BAB VI PEMBAHASAN
6.1. Keterbatasan Penelitian
1. Tidak semua pasien dengan diagnosa tuberkulosis dapat dijadikan sampel penelitian, hal ini disebabkan karena pada saat pengambilan spesimen sputum
untuk pemeriksaan, sputum tersebut tidak memenuhi kriteria untuk pemeriksaan. Penyebabnya antara lain:
- Sebagian besar sputum yang diterima Laboratorium Klinik Instalasi Patologi untuk dilakukan pemeriksaan BTA berupa air liur.
- Sputum yang dikirim ke laboratorium rujukan untuk dilakukan pengujian kultur resistensi terkadang tidak bisa dilakukan dengan alasan
kontaminasi, sehingga harus dilakukan pengiriman ulang sampel sputum. - Sebagian pasien TB sulit untuk mengeluarkan sputum.
2. Kemungkinan masih ada variabel lain yang berkaitan dengan penelitian ini yang tidak terukur, hal ini dikarenakan keterbatasan kemampuan peneliti, baik
dalam pengetahuan tentang TB, keterbatasan waktu, dan keterbatasan dana.
6.2. Pembahasan
Penelitian yang berjudul “Studi Kasus Mycobacterium tuberculosis yang
Resisten Terhadap Antibiotik Lini Pertama pada Pasien Tuberkulosis di RSUP Fatmawati” ini dilakukan di RSUP Fatmawati, tepatnya di Laboratorium Klinik
Instalasi Patologi dan Instalasi Rekam Medis dan Infokes RSUP Fatmawati. Pasien yang menjadi sampel penelitian merupakan pasien tuberkulosis yang
menderita tuberkulosis paru dengan BTA + secara mikroskopis dan telah mendapatkan hasil pengujian kultur resistensi dari laboratorium rujukan.
Studi awal dilakukan untuk mengetahui kecukupan sampel penelitian. Studi awal meliputi perhitungan jumlah populasi yaitu pasien TB paru dengan
BTA + di RSUP Fatmawati, jumlah sampel yang didefinisikan sebagai pasien dengan BTA + dan telah mendapatkan hasil pengujian kultur resistensi,
ketersediaan data hasil pemeriksaan, dan data penunjang lainnya yang membantu pencarian data, seperti nomor sampel laboratorium, nomor rekam medis, tanggal
lahir pasien dan sebagainya.
61
Studi awal menunjukkan bahwa pasien tuberkulosis paru dengan BTA + terus mengalami peningkatan, terutama tiga tahun terakhir, hal ini juga
didukung dengan prevalensi pasien tuberkulosis di DKI Jakarta yang tinggi, ditandai dengan survei TB dari RISKESDAS tahun 2010 yang menyatakan
bahwa terdapat 1.032 kasus tuberkulosis setiap 100.000 penduduk.
4
Meningkatnya kasus TB di Fatmawati dapat dikarenakan karena tingkat kepadatan penduduk yang tinggi, sehingga kontak dengan penderita TB lebih
besar dibandingkan dengan di pedesaan.
11
Namun, dari keseluruhan populasi pasien TB dalam penelitian ini, hanya sedikit yang mendapatkan pengujian kultur
resistensi kuman Mycobacterium tuberculosis. Selama tiga tahun terakhir 1 Juli 2009
– 31 Juli 2012, hanya diperoleh 88 pasien tuberkulosis dengan hasil pemeriksaan BTA dan pengujian kultur resistensi yang valid. Hal ini disebabkan
karena sebagian besar sputum yang dierima Laboratorium Klinik Instalasi Patologi tidak memenuhi syarat spesimen untuk pemeriksaan BTA, sehingga
tidak bisa dikirim ke laboratorium rujukan untuk dilakukan pengujian resistensi. Selain itu, pasien TB paru di RSUP Fatmawati cenderung sulit untuk
mengeluarkan sputumnya sehingga tidak dapat dilakukan pemeriksaan BTA mikroskopis.
Dari 88 sampel penelitian diketahui 32 pasien di antara mengalami resistensi antibiotik lini pertama 36,36. Resistensi ini terjadi sebagai akibat
dari pengobatan TB yang tidak adekuat dan penularan dari pasien MDR-TB. Pengobatan yang tidak adekuat biasanya disebabkan oleh hal-hal berikut:
1. Regimen, dosis, dan cara pemakaian yang tidak benar. 2. Ketidakteraturan dan ketidakpatuhan pasien untuk minum obat.
3. Terputusnya ketersediaan OAT. 4. Kualitas obat yang rendah.
32
Hasil pemeriksaan sputum BTA yang dilakukan laboratorium RSUP Fatmawati menunjukkan bahwa dari tiga kali pengumpulan sputum SPS, waktu
terbaik untuk mengetahui jumlah kuman Mycobacterium tuberculosis yang sebenarnya adalah saat sputum pertama di pagi hari. Ini dikarenakan pada pagi
hari sputum penderita TB sudah terbentuk sejak penderita beristirahat di malan hari Hal ini dibuktikan dengan hasil BTA+ yang lebih banyak dibandingkan
hasil negatifnya, sementara pada pemeriksaan sewaktu baik awal kunjungan
62