih. Sedangkan dari
19  siswa  yang  memiliki  waktu  olahraga  berat  terdapat  42  8  orang  yang berstatus gizi lebih. Penelitian ini menunjukkan adanya hubungan antara olahraga
88
dengan  status  gizi  lebih.  Artinya  responden  yang  rendah  tingkat  olahraganya berpeluang secara bermakna untuk mengalami resiko gizi lebih.
Adanya  hubungan  yang  bermakna  antara  waktu  olahraga  dengan  status gizi  lebih  kemungkinan  karena  jumlah  kalori  yang  dibakar  lebih  sedikit
dibandingkan  dengan  jumlah  kalori  yang  diperoleh  dari  makanan  yang dikonsumsi sehingga  berpotensi  menimbulkan  penimbunan  lemak  yang  berlebih
dalam tubuh sehingga mengalami gizi lebih. Hal lain yang menyebabkan adanya hubungan  antara  waktu  olahraga  dengan  status  gizi  lebih  karena  rata  –  rata
responden dalam sekali berolahraga yaitu selama kurang dari 30 menit. Selain itu juga  siswa  hanya  berolahraga  setiap  jam  pelajaran  olahraga  saja  30
menit
minggu .
6.3.5 Hubungan  Antara  Waktu  Menonton  Televisi  dengan  Status  Gizi  Pada
Siswai SD N 05 Kuningan Barat
Dari  51  siswa  yang  memiliki  waktu  menonton  televisi  lebih  sebanyak  76 39  orang  berstatus  gizi  lebih.  Sedangkan  siswa  yang  memiliki  waktu  menonton
televisi cukup sebanyak 53 10 orang yang berstatus gizi lebih. Penelitian  ini  menunjukkan  tidak  adanya  hubungan  yang  bermakna  antara
waktu  menonton  televisi  dengan  status  gizi  lebih.  Hasil  penelitian  ini  konsisten dengan  hasil  penelitian  Meilinasari  2002  yang  juga  menemukan  tidak  adanya
hubungan  antara  waktu  menonton  televisi  dengan  status  gizi  lebih.  Namun  hasil penelitian  ini  berbeda  dengan  hasil  penelitian  Daryono  2003  yang  menyatakan
adanya hubungan antara waktu menonton tv.