capaian tumbuhnya lebih tinggi daripada tanaman kayu dan bahkan telah melampaui batas atau ketentuan yang telah disepakati. Pada lokasi HKm di
Batukliang Utara, capaian tumbuh tanaman MPTS telah melanggar ketentuan yaitu mencapai 184,73, sementara pada lokasi HKm Sesaot hanya 71,80
belum melanggar batas yang ada dan di Sekaroh hanya 17,03 persen. Ironisnya, meskipun areal tumbuh belum ditumbuhi tanaman kayu dan MPTS secara
optimum, namun kekosongan areal tersebut ditanami atau dipenuhi oleh tanaman pangan, seperti pisang, ubikayu, pepaya, kakao dan sebagianya. Khususnya untuk
lokasi HKm di Kabupaten Lombok Timur dikembangkan tanaman pangan padi dan jagung karena masih terbuka.
Rendahnya capaian tumbuh tanaman kayu dan berkembang tanaman MPTS dan pangan dikarenakan oleh rendahnya harapan masyarakat pada tanaman
kayu yang ada dan menggantungkan sumber pendapatan pada tanaman MPTS dan tanaman pangan. Dari ketentuan yang ada bahwa tanaman kayu pada HKm hutan
lindung tidak boleh dipanen, sehingga pesanggem memperbanyak tanaman MPTS dan tanaman pangan yang dapat memberikan pendapatan dalam jangka pendek
dan jangka panjang. Harapan masyarakat adalah pemerintah dapat menyediakan tanaman kayu yang dapat dipanen dan memberikan hasil.
6.4.2. Pemberdayaan Masyarakat Kawasan Hutan Kemasyarakatan
Pemberdayaan empowerment menurut Rapport 1984 adalah cara meningkatkan kemampuan masyarakat community dan kelembagaan
organisasi sehingga mampu menguasai atau berkuasa untuk menentukan arah kehidupannya. Kemudian lebih tegas lagi Haeruman dan Eriyatno 2001 bahwa
pemberdayaan pada hakekatnya merupakan upaya untuk menjamin hak-hak masyarakat dalam mengatur hidupnya. Ini berarti juga penciptaan suatu iklim
yang kondusif agar masyarakat dapat mendayagunakan sumberdaya yang tersedia dan potensi masyarakat secara optimal untuk meningkatkan kesejahteraan,
martabat, dan keberadaannya dalam kehidupan bermasyarakat. Lebih lanjut Chambers 1987 menguraikan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat
mencakup 4 empat aspek, yakni: people centered, participatory, empowering, dan sustainable
.
Pengembangan ekonomi pada desa disekitar Taman Nasional Gunung Rinjani telah dilakukan oleh pemerintah melalui program pemberdayaan ekonomi
masyarakat. Sukardi et al. 2009 telah menemukan program pemberdayaan tersebut meliputi kegiatan dibidang peternakan budidaya lebah madu,
penggaduhan sapi dan kambing, bidang jasa lingkungan tracking dan outbond dan pengembangan agroindustri berbasis komoditas lokal. Hasil kegiatan
pemberdayaan tersebut membangun interaksi masyarakat dalam kawasan hutan, namun juga menurunkan interaksi lainnya seperti pengambilan kayu bakar sebagai
sumber pendapatan dan sebagai bahan bakar. Dengan demikian, maka dampak pemberdayaan tersebut selain memberikan dampak ekonomi juga dapat menjaga
kelestarian.
Kemudian hasil penelitian pada kawasan Hutan Kemasyarakatan di Pulau Lombok menemukan bahwa program pemberdayaaan yang dikembangkan
pemerintah meliputi pengembangan kapasitas kelompok HKm dan kegiatan ekonomi di luar kawasan hutan. Pemberdayaan kelompok pesanggem dilakukan
oleh LSM melalui pendampingan selama setahun. Pemberdayaan tersebut lebih ditekankan pada pembangunan dan peningkatan kapasitas kelompok.
Pembangunan kapasitas mendorong lahirnya kelompok usaha kehutanan dan koperasi. LSM yang mendampingi masyarakat pesanggem adalah Konsepsi untuk
Hutan Sesaot, Transform untuk kawasan hutan Batukliang Utara dan Yayasan Kusuma Rinjani untuk kawasan hutan Sekaroh.
Terbatasnya waktu pendampingan yang dilakukan oleh LSM pendamping, mengingat bahwa program pembangunan bersifat proyek yang penganggarannya
hanya dalam waktu satu tahun. Sementara itu, hanya LSM Konsepsi yang terus mendampingi masyarakat pesanggem HKm Sesaot. Kegiatan pendampingan
tersebut dapat diperpanjang karena adanya kegiatan lain dengan lokasi yang sama. Oleh karena itu bagi masyarakat Sesaot bahwa mereka sangat dekat sekali dengan
LSM tersebut. Kemudian LSM pendamping untuk HKm di Batuliang Utara da Sekaroh adalah Transform dan Yayasan Kusuma Rinjani YKR. Kedua LSM ini
mendampingi kelompok HKm hanya dalam waktu satu tahun sesuai dengan umur proyek
Selain pembangunan kapasitas kelompok, masyarakat pesanggem juga memperoleh pemberdayaan ekonomi yang berasal dari instansi seperti Dinas
Kehutanan Provinsi dan Kabupaten, Dinas Pertanian dan Peternakan dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan. Sifat dari program ini juga hanya dalam satu
tahun anggaran sehingga keberadaan pendampingan dan kontrol kegiatan terbatas hanya dalam umur program tersebut.
Pemberdayaan ekonomi masyarakat pesanggem yang dilakukan oleh Dinas Kehutanan adalah berupa Budidaya Lebah Madu, sementara itu Dinas
Pertanian dan Peternakan mengembangkan pengemukan dan sekaligus pengadasan sapi untuk HKm Sesaot dan Batukliang Utara dan kambing untuk
HKm Sekaroh. Berbeda dengan yang dilakukan oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan yang mengembangkan ekonomi masyarakat melalui pengembangan
pengolahan hasil HKm seperti industri pengelolahan singkong, pisang dan nangka. Produksi pangan tersebut sangat berlimpah pada saat musim panen raya
dan harganya menjadi relatif murah, sehingga untuk mengatasi kondisi tersebut sangat diperlukan keberadaan industri pengolahan dalam dan sekitar kawasan
HKm. Sasaran pemberdayaan tersebut tidak hanya kepada rumahtangga
masyarakat pesanggem, namun kepada rumahtangga secara keseluruhan yang memiliki minat untuk mengembangkan usaha ekonomi rumahtangga. Program
pemberdayaan ekonomi tersebut sangat lamban pada kelompok miskin dan kualitas sumberdya manusia yang rendah dengan aset ekonomi produktif yang
terbatas. Introduksi keterampilan yang memiliki pemikiranpengetahuan dan kecukupan modal menjadi sangat sulit diterapkan oleh masyarakat miskin.
Dalam hal ini seperti pengembangan budidaya lebah madu yang memerlukan sedikit keterampilan dan modal usaha menjadi kurang berkembang
untuk masyarakat pesanggem. Usaha seperti pemeliharaan pernah dilakukan, namun selalu gagal dan membuat masyarakat jera untuk mengulanginya kembali.
Demikian juga halnya dengan pemberdayaan agroindustri pangan dan buah. Untuk mengembangkan usaha ini memerlukan pengetahuan dan jiwa wirausaha
yang kuat serta modal usaha yang cukup. Kegiatan pemberdayaan agroindutri yang diperkenalkan meskipun teknologinya tepat guna, namun memerlukan modal
untuk peralatannya. Agroindutri tersebut akhirnya hanya berkembang dan dinikmati oleh ketua kelompok, karena bantuan peralatan yang ada ditempatkan
diketua kelompok. Demikian juga halnya dengan pemberdayaan sapi dan kambing. Kegiatan pemberdayaan dan aktivitas kelompok berakhir sesuai dengan
umur proyek. Hal ini ditandai oleh berhentinya aktivitas perguliran bantuan sapi dan kambing.
Meskipun demikian, bila diperhitungkan secara ekonomi kegiatan- kegiatan pemberdayaan yang dikembangkan untuk masyarakat kawasan HKm
sesungguhnya sudah sesuai dengan potensi lokal yang dimiliki kawasan dan sesuai dengan sumberdaya yang ada. Kegiatan ini disamping memberikan
tambahan penghasilan yang cukup, juga sebagai lapangan pekerjaaan yang mampu mengurangi tekanan terhadap kawasan hutan.
Hasil survei pada lokasi pengembangan lebah madu di Desa Genggelang Gondang ditemukan bahwa setiap tiga kotak pemeliharaan dalam budidaya lebah
madu memberikan hasil 1 liter madu dengan harga per liter sekitar Rp. 75.000,- dan seorang peternak dapat memelihara sampai dengan 100 kotak. Bila
memelihara 100 kotak lebah madu, maka dapat menghasilkan setiap minggunya panen sampai 3 liter yang berarti memberikan pendaptan sekitar Rp.215.000,-.
Kemudian hasil penelitian Sukardi 2009 bahwa pemberdayaan ekonomi masyarakat sekitar Taman Nasional Gunung Rinjani dapat menambah pendapatan
rumahtangga dan pengurangan konsumsi kayu bakar dari pemanfaatan biogas sebagai bahan bakar. Sukardi 2009 mengungkapkan lebih jauh bahwa dalam
rentang waktu 4-5 bulan usaha penggemukan sapi dapat menghasilkan pendapatan sebesar Rp. 300.000,- sampai dengan Rp.400.000,- per bulan. Usaha pemeliharaan
sapi juga memberikan hasil berupa bio gas yang dapat mengkompensasi penggunaan kayu bakar pada rumahtangga. Temuan berikutnya adalah dengan
pemeliharaan sapi ternyata dapat menekan perambahan dan penebangan liar yang terjadi dalam kawasan Taman Nasional Gunung Rinjani.
Kemudian dari kegiatan agroindustri buah-buahan ini dapat meningkatkan pendapatan rumahtangga pengelola dan mengatasi permasalahan
kelebihan produksi pada saat panen. Agroindustri memberikan nilai tambah terhadap produk sehingga memberikan tambahan pendapatan dalam rumahtangga.
Keadaan ini ditunjukkan oleh beberapa hasil penelitian Anwar et al. 2007 di Kabupaten Lombok Barat menemukan bahwa nilai tambah dari pengolahan mete
menjadi kacang mete adalah sebesar 30 dari harga bahan bakunya. Temuan Watoni 2007 bahwa pendapatan dari agroindustri ubi kayu di Pulau Lombok
mampu memberikan kontribusi terhadap pendapatan rumahtangga sebesar 71,57. Kemudian Ayu dan Sri 2006 menemukan bahwa agroindustri berbasis
buah nangka di Pulau Lombok memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap pendapatan rumahtangga setiap bulannya yaitu berkisar antara Rp. 2.059.926,-
sampai dengan Rp. 9.127.392,-. Meskipun usaha ekonomi yang dikembangkan melalui program
pemberdayaan masyarakat secara ekonomi mampu memberikan tambahan penghasilan rumahtangga, namun program tersebut tidak mampu berlangsung
secara kontinyu dan menyeluruh. Program-program tersebut malah berkembang di luar desa kawasan HKm. Hasil identifikasi dan survei menemukan kendala bahwa
masyarakat kawasan memiliki kemampuan wirausaha yang rendah, kondisi ekonomi yang lemah dan kegagalan kelembagaan yang terbangun. Rendahnya
jiwa kewirausahaan yang dimiliki masyarakat menyebabkan kurang motovasi dalam berusaha. Kegagalan awal yang dialami dan didukung oleh kondisi
ekonomi yang lemah membuat masyarakat tidak berusaha untuk maju. Kemudian kelompok yang terbangun tidak mampu menampung kebutuhan anggotanya,
sehingga anggota keluar dari kelompok tersebut. Tingginya peran yang dimainkan oleh ketua kelompok ternyata menjadi kecemburuan anggota. Keadaan ini terjadi
karena aturan main yang ada tidak mampu mengendalikan secara adil kebutuhan dan kepentingan anggotanya. Pola pemberdayaan yang lebih memanjakan ketua
kelompok membuat semua aset kelompok terkumpul pada ketua kelompok dan anggota sulit untuk mengaksesnya secara bebas. Kelompok juga belum mampu
sebagai wadah pemasaran produksi yang dihasilkan, sehingga kegiatan produksi menjadi terhenti. Pentingnya pemasaran produk mengingat bahwa secara umum
masyarakat desa sekitar kawasan memiliki kondisi ekonomi yang lemah. Masyarakat miskin umumnya memiliki kemampuan yang rendah dalam
menghadapi dan mengatasi resiko usaha dan hal ini menjadikan program-program pemberdayaan ekonomi dipedesaan gagal beroperasi.
Oleh karena itu, maka dalam memberdayakan ekonomi masyarakat sangat diperlukan selektivitas peserta kegiatan, karena tidak semua masyarakat mampu
untuk mengikuti dan menjalankan program tersebut. Masyarakat memiliki pengetahuan dan kemampuan serta jiwa kewirausahaan yang beragam. Demikian
suntikan atau stimulan modal usaha yang diperlukan. Pembangunan kelompok dengan aturan main yang dapat dijalankan dengan tegas atau dipatuhi bersama
merupakan komponen penting juga dalam program pemberdayaan masyarakat. Selain itu, program pemberdayaan harus juga sampai pada kegiatan membangun
jaringan pemasaran produk yang dihasilkan. Hal ini menjadi penting karena produk dari masyarakat merupakan produk baru yang kurang mampu bersaing
dalam pasar, sehingga membangun jaringan pemasaran merupakan langkah awal bagi produk baru untuk memasuki jaringan pemasaran. Selain itu, program
pemberdayakan yang dilakukan oleh pemerintah sebaiknya multi tahun dan demikian juga dengan pendampingannya, sehingga kegagalan dan keberhasilan
program tersebut dapat dievaluasi dan kemudian dilakukan pembenahan serta pengembangan pada unsur yang mengalami kegagalan menuju penyempurnaan.
6.4.3. Perkembangan Aktivitas Ekonomi Masyarakat Pengelola HKm