Metode Frekuensi Makanan Food Frequency

32

2.3.2 Kebutuhan Makanan pada Anak Sekolah

Awal usia 6 tahun anak mulai masuk sekolah, dengan demikian anak-anak mulai masuk ke dalam dunia baru, dimana dia mulai banyak berhubungan dengan orang-orang di luar keluarganya, dan dia berkenalan dengan suasana dan lingkungan baru dalam kehidupannya. Hal ini tentu saja banyak mempengaruhi kebiasaan makan mereka. Pengalaman-pengalaman baru, kegembiraan di sekolah, rasa takut terlambat tiba di sekolah, menyebabkan anak-anak ini sering menyimpang dari kebiasaan waktu makan yang sudah diberikan kepada mereka. Adanya aktivitas yang tinggi mulai dari sekolah, kursus, mengerjakan pekerjaan rumah PR dan mempersiapkan pekerjaan untuk esok harinya, membuat stamina anak cepat menurun kalau tidak ditunjang dengan intake pangan dan gizi yang cukup dan berkualitas. Agar stamina anak usia sekolah tetap fit selama mengikuti kegiatan di sekolah maupun kegiatan ekstra kurikuler, maka saran utama dari segi gizi adalah jangan meninggalkan sarapan pagi. Ada berbagai alasan yang seringkali menyebabkan anak-anak tidak sarapan pagi. Ada yang merasa waktu sangat terbatas karena jarak sekolah cukup jauh, terlambat bangun pagi, atau tidak ada selera untuk sarapan pagi. Pentingnya mengkonsumsi makanan selingan selama di sekolah adalah agar kadar gula tetap terkontrol baik, sehingga konsentrasi terhadap pelajaran dan aktivitas lainnya dapat tetap dilaksanakan. Kandungan zat gizi makanan selingan ditinjau dari besarnya kandungan energi dan protein sebesar 300 kkal dan 5 gram protein. Kebutuhan energi golongan 10-12 tahun relatif lebih besar daripada golongan 7-9 tahun, karena pertumbuhan relatif cepat, terutama penambahan 33 tinggi badan. Mulai 10-12 tahun, Kebutuhan gizi anak laki-laki berbeda dengan anak perempuan. Adapun jumlah energi dan protein yang dianjurkan oleh Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi bagi anak 7-12 tahun tertera pada tabel 2.2. Tabel 2.2 Angka Kecukupan Gizi Rata-Rata yang Dianjurkan Per Orang Per Hari Anak 7 –12 Tahun Golongan Berat Tinggi Energi Protein 7-9 tahun 25 kg 120 cm 1800 kkal 45 gram 10 –12 tahun pria 35 kg 138 cm 2050 kkal 50 gram 10 –12 tahun wanita 38 kg 145 cm 2050 kkal 50 gram Sumber : Prosiding Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII Jakarta 17- 19 Mei 2004.

2.4 Faktor Yang Mempengaruhi Gizi Lebih Pada Anak

Menurut Wahyu 2009 yaitu keturunan, tingkat pendidikan ibu, pendapatan orang tua dan pola makan. Dijelaskan menurut Hanley et al 2000 adalah jenis kelamin, aktifitas fisik, menonton televisi, dan pola makan. Beberapa penelitian menyatakan ada beberapa faktor yang mempengaruhi status gizi lebih pada anak yaitu :

2.1.1 Jenis Kelamin

Menurut hasil penelitian Hanley et al 2000, di Kanada didapatkan prevalensi gizi lebih anak usia 2- 19 tahun yaitu 27,7 pada anak laki- laki dan 33,7 pada anak perempuan. Sedangkan menurut Eko 2012 Berdasarkan jenis kelamin, prevalensi obesitas pada perempuan lebih tinggi 26,9 dibandingkan dengan laki-laki 34 16,3. Obesitas lebih umum dijumpai pada wanita karena faktor endokrin dan perubahan hormonal.

2.4.2 Pendapatan Orang Tua

Adapun menurut wahyu 2009 pendapatan berpengaruh terhadap daya beli dan perilaku manusia dalam mengkonsumsi pangan. Pendapatan keluarga juga berpengaruh terhadap besar uang jajan pada anak. Biasanya orang tua yang tingkat penghasilannya tinggi memberikan uang jajan yang lebih besar dibandingkan orang tua yang penghasilannya lebih rendah. Besarnya gaji yang diperoleh terkadang tidak sesuai dengan banyaknya jenis pekerjaan yang dilakukan. Pendapatan seseorang akan menentukan kemampuan orang tersebut dalam memenuhi kebutuhan makanan sesuai dengan jumlah yang diperlukan oleh tubuh. Apabila makanan yang dikonsumsi tidak memenuhi jumlah zat-zat gizi dibutuhkan oleh tubuh, maka dapat mengakibatkan perubahan pada status gizi seseorang Apriadji, 1986. Obesitas yang terjadi pada kelompok masyarakat dengan status sosial ekonomi rendah karena tingginya makanan sumber karbohidrat, sementara konsumsi protein rendah. Menurut Hidayati dalam Nelly 2009 peningkatan pendapatan juga dapat mempengaruhi pemilihan jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi. 35

2.4.3 Tingkat Pendidikan Ibu

Menurut Wahyu 2009 tingkat pendidikan memiliki hubungan yang erat dengan pengetahuan. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka sangat diharapkan semakin tinggi pula pengetahuan orang tersebut mengenai gizi dan kesehatan. Tingkat pendidikan orang tua, khususnya ibu merupakan salah satu faktor yang menentukan pertumbuhan dan perkembangan anak, dimana pada akhirnya mempengaruhi gizi anak. Adapun menurut Apriadji 1986 Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin tinggi pula pengetahuan orang tersebut mengenai gizi dan kesehatan. Tingkat pendidikan yang tinggi dapat membuat seseorang lebih memperhatikan makanan untuk memenuhi asupan zat-zat gizi yang seimbang. Adanya pola makan yang baik dapat mencegah terjadinya masalah yang tidak diinginkan mengenai gizi dan kesehatan.

2.4.4 Aktivitas Fisik

Menurut Hanley et al 2000 pada populasi anak- anak usia 2 – 19 tahun bahwa sub set usia 10- 19 tahun , menonton televisi ≥ 5 jam sehari telah berhubungan signifikan dengan tingginya resiko overweight daripada menonton televisi ≤ 2 jam sehari. Pola aktivitas yang minim berpengaruh terhadap peningkatan risiko obesitas pada anak. Obesitas lebih mudah diderita oleh anak yang kurang beraktivitas. Obesitas pada anak yang kurang beraktivitas maupun olahraga disebabkan karena jumlah kalori yang dibakar lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah kalori yang