Dampak Kebijakan Hutan Kemasyarakatan Terhadap Kondisi Ekologi Kawasan

rider. Hal ini ditunjukkan oleh gejala rendahnya kepentingan parapihak untuk melestarikan sumberdaya hutan, khususnya pada kawasan Hutan Kemasyarakatan HKm.

5.4. Dampak Kebijakan Hutan Kemasyarakatan Terhadap Kondisi Ekologi Kawasan

Dampak dari kebijakan pemerintah pusat terlihat pada kondisi kawasan hutan seperti komposisi tanaman yang terbangun dalam kawasan HKm. Komposisi tanaman tersebut dapat berupa jenis tanaman kayu-kayuan, MPTS Multi Purpose Tree Crop Species dan tanaman pangan. Keadaan ini beragam antar kawasan HKm pada setiap kabupaten di Pulau Lombok. Perbedaaan kondisi pertanaman dalam HKm pada setiap kabupaten berbeda dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonomi dan kawasan sebelumnya serta interpretasi dari Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.37Menhut-II 2007 khususnya pada pasal 1 ayat 15 – ayat 19 yang memberikan hal pada masyarakat dalam memanfaatkan hasil hutan kayu dan bukan kayu dan melakukan penanaman tanaman serbaguna atau MPTS Multi Purpose Tree Crop Species. Adapun secara lengkap isi dari pasal 1 mengenai pemanfaatan kawasan sebagai berikut : ”Ayat 15. Pemanfaatan hasil hutan kayu adalah kegiatan untuk memanfaatkan dan mengusahakan hasil hutan berupa kayu hasil penanaman dengan tidak merusak lingkungan dan tidak mengurangi fungsi pokoknya. Ayat 16. Pemanfaatan hasil hutan bukan kayu adalah kegiatan untuk memanfaatkan dan mengusahakan hasil hutan berupa bukan kayu dengan tidak merusak lingkungan dan tidak mengurangi fungsi pokoknya. Ayat 17. Pemungutan hasil hutan kayu adalah kegiatan untuk mengambil hasil hutan berupa kayu di Hutan Produksi dengan batasan waktu, luas danatau volume tertentu yang tersedia secara alami. Ayat 18. Pemungutan hasi hutan bukan kayu adalah kegiatan untuk mengambil hasil hutan bukan kayu dengan batasan waktu, luas danatau volume tertentu yang tersedia secara alami atau hasil budidaya. Ayat 19. Pohon serbaguna Multi Purpose Tree Crop Species adalah tumbuhan berkayu dimana buah, bunga, getah, daun danatau kulit dapat dimanfaatkan bagi penghidupan masyarakat, disamping berfungsi sebagai tanaman lindung, pencegah erosi, banjir, longsor. Budidaya tanaman tersebut tidak memerlukan pemeliharaan intensif. “ Dampak dari kebijakan tersebut terlihat dari jenis tanaman kayu dan MPTS yang terdapat pada masing-masing HKm di Pulau Lombok sangat beragam, demikian juga dengan persentase tumbuh tanaman. Dari kesepakatan dan ketentuan yang ada bahwa jumlah tanaman kayu-kayuan dan MPTS dalam setiap hektar lahan adalah 400 pohon. Dalam kawasan hutan lindung, perbandingan antara tanaman kayu-kayuan dan MPTS adalah 30 berbanding 70, sehingga pada setiap hektar lahan HKm jumlah tanaman kayu adalah 120 batang dan 280 batang untuk tanaman MPTS melalui sistem tumpangsari dengan jarak tanam 5 x 5 m. Kemudian diantara barisan tanaman kayu-kayuan dan MPTS ditanam tanaman pangan. Lebih jelasnya komposisi tanaman pada setiap kawasan HKm disajikan pada tabel di bawah ini. Tabel 22. Komposisi Tanaman Hutan dan Persentase Tumbuh pada Kawasan Hutan Kemasyarakatan di Pulau Lombok No Lokasi HKm Tanaman Kayu Persentase Tumbuh 1. Kawasan HKm Sesaot a. Tanaman Kayu : Randu, Rajumas , Bajur dan Dadap b. Tanaman MPTS : Mangga, Nangka, Alpukat, Rambutan, Durian, Manggis, Kemiri, Kakao dan Kepundung c. Tanaman Pangan : Pisang, Pepaya, Ubi kayu, Talas dan Empon-empon a. 8 b. 92 2. Kawasan HKm Batukliang Utara a. Tanaman Kayu : Mahoni, Sengon dan Albizia, b. Tanaman MPTS : Alpukat, Rambutan, Mente, Mangga, Nangka, Jeruk Durian dan Vanili c. Tanaman Pangan : Pisang, Pepaya, Singkong, Temulawak, Jahe, Empon- emponan a. 32 b. 60 3. Kawasan HKm Sekaroh a. Tanaman Kayu Jati, Imba Sengon dan Sonokleing b. Tanaman MPTS :Jambu Mente c. Tanaman Pangan : Jagung, Padi Kacang Hijo, Kacang Tunggak dan Lebui a. 5,00 b. 26,84 Dari tabel di atas tergambar kondisi ekologi kawasan bila ditinjau dari aspek pertanamannya. Tanaman kayu-kayuan yang tumbuh pada setiap kawasan HKm adalah berbeda. Pada kawasan HKm Sesaot hanya 8 dari yang seharusnya, kemudian 32 pada kawasan HKm Batukliang Utara dan 5 pada kawasan HKm Sekaroh. Sementara itu, untuk jenis MPTS memiliki persentase tumbuh cukup besar yaitu 92 untuk kawasan HKm Sesaot, 60 untuk HKm Batukliang Utara dan 26 pada kawasan HKm Sekaroh. Keadaan tersebut memberikan gambaran bahwa kondisi ekologi kawasan HKm masih buruk dan memberikan peluang munculnya lahan kritis dalam kawasan HKm. Rendahnya persentase tumbuh tanaman kayu-kayuan tersebut tentunya memiliki implikasi dengan semakin tingginya persentase tumbuh tanaman MPTS dan tanaman pangan. Masyarakat pengelola kawasan HKm melanggar kesepakatan yang ada terhadap komposisi tanaman 30 kayu-kayuan dan 70 tanaman MPTS, berkaitan dengan pertimbangan nilai ekonomi lahan. Pada luas lahan yang relatif sempit sangat kurang menguntungkan bila ditanaman jenis kayu-kayuan, sehingga cenderung digantikan dengan tanaman MPTS dan tanaman pangan yang memiliki nilai ekonomi tinggi seperti durian dan rambutan, kakao, pisang, manggis dan nangka. Khusus untuk kawasan HKm Sekaroh Kabupaten Lombok Timur dengan tanaman MPTS adalah Jambu Mete dan tanaman pangan seperti padi, jagung, kacang hijo dan kacang tunggak. Masyarakat pengelola kawasan HKm di Pulau Lombok cukup berat menerima untuk memperbanyak tanaman kayu-kayuan. Alasan tersebut muncul dikarenakan bahwa pada HKm yang berlokasi di dalam kawasan hutan lindung tidak boleh dipanen kayunya. Ahmad Muliadi Ketua Forum HKm Sesaot menceritakan bahwa ” masyarakat pengelola HKm enggan untuk menanam tanaman kayu-kayuan secara mandiri, demikian juga dengan pembagian bibit tanaman dari Proyek GERHAN dimana bibit tanaman kayu-kayuannya diabaikan dan hanya tanaman MPTS yang dipelihara dengan baik” Hasil wawancara mendalam dan diskusi kelompok memperoleh hasil bahwa untuk dapat memperbaiki kondisi ekologi kawasan HKm sebagai alternatif utama adalah dengan mengusahakan Tanaman Gaharu. Tanaman tersebut dianggap memiliki nilai ekonomi tinggi. Sesuai dengan harapan masyarakat agar kawasan HKm harus mampu memberikan pendapatan yang mampu untuk mencukupi kebutuhan subsisten. Melalui politik bahwa menanam Gaharu dengan tanaman pelindung tanaman konservasi, maka secara tidak langsung akan dapat memotivasi masyarakat untuk melakukan konservasi kawasan. Meskipun Gaharunya sendiri dapat dipanen dalam jangka waktu 10-15 tahun, namun tanaman pelindungnya masih tetap utuh sehingga dapat berfungsi sebagai tanaman konservasi yang dapat mengatur tata guna air pada kawasan hutan lindung. Pemanenan tanaman sengon dapat dilakukan dengan memanfaatkan cabang dan ranting sebagai kebutuhan kayu bakar sebagai sumber energi rumahtangga.

VI. POLA PENGELOLAAN HUTAN KEMASYARAKATAN DI PULAU LOMBOK

6.1. Karakteristik Masyarakat Pengelola Hutan Kemasyarakatan Masyarakat pengelola HKm pesanggem memiliki karakteristik yang cukup beragam, sehingga memiliki dampak terhadap beragamnya tipe dan bentuk partisipasi dan lebih jauh berdampak terhadap kondisi ekologi kawasan HKm. Karakteristik sosial ekonomi pengelola HKm adalah usia, pendidikan, demografi, luas lahan garapan dan kondisi kesejahteraan rumahtangga pengelola. Tingkat usia pengelola HKm rata-rata dalam usia sebagian besar berada pada golongan usia setengah baya 30-59 tahun dan hanya sebagian kecil saja pada usia tua 60 tahun. Demikian juga dengan kondisi demografi atau rumahtangga pesanggem dengan jumlah rata-rata anggota keluarga sekitar 5 orang dan sebagian besar dalam katagori menengah dengan jumlah anggota keluarga yaitu 5-6 orang 47,67 dan 43,93 masuk dalam katagori keluarga kecil dan hanya sebagian kecil saja masuk dalam katagori keluarga besar yaitu lebih dari 7 orang 8,41. Secara historis bahwa pengelola atau pesanggem HKm merupakan kelompok orang yang lahir dan besar di desa sekitar kawasan HKm atau disebut bukan migran, namun bagi kelompok migran adalah kelompok pesanggem yang berasal dari desa lainnya dan bahkan berasal dari kabupaten lainnya. Bagi pesanggem yang masuk dalam kelompok migran pada awalnya mengikuti orang tua dan ada juga yang memperoleh lahan dengan cara ganti rugi. Jumlah pesanggem yang tergolong sebagai migran adalah 24 orang atau 22,43 persen. Namun kelompok non migran tersebut sebenarnya merupakan migran juga leluhur mereka karena dari sejarah desa dan keberadaan awal masyarakat desa merupakan pendatang sebagai pekerja reboisasi dan peladang yang berasal dari desa dan kecamatan distrik seserta kabupaten lainnya. Masyarakat desa sekitar kawasan HKm berkembang sebagai akibat dari pemekaran wilayah desa dan faktor ekonomi yang menarik mereka untuk memasuki kawasan hutan. Kondisi kualitas sumberdaya manusia dari pesanggem dapat dikelompokkan dalam katagori rendah. Hal ini ditunjukkan dari tingkat pendidikan yang pernah ditempuhnya yang sangat rendah yaitu tidak pernah