Pengaruh Faktor Kelembagaan Terhadap Partisipasi Masyarakat.

tingkat partisipasinya dalam pembangunan HKm. Dengan kata lain bahwa semakin jauh jarak tempat tinggal dengan lokasi HKm dapat memberikan pengaruh terhadap rendahnya keaktifan masyarakat dan menurunnya keberanian dalam pengambilan keputusan yang selanjutnya berdampak terhadap rendahnya tingkat partisipasi masyarakat.

7.2.2. Pengaruh Faktor Kelembagaan Terhadap Partisipasi Masyarakat.

Cukup banyak kelembagaan yang terlibat dalam pengelolaan sumberdaya hutan. Keterlibatan tersebut tentunya sesuai dengan kepentingan dan kebutuhan kelembagaan tersebut. Kebutuhan tersebut ada yang bersifat ekonomi dan non ekonomi perlindungan, penelitian dan pengabdian masyarakat. Kebutuhan ekonomi umumnya bersifat pemanfaatan sumberdaya hutan itu sendiri, seperti kebutuhan rumahtangga dan PDAM terhadap sumberdaya hutan. Rumahtangga desa memanfaatkan sumberdaya hutan sebagai penopang kehidupan sehari-hari. Sementara itu, PDAM memanfaatkan hutan sebagai sumber bahan baku air minum. Sedangkan kelembagaan lainnya memanfaatkan hutan sebagian besar bersifat non ekonomi seperti sebagai lokasi penelitian, laboratorium dan pengabdian masyarakat serta tujuan perlindungan kawasan seperti yang dilakukan oleh pemerintah dan termasuk LSM. Beragamnya kelembagaan yang memiliki kepentingan terhadap sumberdaya hutan mempengaruhi keberdaaan dan dinamika kelembagaan yang berada ditingkat desa baik kelembagaan yang bersifat formal maupun kelembagaan tradisional termasuk keberdaaan kelembagaan HKm. Demikian pula, organisasi atau kelembagaan HKm berupa kelembagaan yang berbentuk Koperasi dan Kelompok Tani Hutan. Kemudian dari karakteristik organisasinya dipimpin oleh pemimpin karismatik tokoh agama dan orang yang dituakan dan pemimpin representatif adalah pemimpin yang berasal dari perwakilan anggota. Karakteristik kepemimpinan dari kelembagaan HKm memberikan bukti bahwa mempengaruhi bentuk dan tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangunan HKm. Hasil analisis statistik setperti yang ditunjukkan pada Tabel 32 dan 34 bahwa tipe kepemimpinan memberikan dorongan kepada masyarakat untuk lebih aktif ikut berpartisipasi pada berbagai tahapan pembangunan. Namun tidak mempengaruhi tingkat partisipasi atau tingkat kewenangan pesanggem dalam pengambilan keputusan. Hal ini disebabkan karena tingkat partisipasikewenangan dalam pengambilan keputusan masih didominasi oleh pihak pemerintah dan LSM pendamping. Gambar 21. Hubungan Kerja KelembagaanStakeholders dalam Program Pembangunan HKm di Pulau Lombok Makna dari hasil analisis statistik tersebut bahwa pimpinan karismasik mampu mendorong anggotanya untuk terlibat dalam kegiatan pembangunan HKm. Selain itu juga mampu mempengaruhi pemerintah dan LSM pendamping agar anggotanya dilibatkan dalam aktivitas pembangunan. Lebih jauh, pemimpin karismatik juga mampu memberikan arahan dan pembelajaran sehingga dapat menjadi motivator anggota kelompoknya untuk terlibat aktif dalam program pembangunan HKm. Keadaan ini dapat terjadi karena pemimpin karismatik yang menjadi ketua kelompok HKm tersebut merupakan kelompok orang-orang yang dituakan dan tokoh agama yang memiliki kecenderungan lebih didahulukan dan didengar ucapannya oleh semua orang. Oleh karena itu, maka dapat dikatakan bahwa pemimpin karismatik yang ada dalam kelompok HKm tersebut tidak hanya Kawasan HKm PDAM Pemerintah Prov Pemerintah Kab DPRD Prov DPRD Kab Kelompok HKm Kelembagaan Desa Rumahtangga BPDAS Dishut Prov Dishut Kab UPTD Perguruan Tinggi dan Lembaga Penelitian Kelembagaan Tradisiona l LSM Lembaga Independen Perda HKm dan Kebijakan Lainnya Akses Pengelolaan ProyekProgram Program LSM Pendampingan D an a Re tr ib u si P D A M Penelitian Arboretum Pengab. Masy didengar dan dihormati oleh masyarakat, namun didengar dan dihormati juga oleh semua pihak termasuk pemerintah dan LSM pendamping. Dengan demikian, maka partisipasi masyarakat dalam program pembangunan HKm di Pulau Lombok dipengaruhi oleh faktor kelembagaan dan salah satu komponen kelembagaan adalah tipe kepemimpinan. Pemimpin karismatik tersebut umumnya memiliki sifat empati, berkemampuan dan sangat dihormati oleh anggotanya. Dengan sifat yang dimiliki tersebut, maka pemimpin kelompok tersebut dapat memperkuat kesatuan kelompok dan menciptakan suasana menyenangkan untuk mencapai tujuan bersama. Hasil penelitian di Thailand Utara menemukan kegagalan dan keberhasilan pendekatan partisipatif dalam pembangunan perhutanan sosial. Rendahnya tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangunan hutan kemasyarakatan dapat disebabkan oleh hancurnya kelembagaan sosial dalam masyarakat. Nilai-nilai kebersamaan seperti modal sosial mulai melemah, demikian juga halnya dengan pengetahuan lokal yang ada mulai ditinggalkan. Kemudian keberhasilan HKm tidak lagi ditentukan oleh faktor agama, kuil dan organisasi, namun lebih ditentukan oleh kelembagaan sosial yang ada Shin’ichi 2000. Dari pengalaman Thailand tersebut bahwa modal sosial, nilai-nilai masyarakat dan pengetahuan lokal menjadi faktor yang dapat mendorong keberhasilan pembangunan perhutanan sosial atau hutan kemasyarakatan . Dengan demikian, bila masih memungkinkan maka revitalisasi terhadap kelembagaan masyarakat atau pengetahuan lokal yang ada menjadi penting karena kelembagaan lokal tersebut selain mengandung proses kognitif pemahaman, juga mengandung kepercayaan dan pengaturan. Hal ini pernah terangkat dari penelitian Satria dan Akhmad 2007 di Kabupaten Lombok Utara. Revitalisasi pengetahuan lokal berupa sawen untuk bidang perikanan laut mampu mengendalikan sumberdaya perikanan di Kabupaten Lombok Utara. Revitalisasi tersebut dengan memasukkan atau merumuskan pengetahuan lokal tersebut dalam bentuk aturan mainawik-awik kelembagaan perikanan.

7.3. Tingkat Partisipasi dan Kelembagaan dan Hubungannya dengan Kondisi Ekologi Kawasan