SistemTanam Dalam Kawasan Hutan Kemasyarakatan

Melalui dua pendekatan tersebut diharapkan tercapainya tujuan dari perhutanan sosial yaitu hutan lestari dengan melibatkan masyarakat dalam pengelolaan hutan dan sekaligus meningkatkan pendapatan mereka. Atau dengan ungkapan lainnya bahwa tujuan perhutanan sosial dicapai melalui integrasi aspek sosial, ekonomi dan ekologi menuju pengelolaan hutan secara berkelanjutan.

6.4.1. SistemTanam Dalam Kawasan Hutan Kemasyarakatan

Masyarakat pengelola kawasan HKm di Pulau Lombok mengusahakan areal HKm melalui kombinasi tanaman pangan, tanaman MPTS dan tanaman kayu hutan. Sistem penanaman tersebut melalui pengintegrasian antara tanaman berumur pendek, menengah dan berumur panjang. Sistem tanam yang demikian dapat dikelompokkan dalam bentuk Agoforestri dengan tiga strata yaitu tanaman penutup tanah berupa tanaman pangan, dan jenjang kedua berupa tanaman MPTS dan tingkatan terakhir berupa tanaman kayu. Bentuk agroforestri yang dikembangkan oleh pesanggem di Pulau Lombok tidak jauh berbeda dengan bentuk agroforestri yang berkembang di Pulau Lombok. Bentuk tersebut tumbuh dan berkembang dalam kawasan HKm bukan saja karena faktor dorongan dari pihak pemerintah aturan kesepakatan bersama, namun lebih berkembang sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan pesanggem. Keadaan ini terbentuk karena pesanggem mengikuti pola-pola agroforestri disekitarnya. Berdasarkan hasil kajian dokumen dan hasil ekplorasi pada kawasan hutan lindung dan hutan produksi serta hutan rakyat, ditemukan berbagai bentuk agroforestri di Pulau Lombok. Pola agroforestri tersebut dapat dipilahkan berdasarkan tanaman dominan dan tujuan utama pengembangan usaha oleh pesanggem. Bentuk agroforestri ini sesungguhnya merupakan agroforestri campuran dari kombinasi tanaman pangan, MPTS dan kayu, kecuali agroforestri vanili yang dikembangkan di Desa Banok Kecamatan Pringgasela Kabupaten Kotak 10. Pengertian, Ciri dan Bentuk Agroforestri di Pulau Lombok Bjorn Lundgren memberikan definisi sebagai berikut; “Agroforestri adalah istilah kolektif untuk sistem dan teknologi penggunaan lahan, yang secara terencana dilaksanakan pada satu unit lahan dengan mengkombinasikan tumbuhan berkayu pohon, perdu, palem, bambu dll. dengan tanaman pertanian dan hewan ternak atau ikan, yang dilakukan pada waktu yang bersamaan atau bergiliran sehingga terbentuk interaksi ekologis dan ekonomis antar berbagai komponen yang ada” Beberapa ciri penting agroforestri yang dikemukakan oleh Lundgren dan Raintree 1982 adalah: 1. Agroforestri biasanya tersusun dari dua jenis tanaman atau lebihtanaman dan hewan. Paling tidak satu di antaranya tumbuhan berkayu. 2. Siklus sistem agroforestri selalu lebih dari satu tahun. 3. Ada interaksi ekonomi dan ekologi antara tanaman berkayu dengan tanaman tidak berkayu. 4. Selalu memiliki dua macam produk atau lebih multi product,misalnya pakan ternak, kayu bakar, buah-buahan, obat-obatan. 5. Minimal mempunyai satu fungsi pelayanan jasa service function,misalnya pelindung angin, penaung, penyubur tanah, peneduh sehingga dijadikan pusat berkumpulnya keluargamasyarakat. 6. Untuk sistem pertanian masukan rendah di daerah tropis, agroforestri tergantung pada penggunaan dan manipulasi biomasa tanaman terutama dengan mengoptimalkan penggunaan sisa panen. 7. Sistem agroforestri yang paling sederhana secara biologis struktur dan fungsi maupun ekonomis jauh lebih kompleks dibandingkan sistem budidaya monokultur. Kemudian bentuk-bentuk agroforestri yang ada di Pulau Lombok berupa Ladang Berpindah, Sistem Pemberaan dengan pohon dan semak, Tumpangsari, Hutan diatas daerah persawahan, Kebun Campuran, Integrasi Kayu Bangunan dalam Kebun, Rau sistem pertanian lahan kering menetap dengan dikelilingi oleh tanaman kayu-kayuan dan Ngerau yaitu sistem pertanian menetap di pinggir hutan dengan mengusahakan tanaman semusim. Petani menyisakan pohon penghasil buah, memangkas untuk meningkatkan kapasitas penangkapan air. Sumber. Disarikan dari Kurniatun et al. 2003 dan Roshetko et al. 2002 Lombok Timur merupakan model pengusahaan tanaman vanili dalam kawasan hutan lindung. Bentuk-bentuk agroforesri ini disajikan dalam tabel berikut ini. Tabel 25. Pola Agroforestri yang Dikembangkan Pesanggem dalam Kawasan HKm di Pulau Lombok No Pola Agroforestri Jenis Tanaman Tempat Pengembangan Lokasi 1 Agroforestri Gaharu Kelapa, Cengkeh, Sengon, Kopi, Kelapa, Enau, Gaharu, Pisang dan Bambu Hutan Pendidikan dan Kebun Masyarakat Desa Senaru dan Kekait dan Pusuk 2 Agroforestri Sengon Jati, Sengon, Srikaya, Kacang Panjang Lahan Milik Desa Perigi 3 Agroforestri Kopi Cengkeh, Kemiri, Kakao, Kepundung dan Kopi Hutan Lindung dan Produksi Desa Sesaot dan Santong 4 Agroforestri Buah Mangga, Nangka, Alpukat, Rambutan, Durian, Manggis, Kemiri, Kakao dan Kepundung Hutan Lindung Desa Seasaot, Aikberik dan Stiling 5 Agroforestri Vanili Alpukat, Durian, Rambutan, Kakao, Kemiri, Mangga dan Vanili, Pisang, Buncis dan bawang putih Hutan Lindung dan Produksi Desa Banok, Sapit dan Selelos 6 Agroforestri Pangan Jati, Imba Sengon, Sonokleing, Jambu Mete, Padi, Kacang hijo, kacang Tunggak dan Jagung Hutan Lindung Desa Sekaroh Keterangan: Lokasil penelitian Tabel di atas memperlihatkan bahwa dari 6 bentuk agroforestri yang berkembang di Pulau Lombok, ditemukan 2 bentuk agroforestri yang berkembang pada lokasi sampel yaitu agroforestri buah dan pangan. Bentuk-bentuk agroforestri lainnya merupakan berada di luar lokasi penelitian dan berada dalam kawasan hutan lindung, hutan produksi dan lahan masyarakat berupa kebun dan tegalan. Terbangunnya bentuk agroforestri tersebut merupakan inisiasi dari masyarakat sendiri, pemerintah dan perguruan tinggi. Agroforestri basis gaharu merupakan agroforestri yang diinisiasi oleh perguruan tinggi dan pemerintah yaitu Fakultas Pertanian Unram dan Dinas Kehutanan Provinsi. Agroforestri basis gaharu ini dibangun pada kawasan hutan dengan fungsi khusus untuk pendidikan yaitu di Desa Senaru. Lokasi pengembangan agroforestri ini juga pada kebun masyarakat di Desa Pusuk dengan pola tradisional. Namun agroforestri lainnya dikembankan oleh masyarakat yaitu agroforestri basis vanili di Desa Banok, Sapit dan Bentuk. Agroforestri tersebut berkembang dan merupakan usaha masyarakat dan terdapat juga campur tangan pihak swasta yaitu agroforestri vanili di Desa Sapit kawasan hutan lindung. Agroforestri basis sengon merupakan agroforestri yang dikembangkan oleh pemerintah pada lahan masyarakat di Desa Perigi. Agroforestri basis kopi dikembangkan oleh masyarakat pada kawasan penyangga dan hutan produksi dan masih merupakan kawasan HKm. Kemudian agroforestri berbasis buah dan pangan merupakan bentuk agroforestri yang dikembangkan dominan oleh masyarakat meskipun mendapat kontrol dari pemerintah, mengingat bahwa lokasi pengembangannya merupakan kawasan hutan lindung dan merupakan kawasan pembangunan HKm. Khususnya bentuk agroforestri basis buah dan pangan yang dikembangkan melalui program pembangunan HKm, dominan merupakan inisiasi masyarakat. Masyarakat dominan mengembangkan buah dan pangan memiliki tujuan untuk segera memperoleh manfaat ekonomi dari dalam kawasan HKm. Lemahnya motivasi untuk mengembangkan tanaman kayu dikarenakan bahwa masyarakat tidak akan dapat memperoleh manfaat secara ekonomi dari tanaman kayu-kayuan. Oleh karena itu, terdapatnya tanaman kayu-kayuan dan MPTS merupakan bantuan dari pihak pemerintah dan sebaliknya pengembangan tanaman buah dan pangan merupakan usaha mandiri dari masyarakat atau pesanggem. Masyarakat menyadari bahwa pemungutan dan pemanenan tanaman kayu tidak diperbolehkan untuk HKm pada kawasan hutan lindung. Pola agroforestri yang berbasis buah dan pangan tersebut memiliki tiga strata yaitu tanaman pangan dan empon-empon merupakan strata paling bawah, kemudian tanaman buahMPTS merupakan tanaman strata tengah dan tanaman kayu-kayuan merupakan tanaman strata paling atas. Kombinasi jenis tanaman tersebut beragam antar bentuk agroforestri dan lokasi HKm. Keragaman tersebut ditentukan juga oleh kondisi biofisik kawasan. Ragam dan jenis tanaman dalam kawasan HKm seperti Sesaot, Aikberik, Stiling, Lantan dan Karang Sidemen memiliki keragaman yang hampir sama, sedangkan pada kawasan HKm Sekaroh dominan tanaman pangan seperti padi, jagung dan kacang hijo serta kacang panjang. Khususnya pada HKm Sekaroh, kondisi alamnya masih relatif terbuka, sehingga masih dapat dikembangkan tanaman pangan seperti padi-padian dan kacang-kacang, sementara itu dalam kawasan HKm di Sesaot dan Batukliang Utara sudah tidak dapat lagi dikembangkan tanaman pangan meskipun pada awalnya dulu dikembangkan jenis tanaman pangan tersebut. Pola pengembangan agroforestri yang demikian tersebut memberikan dampak terhadap kondisi ekologi kawasan HKm di Pulau Lombok. Kondisi ekologi kawasan Hutan Kemasyarakat khususnya pada kawasan hutan lindung di Pulau Lombok ditumbuhi oleh tiga kelompok tanaman yang tanaman kayu- kayuan, tanaman MPTS Multi Purpose Tree Crop Species dan tanaman pangan. Komposisi tanaman yang ada dalam kawasan HKm sebagian besar ditumbuhi oleh tanaman MPTS dan tanaman pangan. Keberadaan tanaman dalam kawasan tersebut berasar dari tiga sumber yaitu tanaman kayu semula, tanaman yang berasal dari program HKm dan tanaman yang bersumber dari usaha masyarakat sendiri. Harapan komposisi tanaman kayu-kayuan yang berfungsi sebagai tanaman konservasi mencapai 30 sesuai dengan kesepakatan tidak terpenuhi. Masyarakat memiliki kecenderungan mengusahakan tanaman MPTS berupa buah- buahan dan tanaman pangan yang memberikan nilai ekonomi tinggi dalam jangka Kotak 11. Masyarakat Pesanggem Lebih Berpikir Ekomomi Jangka Pendek Wawancara mendalam dengan pesanggem memberikan gambaran bahwa luasn lahan HKm yang dikelola ini relatif sempit yaitu kurang dari 0,5 hektar. Hasil dari lahan tersebut belum cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup kami sementara kami harus tetap hidup. Oleh karena itu, cukup rasional kami dominan mengembangan tanaman pangan dan buah-buahan serta pangan dengan tujuan untuk kehidupan kami sehari-hari. Bila kami mengembangkan dominan tanaman kayu, maka tanaman pangan kami tidak dapat tumbuh. Cara kami untuk memberikan ruang tumbuh tanaman pangan terutama pisang adalah melalui penjarangan pepohonan atau kayu-kayuan dalam kawasan HKm. Kami sadar bahwa tanaman pepohonan penting untuk keberadaan air, namun apakah penggantinya tidak cukup dengan tanaman buah? Bila tidak, maka tanaman kayu jenis apa yang kami kembangkan sehingga kami dapat manfaat ekonomi jangka menengah dan jangka panjang. Kami belum mampu untuk berpikir yang sejauh itu dan kami masih bergelut dengan permasalahan mencukupi kebutuhan sehari-hari. Sumber. Dirangkum dari hasil wawancara mendalam dengan pesanggem HKm . pendek. Masyarakat memiliki pandangan kurang baik terhadap tanaman kayu- kayuan yang akan ditanam karena tidak memiliki harapan ekonomi. Berdasarkan kesepakatan yang ada bahwa tanaman kayu-kayuan tidak dapat dimanfaatkan oleh masyarakat, mengingat bahwa kawasan tersebut merupakan kawasan hutan lindung. Masyarakat hanya dapat mengambil manfaat berupa jasa lingkungan dan hasil bukan kayu dari kawasan tersebut. Hasil observasi dan survei memberikan gambaran bahwa jenis tanaman yang tumbuh dalam kawasan HKm menunjukkan perbedaan jenis dan komposisi pada setiap lokasi. Untuk tanaman kayu-kayuan memiliki perbedaan antar lokasi, demikian juga untuk tanaman MPTS hampir memiliki kesamaan jenis kecuali pada HKm di Sekaroh Kabupaten Lombok Timur dengan Tanaman MPTS adalah jambu mete dengan persentase tumbuh cukup rendah. Demikian juga dengan komposisi antara tanaman kayu-kayuan dan tanaman MPTS yang memberikan perbedaan antar lokasi. Perbedaan ini sangat tergantung pada kondisi alam pada masing-masing lokasi dan motivasi pesanggem untuk mangisi kawasannya dengan berbagai jenis tanaman. Hasil penelitian menemukan bahwa komposisi tanaman kayu dan MPTS pada lokasi HKm Sesaot adalah 25,02 : 74,98 , sedangkan pada HKm Batukliang Utara 12,17 : 87,83 dan pada HKm Sekaroh adalah 37,48 : 62,52 . Kondisi tersebut membuktikan motivasi penanaman kayu lebih rendah daripada penanaman tanaman MPTS dan pangan, kecuali di Kabupaten Lombok Timur yaitu komposisi tanaman kayu melewati kesepakatan yang ada, namun kepadatannya tidak sesuai dengan ketetapan yang ada. Persentase tumbuh tanaman kayu dan MPTS dari jumlah tanaman yang seharusnya pada setiap lokasi HKm juga memberikan gambaran yang berbeda. Jenis dan persentase tumbuh tanaman pada kawasan HKm disajikan pada tabel berikut ini. Tabel 26. Komposisi Jenis dan Realisasi Tumbuh Tanaman pada Lokasi Sampel HKm pada Hutan Lindung di Pulau Lombok No Lokasi HKm Jenis Tanaman Target Tanaman luas lahan garapan pohon Realisasi Tanaman Pangan Kayu MPTS Kayu MPTS Kayu MPTS 1. a. HKm Sesaot Kab. Lombok Barat b. Rata-rata luas lahan 0,53 ha Pisang, Pepaya ,Ubi kayu, Talas dan Empon -empon Randu, Rajumas, Bajur dan Dadap Mangga, Nangka, Alpukat, Rambutan, Durian, Manggis, Kemiri, Kakao dan Kepundung 63 148 50,69 71,80 2. a. HKm Batukliang Utara Kab. Lombok Tengah b. Rata-rata luas lahan 0,53 ha Pisang, Pepaya , Sing- kong, Temul awak, Jahe, Empon empon Mahoni, Sengon dan Albizia, Alpukat, Rambutan , Mente, Mangga, Nangka, Jeruk Durian dan Vanili 64 148 33,91 184,73 3. a. HKm Sekaroh Kab. Lombok Timur b. Rata-rata Luas 2 ha Padi dan Jagung Jati, Imba Sengon dan Sono- kleing Jambu Mete 240 560 17,22 17,03 4 a. HKm Pulau Lombok b. Rata-rata luas : 0,073 ha 87 203 42,30 187,89 5 a. HKm Pulau Lombok b. Rata Luas Lahan : 0,73 ha Kayu dan MPTS 290 Kayu dan MPTS 143,72 Dari tabel di atas terlihat bahwa komposisi tanaman pangan dan MPTS yang tumbuh pada masing-masing kawasan HKm di Pulau Lombok adalah hampir sama, kecuali HKm di Kabupaten Lombok Timur adalah tanaman jagung dan padi, sedangkan tanaman MPTS nya adalah jambu mete. Kontrasnya jenis tanaman pangan dan MPTS pada kawasan HKm di Kabupaten Lombok Timur dikarenakan oleh kondisi kawasan HKm tersebut masih terbuka, sehingga masih dikembangkan tanaman pangan secara intensif dan tanaman jambu mete yang membutuhkan pencahayaan yang tinggi. Berdasarkan ketentuan yang ada bahwa setiap areal lahan HKm dapat ditumbuhi 400 tanaman kayu dan MPTS. Berdasarkan kesepakatan yang ada bahwa perbandingan jumlah tanaman kayu dan MPTS yang boleh tumbuh pada kawasan hutan lindung adalah 30 untuk tanaman kayu dan 70 untuk tanaman MPTS. Diantara tanaman kayu dan MPTS dapat dikembangkan tanaman pangan dengan sistem tumpang sari. Tabel di atas memperlihatkan bahwa terdapat perbedaan jumlah keharusan tumbuh untuk tanaman MPTS dan kayu pada kawasan HKm disetiap kabupaten. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan rata-rata luas lahan yang dikelola oleh masing-masing pesanggem pada setiap lokasi HKm pada masing-masing kabupaten. Rata-rata luas pengelolaan terluas untuk masing-masing pesanggem terdapat di Kabupaten Lombok Timur yaitu 2 hektar, sementara untuk Kabupaten Lombok Barat dan Lombok Tengah masing-masing seluas 52,75 are dan 53,01 are. Namun secara keseluruhan rata-rata luas pengelolaan kawasan HKm untuk masing-masing pesanggem di Pulau Lombok adalah 72,49 are. Dalam hal penumbuhan tanaman MPTS dan kayu terlihat bahwa terjadi ketimpangan antara kedua jenis tanaman tersebut. Tanaman pengisi areal HKm sebagian besar tanaman MPTS dan pangan daripada tanaman kayu sebagai tanaman konservasi. Persentase tanaman kayu yang tumbuh jauh lebih sedikit daripada tanaman MPTS, sehingga dapat dikatakan bahwa masyarakat pengelola HKm masih melanggar kesepakatan yang ada 30 untuk tanaman kayu dan 70 untuk tanaman MPTS. Keadaan ini terlihat bahwa pada luasan HKm rata-rata 72,49 are seharusnnya ditanam 87 pohon tanaman kayu dan 203 tanaman MPTS, namun sebagian besar ditumbuhkan tanaman MPTS 187,89 dan sebagian kecil saja yang ditanam kayu-kayuan 43,30. Demikian juga keadaannya pada lokasi HKm disetiap kabupaten di Pulau Lombok. Pada setiap lokasi HKm terlihat bahwa penanaman tanaman kayu dari yang seharusnya belum tercapai yaitu kurang dari 60. Capaian paling rendah adalah pada lokasi HKm di kawasan hutan lindung Sekaroh Kabupaten Lombok Timur dengan pencapaian hanya 17,22, kemudian 33,91 di Kabupaten Lombok Timur dan 50,69 di Sesaot Kabupaten Lombok Barat. Berbeda keadaannya dengan jumlah tanaman MPTS yang tumbuh dalam areal HKm yaitu capaian tumbuhnya lebih tinggi daripada tanaman kayu dan bahkan telah melampaui batas atau ketentuan yang telah disepakati. Pada lokasi HKm di Batukliang Utara, capaian tumbuh tanaman MPTS telah melanggar ketentuan yaitu mencapai 184,73, sementara pada lokasi HKm Sesaot hanya 71,80 belum melanggar batas yang ada dan di Sekaroh hanya 17,03 persen. Ironisnya, meskipun areal tumbuh belum ditumbuhi tanaman kayu dan MPTS secara optimum, namun kekosongan areal tersebut ditanami atau dipenuhi oleh tanaman pangan, seperti pisang, ubikayu, pepaya, kakao dan sebagianya. Khususnya untuk lokasi HKm di Kabupaten Lombok Timur dikembangkan tanaman pangan padi dan jagung karena masih terbuka. Rendahnya capaian tumbuh tanaman kayu dan berkembang tanaman MPTS dan pangan dikarenakan oleh rendahnya harapan masyarakat pada tanaman kayu yang ada dan menggantungkan sumber pendapatan pada tanaman MPTS dan tanaman pangan. Dari ketentuan yang ada bahwa tanaman kayu pada HKm hutan lindung tidak boleh dipanen, sehingga pesanggem memperbanyak tanaman MPTS dan tanaman pangan yang dapat memberikan pendapatan dalam jangka pendek dan jangka panjang. Harapan masyarakat adalah pemerintah dapat menyediakan tanaman kayu yang dapat dipanen dan memberikan hasil.

6.4.2. Pemberdayaan Masyarakat Kawasan Hutan Kemasyarakatan