Pengaruh Faktor Sosial Ekonomi Terhadap Partisipasi Masyarakat

7.2. Pengaruh Faktor Sosial Ekonomi dan Kelembagaan Masyarakat terhadap Partisipasi Masyarakat

Keberhasilan dari pembangunan tidak cukup karena peran pemerintah semata, namun tidak kalah pentingnya ditentukan oleh kondisi lingkungan termasuk kondisi masyarakat itu sendiri. Pembangunan yang bersifat top down sedikit-demi sedikit telah mengalami pergeseran kearah pembangunan yang bersifat partisipatif yaitu melalui pelibatan masyarakat baik dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pembangunan. Khususnya dalam pembangunan sektor kehutanan, pelibatan masyarakat telah dimulai sejak tahun 1995 melalui Program Hutan Kemasyarakatan HKm. Masyarakat telah dilibatkan dalam berbagai kegiatan seperti perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi program. Tentunya keberhasilan pembangunan tersebut berkaitan dengan faktor sosial ekonomi masyarakat dan kelembagaan yang berkembang.

7.2.1. Pengaruh Faktor Sosial Ekonomi Terhadap Partisipasi Masyarakat

Faktor sosial ekonomi memiliki hubungan dengan bentuk dan tingkat partisipasi masyarakat pesanggem dalam pembangunan HKm di Pulau Lombok. Faktor sosial ekonomi dan kelembagaan masyarakat yang dimasukkan dalam model sebanyak 16 faktor, seperti faktor umur, pendidikan, ukuran rumahtangga, pengetahuan masyarakat tentang HKm, tipe kepemimpinan, kepengurusan kelompok, kesejahteraan rumahtangga, pendapatan dari HKm, jarak rumah dengan lokasi kawasan HKm dan pekerjaan pokok dari pesanggem. Hasil analisis menunjukkan bahwa dari ke 16 faktor yang dimasukkan dalam model dan ternyata hanya 10 faktor yang mempengaruhi bentuk partisipasi masyarakat dalam program pembangunan HKm. Secara rinci hasil analisis disajikan pada Tabel 31 berikut ini. Tabel 32. Hasil Analisis Pengaruh Faktor Sosial Ekonomi Terhadap Bentuk Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan HKm pada Kawasan Hutan Lindung di Pulau Lombok Faktor Sosial Ekonomi Bentuk Partisipasi dalam Program Perencanan Implementasi Monev -2 Log Likeli- hood Chi- Squar e Sig. -2 Log Likeli- hood Chi- Squa- re Sig. -2 Log Likeli -hood Chi- Squar e Sig. Konstanta 3,01a 0,00 34,04a 0,00 . 6,23 a ,000 . Umur X1 45,62 42,61 0,00 38,06 4,01 0,405 68,71 b 62,47 0,000 Pendidikan X2 34,83b 31,82 0,00 97,27b 63,22 0,000 8,54 b 2,31 0,999 Ukuran Rt X3 25,20b 22,18 0,00 43,42c 9,38 0,052 6,93 b 0,70 0,994 Pengetahuan HKm X5 8,70b 5,69 0,058 41,97 7,92 0,019 6,23 b 0,001 1,000 Tipe Kepemimpi nan X8 9,60b 6,59 0,037 34,65 0,61 0,739 16,37 b 10,14 0,017 Kepengurus an Klp. X9 26,77b 23,76 0,00 43,62c 9,58 0,008 6,23 b . . Kesejahteraa n Rt X10 31,29b 28,28 0,00 34,92 0,88 0,645 6,23 b 0,00 1,000 Pendapatan X11 19,97b 16,96 0,002 39,95 5,91 0,206 6,46 b 0,23 1,000 Jarak Rumah dengan Lokasi HKm X13 29,93b 26,92 0,000 44,46c 10,41 0,034 6,23 b 0,00 1,000 Pekerjaan Pokok Sekarang X15 3,01b . . 38,58c 4,54 0,103 18,01 b 11,77 0,008 Keterangan : a, b dan c = faktor yang dipertimbangkan masuk dalam model karena memiliki hubungan dengan faktor lainnya Tabel 32 memperlihatkan bahwa dari 10 faktor internal sosial ekonomi dan ekternal kelembagaan yang berpengaruh tersebut terdapat 8 faktor yang mempengaruhi bentuk partisipasi masyarakat pada program perencanaan dan 4 faktor saja mempengaruhi implementasi serta hanya 3 faktor saja yang mempengaruhi program monitoring dan evaluasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi bentuk partisipasi dalam program perencanaan adalah tingkat usia, tingkat pendidikan, ukuran rumahtangga, tipe kepemimpinan, kepengurusan kelompok, pendapatan dari HKm, kesejahteraan rumahtangga, jarak rumah dengan lokasi HKm dan jenis pekerjaan pokok sekarang ini. Kemudian faktor yang mempengaruhi bentuk partisipasi masyarakat pada program implementasi adalah tingkat pendidikan, pengetahuan tentang HKm, kepengurusan kelompok dan jarak dengan lokasi HKm. Sementara itu, faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi bentuk partisipasi pada program monitoringevaluasi adalah umur, tipe kepemimpinan kelembagaan dan jenis pekerjaan pesanggem saat ini. Faktor internal seperti faktor sosial ekonomi berupa tingkat usia berpengaruh terhadap probabilitas semakin aktifnya masyarakat dalam program perencanaan dan monitoringevaluasi seiring dengan semakin tingginya usia pesanggem. Keadaan ini dapat dijelaskan bahwa masyarakat anggota HKm pada usia muda memiliki kecenderungan untuk tidak terlibat dalam program HKm dan menyerahkan keputusannya pada orang-rang yang dituakan, sehingga pada aktifitas program cenderung dihadiri oleh kelompok usia setengah baya 30-59 tahun. Selain itu, karena orang-orang yang dituakan tersebut umumnya merupakan ketua blok sehingga sering dilibatkan pada program perencanaan. Faktor tingkat pendidikan masyarakat anggota HKm mempengaruhi bentuk partisipasi dalam program perencanaan dan implementasi. Semakin tinggi tingkat pendidikan menyebabkan probabilitas semakin aktifnya masyarakat dalam menghadari program perencanaan dan implementasi. Dengan semakin tingginya pendidikan pesanggem HKm, maka semakin tinggi pula peluang pesanggem tersebut untuk terlibat karena keterlibatan seseorang dalam kegiatan perencanaan terbatas pada anggota yang memiliki kualitas sumberdaya manusia yang baik dan merupakan pengurus kelompok seperti ketua kelompok maupun ketua blok. Demikian juga masyarakat yang memiliki tingkat pengetahuan tentang HKm lebih tinggi cenderung memiliki keaktifan lebih tinggi dalam program implementasi HKm. Dengan tingkat pemahaman tentang HKm yang dimiliki oleh anggota HKm merupakan faktor pendorong untuk dapat mengaplikasikan pengetahuan yang dimiliki dalam pembangunan HKm. Hal ini dilakukan melalui semakin seringnya frekuensi pesanggemanggota tersebut terlibat dalam implementasi program. Faktor pendidikan dan pengetahuan anggota tersebut juga merupakan pertimbangan Dinas Kehutanan dan LSM pendamping dalam pelibatan masyarakat pada setiap tahapan program pembangunan Hutan Kemasyarakatan. Namun tidak demikian adanya dalam program monitoring dan evaluasi bahwa faktor pendidikan bukan merupakan faktor yang mendorong keterlibatan anggota. Hal ini dikarenakan oleh keterbatasan dalam jumlah pesanggem anggota kelompok HKm yang harus dilibatkan dalam program pembangunan HKm, sehingga cukup dengan perwakilan dari kelompok HKm dan kelompok gabungan atau dari perwakilan blok. Faktor ukuran rumahtangga merupakan faktor yang menentukan keterlibatan atau keaktifan anggota dalam program HKm. Dengan semakin besar ukuran rumahtangga semakin meningkatnya keaktifan masyarakat dalam program perencanaan. Keadaan ini berkait dengan kondisi bahwa kelompok rumahtangga dengan ukuran besar ternyata merupakan kelompok masyarakat yang dituakan. Demikian juga keadaannya dengan semakin tingginya tingkat kesejahteraan rumahtangga, maka peluang pelibatannya cukup tinggi dalam program penting, seperti program perencanaan. Keadaan ini seiring dengan meningkatnya pendapatan pesanggem dari lahan HKm ternyata merupakan faktor pendorong meningkatnya keaktifan masyarakat dalam program perencanaan. Dengan meningkatnya pendapatan rumahtangga dari areal HKm dan kesejahteraan rumahtangga menyebabkan peluang meningkatnya kehadiran anggota HKm dalam program perencanaan. Pendapatan dari dalam HKm mempengaruhi tingkat kesejahteraan rumahtangga dan status sosial, sehingga memiliki kecenderungan untuk dilibatkan dalam program perencanaan. Kartasubrata 1989 mengungkapkan bahwa partisipasi masyarakat dalam pembangunan perhutanan sosial dipengaruhi oleh nilai insentif yang dimiliki. Ukuran insentif dalam temuan tersebut adalah luas lahan yang dikelola. Semakin luas lahan dikelola, maka mendorong parfisipasi masayrakat dalam pembangunan perhutanan sosial. Dalam masyarakat pedesaan di Pulau Lombok masih berlaku bahwa faktor kesejahteraan seseorang cukup menentukan status sosial dalam masyarakat. Kelompok orang-orang tersebut hampir selalu didahulukan dalam pengambilan keputusan. Hasil penelitian yang berkaitan dengan partisipasi masyarakat, Beteu 2004 menemukan bahwa partisipasi masyarakat dalam proyek konservasi air di Banglades umumnya cenderung rendah dan partisipasi masyarakat pada posisi yang tinggi didominasi oleh kepala desa, tokoh masyarakat dan kaum elit desa serta laki-laki. Demikian juga keadaannya partisipasi masyarakat miskin adalah tergolong dalam bentuk partisipasi rendah. Namun tipe partisipasi masyarakat dalam termasuk katagori manipulate participation, artinya bahwa masyarakat hanya diinformasikan dan diajak berdiskusi mengenai proyek, namun tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan. Faktor pekerjaan pokok selain pertanian pangan juga menentukan keaktifan masyarakat dalam program monitoring dan evaluasi. Masyarakat yang memiliki pekerjaan pokok selain pertanian pangan di dalam kawasan HKm merupakan masyarakat memiliki status sosial lebih tinggi daripada masyarakat umumnya. Oleh karena itu dengan status yang dimiliki maka kelompok pesanggem tersebut cenderung lebih didahulukan untuk terlibat pada program HKm. Faktor eksternal seperti tipe kepemimpinan kelompokkelembagaan dan lokasi domisili pesanggem memiliki pengaruh dalam program perencanaan. Namun sebaliknya agak berbeda dengan jarak rumah dengan lokasi HKm menyebabkan peluang menurunnya kehadiran anggota anggota HKm dalam program perencanaan. Masyarakat pesanggem HKm yang bertempat tinggal jauh dari lokasi HKm memiliki peluang rendah untuk dilibatkan dalam program perencanaan. Hal ini didukung oleh hasil observasi dan wawancara mendalam bahwa cukup banyak masyarakat menjadi anggota HKm pada desa lainnya hanya karena peristiwa awal pembagian lahan. Hal ini terjadi di Kawasan Hutan Lindung Sesaot yang arealnya cukup luas dan meliputi tiga desa yaitu Desa Sesaot, Desa Lebah Sempage dan Desa Sedau. Artinya, anggota HKm yang lahannya terletak di Desa Sesaot akan tetapi bertempat tinggal di Desa Lebah Sempage. Kejadian yang lebih kontras lagi adalah pengelola HKm yang berada di lokasi HKm Sekaroh berdomisili di luar desa lokasi HKm seperti Desa-desa di Kecamatan Pujut dan Sakra. Aktivitas masyarakat pada lahan HKm hanya pada waktu musim tanam dan panen tanaman pangan Kemudian faktor sosial ekonomi masyarakat juga memiliki hubungan dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangunan HKm di Pulau Lombok. Faktor sosial ekonomi tersebut juga mempengaruhi kewenangan pengambilan keputusan dalam pengambilan keputusan. Tabel di bawah ini memperlihatkan adanya kecenderungan meningkatnya partisipasi masyarakat pengelola HKm sesuai dengan perubahan kondisi masing-masing dari faktor sosial ekonomi. Kecenderungan tersebut terlihat dari partisipasi masyarakat dengan pola rendah dan kemudian meningkat dan menurun kembali. Maknanya bahwa jumlah masyarakat yang berada pada tingkat partisipasi sedang adalah yang terbanyak, kemudian pada posisi tingkat partisipasi rendah dan tingkat partisipasi tinggi menempati posisi paling sedikit. Dengan menghubungkan faktor-faktor sosial ekonomi pesanggem dan kelembagaan dengan tingkat partisipasinya, maka ditemukan bahwa dari16 variabel faktor sosial ekonomi dan kelembagaan yang diduga berpengaruh terhadap tingkat partisipasi masyarakat pada pembangunan HKm di Pulau Lombok, ternyata hanya 10 faktor saja yang berpengaruh yaitu Tingkat Usia X1, Tingkat Pendidikan X2, Ukuran Rumahtangga X3, Persepsi X4, Kepengurusan Kelompok X9, Pendapatan HKm X11, Luas Lahan Dikelola X12, Jarak Rumah dengan Kawasan HKm X13 dan Sejarah Aktivitas Ekonomi X14. Hasil analisis statistik tersebut disajikan pada tabel di bawah ini. Tabel 33. Distribusi Faktor Sosial Ekonomi dan Hubungannya dengan Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Hutan Kemasyarakatan pada Kawasan Hutan Lindung di Pulau Lombok. Faktor Sosial Katagori Ekonomi Tingkat Partisipasi Total Rendah Sedang Tinggi Umur X1 Muda 3 4 2 8,41 Sedang 22 52 14 82,24 Tua 1 7 2 9,35 Pendidikan X2 Tidak Tamat SD 7 10 1 16,82 Tamat SD 19 38 5 57,94 Tamat SLTP 10 4 13,08 Tamat SLTA 5 7 11,21 Tamat PT 1 0,93 Ukuran Rt X3 Kecil 14 29 4 43,93 Sedang 11 30 10 47,66 Besar 1 4 4 8,41 Persepsi X4 Kurang Baik 9 22 4 32,71 Baik 17 41 14 67,29 Pengetahuan HKm X5 Paham 6 9 5 18,69 Kurang Paham 20 54 13 81,31 Sejarah Demografi X6 Non Migran 21 50 12 77,57 Migran 5 13 6 22,43 Kohesifitas X7 Kurang Dekat 12 26 6 41,12 Dekat 14 37 12 58,88 Tipe Kepemimpinan X8 Representatif 14 25 10 45,79 Karismatit 12 38 8 54,21 Kepengurusan Klp. X9 Anggota 24 51 7 76,64 KetuaPengurus 2 12 11 23,36 Kesejahteraan Rt X10 Miskin 23 54 17 87,85 Tidak Miskin 3 9 1 12,15 Pendapatan X11 Rendah 11 20 3 31,78 Sedang 11 34 10 51,40 Tinggi 4 9 5 16,82 Luas Lahan Dikelola X12 Sempit 1 5 1 6,54 Sedang 20 39 4 58,88 Luas 5 19 13 34,58 Jarak Rumah dengan Lokasi HKm X13 Dekat 29 18 7 50,47 Sedang 29 11 7 43,93 Jauh 5 1 5,61 Sejarah Aktivitas Ekonomi X14 Pertanian Pangan 4 6 2 11,21 Non Pert. Pangan 22 57 16 88,79 Pekerjaan Pokok Sekarang X15 Pertanian 20 46 13 73,83 Non Pertanian 6 17 5 26,17 Gender X16 Perempuan 2 6 1 8,41 Laki-laki 24 57 17 91,59 Tabel 34. Hasil Analisis Pengaruh Faktor Sosial Ekonomi Terhadap Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Hutan Kemasyarakatan pada Kawasan Hutan Lindung di Pulau Lombok Faktor Model Fitting Criteria Likelihood Ratio Tests -2 Log Likelihood of Reduced Model Chi-Square df Sig. Intercept Konstanta 62,898a 0,000 . Tingkat Usia X1 89,386b 26,488 4 0,000 Tingkat Pendidikan X2 120,242 57,344 8 0,000 Ukuran Rumahtangga X3 89,573 26,675 4 0,000 Persepsi X4 88,295 25,397 2 0,000 Pengetahuan HKm X5 63,782b 0,885 2 0,643 Sejarah Demografi X6 63,420b 0,522 2 0,770 Kohesifitas anggota dengan KetuaX7 63,336b 0,439 2 0,803 Tipe Kepemimpinan X8 64,517b 1,619 2 0,445 Kepengurusan Kelompok X9 107,413 44,515 2 0,000 Kesejahteraan RT X10 71,222b 8,324 2 0,016 Pendapatan HKm X11 101,865 38,967 4 0,000 Luas Lahan Dikelola X12 98,176 35,278 4 0,000 Jarak Rumah dengan Kawasan HKmX13 95,387 32,489 4 0,000 Sejarah Aktivitas Ekonomi X14 92,290 29,392 2 0,000 Pekerjaan Pokok X15 63,091b 0,193 2 0,908 Jenis Kelamin X16 63,323b 0,425 2 0,808 Keterangan : a. Reduce Model Konstanta dan b. Variabel yang tidak diharapkan Tabel 34 di atas memperlihatkan bahwa tingkatan probabilitas pengaruh dari masing-masing faktor adalah berbeda. Faktor tingkat pendidikan yang memiliki kekuatan pengaruh paling tinggi, kemudian faktor kepengurusan kelompok dan sebaliknya yang terendah adalah faktor kesejahteraan rumahtangga. Sementara itu, faktor lainnya memiliki kekuatan probablitas pengaruh adalah hampir sama. Nilai kekuatan probabilitas tersebut terlihat dari besarnya nilai Chi- Square pada Tabel 34 di atas. Faktor sosial ekonomi dan kelembagaan yang berpengaruh tersebut menunjukkan signifikansi pada peluang semakin meningkatnya kewenangan dalam pengambilan keputusan dalam keterlibatan masyarakat dalam pembangunan HKm. Dengan ungkapan lainnya bahwa pengaruh faktor sosial ekonomi terhadap tingkatan partisipasi adalah berupa perubahan tingkat kewenangan masyarakat dalam pengambilan keputusan dalam berpartisipasi mulai dari non participation, tokenism dan citizen power. Pada non partisipasi tersebut tingkat pengambilan keputusan masyarakat hampir tidak ada dan sebaliknya pada citizen power yaitu tingkat kewenangan pengambilan keputusan sepenuhnya oleh masyarakat. Sementara itu, pada tingkat partisipasi tokenism adalah kewenangan pengambilan keputusan antara pemerintah dan masyarakat pengelola HKm hampir sama Faktor sosial ekonomi berupa tingkat usia dan tingkat pendidikan serta ukuran rumahtangga merupakan faktor yang mempengaruhi dalam pengambilan keputusan. Semakin tinggi usia, pendidikan dan ukuran rumahtangga memberikan peluang semakin meningkatnya kewenangan keputusan yang dapat diambil oleh pengelola HKm. Pengelola yang berusia muda umumnya memiliki keterlibatan yang rendah dalam program HKm dan umumnya keputusannnya diserahkan kepada orang yang dituakan, seperti pengelola pada kelompok umur separuh baya 30-59 tahun. Demikian juga dengan faktor pendidikan dan pengetahuan pengelola ternyata mendorong tingkatan keterlibatan dan dalam pengambilan keputusan. Semakin tinggi tingkat pendidikan yang pernah ditempuh pengelola HKm, maka semakin tinggi tingkat partsipasinya dalam pembangunan HKm. Semakin tingginya tingkat pendidikan menjadi faktor yang memotivasi pesanggem untuk lebih berani untuk mengambil keputusan-keputusan dalam program pembangunan HKm. Keadaan ini seiring dengan hasil penelitian pada DAS Konto Kabupaten Malang ICRAF 2009 menemukan bahwa keberhasilan program pembangunan perhutanan sosial seperti PHBM ditentukan beberapa faktor diantaranya adalah faktor pengetahuan dari pesanggem, karena pengetahuan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat untuk menjaga lingkungannya Faktor ukuran rumahtangga ternyata mempengaruhi tingkat kewenangan dalam pengambilan keputusan. Ternyata pada rumahtangga dengan ukuran besar dihuni oleh kepala keluarga dengan usia separuh baya dan tua yang lebih didahulukan dan dihargai serta dituakan oleh kelompok masyarakat, sehingga keadaan ini menjadi faktor yang berpengaruh dan menjadi faktor pendorong keberanian serta memiliki kewenangan lebih tinggi dalam pengambilan keputusan. Kondisi ini searah dan sama dengan faktor sosial ekonomi berupa persepsi dan kepengurusan kelompok juga merupakan faktor yang mempengaruhi tingkat partisipasi pengelola dalam pembangunan HKm. Pesanggem yang memiliki persepsi baik lebih berani mengambil keputusan bila dibandingkan dengan pesanggem yang memiliki persepsi kurang baik. Kelompok pesanggem yang memiliki persepsi baik tersebut umumnya merupakan pengurus kelompok. Pengurus kelompok merupakan orang yang diwakilkan oleh anggota dalam pengambilan keputusan artinya bahwa pengurus memiliki kewenangan penuh dalam pengambilan keputusan dalam program pembangunan HKm di Pulau Lombok. Faktor kesejahteraan rumahtangga, pendapatan dari HKm dan luas lahan merupakan faktor yang berkaitan dengan status sosial pengelola dalam masyarakat. Orang dengan status sosial tinggi dengan ciri dikelompokkan sebagai orang kaya pendapatan tinggi dan memiliki luas lahan cukup luas merupakan orang yang lebih didahulukan dan lebih dihormati atau dihargai oleh masyarakat sehingga ucapannya selalu didengar. Kelompok ini merupakan pengelola yang keterlibatannya tinggi dalam pembangunan HKm dan memiliki keberanian untuk mengambil keputusan, sehingga berdampak pada semakin tingginya tingkat kewenangannya dalam berpatisipasi pada pembangunan HKm. Faktor perubahan status ekonomi yang ditunjukkan oleh perubahan pekerjaan utama masyarakat merupakan faktor yang menentukan status sosial orang dalam masyarakat. Pekerjaan pertanian dengan lahan sempit merupakan status yang dianggap rendah oleh masyarakat. Kemudian pekerjaan dagang dan jasa atau non pertanian merupakan jenis pekerjaan yang memiliki posisi lebih tinggi dalam masyarakat. Kelompok orang-orang ini merupakan kelompok yang lebih dihargai dan diberikan posisi didepan daripada kelompok orang yang memiliki pekerjaan pertanian dengan kondisi miskin. Oleh karena itu, kelompok orang-orang ini terdorong memiliki keberanian dalam pengambilan keputusan dan berdampak pada level partisipasinya dalam pembangunan HKm. Agak berbeda kondisinya dengan kelompok pengelola yang memiliki tempat tinggal jauh dari lokasi HKm. Kelompok pengelola ini jarang dilibatkan dalam pengambilan keputusan, sehingga memiliki dampak terhadap rendahnya tingkat partisipasinya dalam pembangunan HKm. Dengan kata lain bahwa semakin jauh jarak tempat tinggal dengan lokasi HKm dapat memberikan pengaruh terhadap rendahnya keaktifan masyarakat dan menurunnya keberanian dalam pengambilan keputusan yang selanjutnya berdampak terhadap rendahnya tingkat partisipasi masyarakat.

7.2.2. Pengaruh Faktor Kelembagaan Terhadap Partisipasi Masyarakat.