Status Gizi Lebih TINJAUAN PUSTAKA

35

2.4.3 Tingkat Pendidikan Ibu

Menurut Wahyu 2009 tingkat pendidikan memiliki hubungan yang erat dengan pengetahuan. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka sangat diharapkan semakin tinggi pula pengetahuan orang tersebut mengenai gizi dan kesehatan. Tingkat pendidikan orang tua, khususnya ibu merupakan salah satu faktor yang menentukan pertumbuhan dan perkembangan anak, dimana pada akhirnya mempengaruhi gizi anak. Adapun menurut Apriadji 1986 Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin tinggi pula pengetahuan orang tersebut mengenai gizi dan kesehatan. Tingkat pendidikan yang tinggi dapat membuat seseorang lebih memperhatikan makanan untuk memenuhi asupan zat-zat gizi yang seimbang. Adanya pola makan yang baik dapat mencegah terjadinya masalah yang tidak diinginkan mengenai gizi dan kesehatan.

2.4.4 Aktivitas Fisik

Menurut Hanley et al 2000 pada populasi anak- anak usia 2 – 19 tahun bahwa sub set usia 10- 19 tahun , menonton televisi ≥ 5 jam sehari telah berhubungan signifikan dengan tingginya resiko overweight daripada menonton televisi ≤ 2 jam sehari. Pola aktivitas yang minim berpengaruh terhadap peningkatan risiko obesitas pada anak. Obesitas lebih mudah diderita oleh anak yang kurang beraktivitas. Obesitas pada anak yang kurang beraktivitas maupun olahraga disebabkan karena jumlah kalori yang dibakar lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah kalori yang 36 diperoleh dari makanan yang dikonsumsi sehingga berpotensi menimbulkan penimbunan lemak yang berlebih dalam tubuh. Salah satu contoh yang mengakibatkan minimnya anak dalam beraktivitas adalah menonton TV. Menonton TV hanya menghabiskan waktu sehingga, membuat anak malas bergerak, dan cenderung membuat anak bersosialisasi dengan anak sebayanya. Sehingga dalam jangka waktu yang panjang kebiasaan anak yang minim beraktivitas ini berdampak buruk bagi kesehatan karena berpotensi menimbulkan obesitas. Selain permainan modern, ancaman bagi kesehatan anak akibat obesitas datang dari kebiasaan anak nonton siaran televisi. Beberapa penelitian mengungkapkan dalam Genis 2009 mengungkapkan bahwa setiap hari anak menghabiskan waktunya sekitar 3 jam untuk menonton siaran televisi. Biasanya dalam menonton siaran televisi anak hanya mengudap makanan ringan. Kebiasaan inilah yang berpotensi menimbulkan obesitas pada anak. Karena kudapan yang dikonsumsi anak biasanya mengandung banyak kalori. Jika asupan kalori yang berlebih ini tidak diimbangi dengan aktivitas fisik maka akan terjadi penimbunan lemak di dalam tubuh.

2.4.5 Pola Konsumsi

Pola makan juga berperan dalam peningkatan risiko terjadinya obesitas pada anak. Oleh karena itu, peran orangtua penting dalam membentuk pola makan pada anak. Ada beberapa makanan yang harus dihindari untuk mencegah obesitas pada anak adalah tingginya kalori, rendahnya serart, dan minimnya kadungan gizinya. Karena dampak dari kelebihan konsumsi energi dibadingkan dengan 37 yang diperlukan oleh tubuh sehingga kelebihan konsumsi energi disimpan dalam bentuk lemak Wahyu,2009. Makanan merupakan sumber energi. Didalam makanan yang akan diubah menjadi energi adalah zat gizi penghasil energi yaitu karbohidrat, protein, dan lemak. Apabila asupan karbohidrat, protein dan lemak berlebih, maka karbohidrat akan disimpan sebagai glikogen dalam jumlah yang terbatas dan sisanya akan menjadi lemak, protein akan dibentuk menjadi protein tubuh dan sisanya akan menjadi lemak, sedangkan lemak akan disimpan sebagai lemak. Tubuh memiliki kemampuan menyimpan lemak yang tidak terbatas. Menurut buku Gizi dan Kesehatan Masyarakat 2007, terdapat hubungan antara asupan kalori dan pertumbuhan. Pada remaja laki – laki usia 10 – 12 tahun mempunyai kecukupan energi sebesar 2,050 kkalhari dan meningkat pada usia 13 – 15 tahun yaitu 2,400 kkalhari. Pada perempuan intake kalori pada usia 10 – 12 tahun sebesar 2,050 kkalhari, meningkat pada usia 13 – 15 tahun yaitu 2,350 kkalhari. Kebutuhan protein pada anak dipengaruhi dengan jumlah protein yang diperlukan untuk memelihara jaringan tubuh yang ada dan tambahan lean body mass selama mengalami pertumbuhan. Kebutuhan protein berhubungan dengan pertumbuhan dan perkembangan anak. Kebutuhan protein per unit tinggi badan lebih tinggi pada remaja laki- laki pada usia 11 – 14 tahun dan remaja perempuan pada usia 13 – 15 tahun. Puncak terjadinya kebutuhan protein terjadi pada saat puncak percepatan tinggi badan. Dietary Reference Intake’s DRIs tahun 2002 menyatakan kebutuhan protein pada remaja laki – laki dan wanita usia 9 – 13