- pH sediaan : 3,7-4,0 pada sediaan 0,2 gram dalam 10 ml air bebas
CO
2
.
26
- Farmakologi :
Strain Mycobacterium tuberculosis dan mikobakteri lainnya dihambat secara in vitro oleh etambutol pada dosis 1-5 ppm. Etambutol menghambat
arabinosiltransferase yang dimiliki mikobakteri, di mana dikoding oleh operon embCAB.
Arabinosiltransferase terlibat
dalam reaksi
polimerisasi arabinoglycan, suatu komponen esensial dalam pembentukan dinding sel.
Etambutol diabsorbsi dengan baik di dalam usus. Sekitar 20 obat dieksresikan dalam feses dan 50 dalam urin dalam bentuk yang tidak
berubah. Etambutol terakumulasi pada pasien gagal ginjal, sehingga dosis harus dikurangi setengahnya jika kreatinin klirens kurang dari 10 mlmenit.
Etambutol melewati penghalang darah-otak hanya jika terjadi inflamasi di daerah sumsum tulang. Konsentrasi dalam cairan serebrospinal bervariasi,
berkisar antara 4 hingga 64 konsentrasi serum pada kasus inflamasi meningitis.
27
- Efek samping :
Hipersensitifitas etambutol jarang terjadi. Efek merugikan yang sering terjadi adalah neuritis retrobulbar yang mengakibatkan kehilangan
kemampuan penglihatan dan kebutaan warna merah-hijau. Dosis yang berhubungan dengan kemunculan efek samping sepertinya terjadi pada dosis
25 mgkgBBhari yang berlanjut selama beberapa bulan. Pada 15 mgkgBBhari atau lebih rendah, gangguan penglihatan jarang terjadi.
Pengujian penglihatan perlu dilakukan pada pasien yang diberikan etambutol dengan dosis 25 mgkgBBhari. Etambutol dikontraindikasikan pada anak-
anak yang tidak dianjurkan penggunaannya oleh tenaga medis disebabkan gangguan penglihatan dan buta warna merah-hijau.
27
- Dosis :
Setelah pemberian 25 mgkgBB, konsentrasi puncak 2-5 ppm dicapai dalam 2-4 jam. Etambutol hidroklorida digunakan pada dosis 15-25 mgkgBB
biasanya sebagai dosis tunggal setiap hari dalam kombinasi dengan isoniasid atau rifampisin. Dosis yang lebih tinggi direkomendasikan pada pengobatan
tuberkulosis meningitis. Dosis etambutol 50 mgkgBB diberikan dua kali
29
setiap minggu pada kondisi tertentu.
27
Dosis etambutol yang digunakan pada pengujian resistensi tuberkulosis secara in vitro berkisar pada 0,5-2 ppm.
7
2.8. Pengobatan Tuberkulosis
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif 2-3 bulan dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri dari
paduan obat utama dan tambahan. Berdasarkan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia obat anti tuberkulosis yang sering digunakan dalam pengobatan
tuberkulosis di Indonesia adalah:
1. Jenis obat utama lini 1:
- Rifampisin R. - INH H.
- Pirazinamid Z. - Streptomisin S.
- Etambutol E.
2. Jenis obat tambahan lainnya lini 2:
- Kanamisin. - Amikasin.
- Kuinolon. - Obat yang masih dalam penelitian: makrolid, amoksisilin+asam
klavulanat. - Beberapa obat yang belum tersedia di Indonesia:
i. Kapreomisin. ii. Sikloserino PAS dulu tersedia.
iii. Derivat rifampisin dan INH. iv. Thioamides ethionamide dan prothionamide.
9
Berdasarkan standar pengobatan TB yang tercantum dalam International Standard of Tuberculosis Care ISTC yaitu semua pasien termasuk mereka
yang terinfeksi HIV yang belum pernah diobati harus diberi paduan obat lini pertama;
disepakati secara
internasional menggunakan
obat yang
bioavailabilitinya telah diketahui.
28
Dosis OAT yang telah ditetapkan oleh PDPI seperti yang tercantum pada tabel berikut:
30
Tabel 1. Jenis dan dosis OAT.
9
Obat Dosis
mgkgBBhari Dosis yang dianjurkan
Dosis Maks
mg Dosis mgBB kg
Harian mgkgBBhari
Intermitte mgkgBBkali
40 40-
60 60
R 8-12
10 10
600 300
450 600
H 4-6
5 10
300 150
300 450
Z 20-30
25 35
- 750
1000 1500 E
15-20 15
30 -
750 1000 1500
S 15-18
15 15
1000 Sesuai
BB 750
1000 Keterangan:
R=Rifampisin, H=Isoniasid,
Z=Pirazinamid, E=Etambutol,
S=Streptomisin. World Health Organization WHO telah mempromosikan strategi DOTS
obat paket TB yang memiliki efektifitas harga sejak tahun 1994, tetapi kurang gencar dan baru di tahun 1998 lebih dipromosikan untuk mencegah resistensi.
Strategi DOTS ini mengimplementasikan pemberian obat anti tuberkulosis dalam kombinasi dosis tetap KDT. Kombinasi dosis tetap ini terdiri dari empat macam
OAT, yaitu rifampisin 150 mg, isoniasid 75 mg, pirazinamid 400 mg dan etambutol 275 mg. Pada saat ini kombinasi tetap yang ada di Indonesia hanya
RHZE dan RH.
28
Penentuan dosis paduan OAT KDT disesuaikan dengan kategori penyakit TB, yaitu:
1. Penderita TB kategori I:
Dosis paduan obat anti tuberkulosis kombinasi dosis tetap untuk kategori I tercantum pada tabel berikut:
Tabel 2. Dosis paduan OAT kombinasi dosis tetap untuk kategori I. Berat
Badan Tahap intensif tiap hari selama
56 hari RHZE 15075400275 Tahap lanjutan 3x seminggu
selama 16 minggu RH 150150
30-37 kg 2 tablet 4KDT
2 tablet 2KDT 38-54 kg
3 tablet 4KDT 3 tablet 2KDT
55-70 kg 4 tablet 4KDT
4 tablet 2KDT ≥71 kg
5 tablet 4 KDT 5 tablet 3KDT
Keterangan: R=Rifampisin, H=Isoniasid, Z=Pirazinamid, E=Etambutol.
28
31