38
tahun 0,95 gkg BBhr dan untuk usia 14 – 18 tahun sebesar 0,86 gkg BBhr. Jika asupan  protein  tidak  mencukupi  maka  pertumbuhan  linier  akan  berkurang,
kematangan  seksual  akan  tertunda  dan  berkurangnya  akumulasi  pada  lean  body mass Brown, 2005. Proporsi protein yang dianjurkan sesuai AKG adalah sebesar
15. Bila asupan protein rendah sedangkan asupan karbohidrat meningkat, maka dapat menyebabkan kegemukan.
Menurut  Dietary  Reference  Intake’s  DRIs  tahun  2002  berdasarkan laporan dari National Cholesterol Education Program NECP menyatakan untuk
asupan  lemak  untuk  anak  –  anak  dan  remaja,  menunjukkan  usia  4  –  18  tahun perlu mengkonsumsi lemak 25 – 35 dari total kalori. Sumber utama lemak dan
lemak jenuh pada remaja adalah susu, daging, keju, margarine, kue, donat dan es krim.  NECP  juga  merekomendasikan  konsumsi  kolesterol  tidak  lebih  dari  300
mg.  sumber  kolesterol  pada  remaja  adalah  telur,  daging,  susu,  ayam  dan  keju Brown, 2005.
Selain  itu  faktor-faktor  yang  berpengaruh  dari  konsumsi  makanan terhadap  gizi  lebih  adalah  kuantitas,  prosi  perkali  makan,  kepadatan  energi  dari
makanan yang dimakan, kebiasaan makan, frekuensi makan, dan jenis makanan.
2.4.6 Keturunan
Menurut  Wahyu  2009  Status  gizi  lebih  pada  anak  merupakan konsekuensi dari asupan kalori energi yang melebihi jumlah kalori yang dibakar
pada proses metabolisme di dalam  tubuh.  Adanaya  keterlibatan  faktor keturunan dalam  meningkatkan  faktor  risiko  gizi  lebih  diketahui  karena  adanya  perbedaan
kecepatan metabolisme tubuh antara satu individu dan individu lainnya.  Individu
39
yang  memiliki  kecepatan  metabolisme  lebih  lambat  memiliki  risiko  gizi  lebih lebih besar dibandingkan dengan individu yang memeliki metabolisme yang lebih
cepat. Namun,  faktor  genetik bukanlah  faktor  risiko  yang  utama  bagi  penderita
gizi lebih pada anak. Oleh karena itu, sebaiknya para orang tua lebih aktif dalam mencegah gizi lebih pada anak dengan cara membatasi asupan kalori dalam menu
hariannya,  serta  memotivasi  anak  untuk  lebih  aktif  dalam  bergerak  dan berolahraga.
2.4.7 Konsumsi Fast Food
Menurut  Wahyu  2009  Kemajuan  di  bidang  ekonomi  terutama  di  perkotaan menyebabkan  terjadinya  perubahan  gaya  hidup  antara  lain  perubahan  pola  makan
dan  kebiasaan  makan  yang  memberikan  kontribusi  terhadap  pesatnya  fast  food. Gaya hidup kota yang serba praktis memungkinkan masyarakat modern sulit untuk
menghindar dari fast food. Di  Indonesia  data  pengeluaran  uang  untuk  konsumsi  makanan  cepat  saji
tersebut  belum  banyak  dilaporkan,  tetapi  diduga  juga  ada  kecenderungan meningkat. Hal ini dipengaruhi salah satunya oleh promosi produsen makanan cepat
saji  yang  sangat  gencar.  Semakin  meningkatnya  konsumsi  makanan  cepat  saji tersebut dalam bahasa asalnya bahkan disebut “junk food” dalam jangka panjang
tentu  dapat  menimbulkan  dampak  negative  terhadap  gizi  dan  kesehatan.  Hal tersebut  karena  diduga  makanan  cepat  saji  mengandung  tinggi  energi,  protein,
lemak  jenuh  tinggi  dan  garam,  tetapi  rendah  serat.  Styne,  2003.  Tinggi  energi,