Perkembangan Aktivitas Ekonomi Masyarakat Pengelola HKm

Oleh karena itu, maka dalam memberdayakan ekonomi masyarakat sangat diperlukan selektivitas peserta kegiatan, karena tidak semua masyarakat mampu untuk mengikuti dan menjalankan program tersebut. Masyarakat memiliki pengetahuan dan kemampuan serta jiwa kewirausahaan yang beragam. Demikian suntikan atau stimulan modal usaha yang diperlukan. Pembangunan kelompok dengan aturan main yang dapat dijalankan dengan tegas atau dipatuhi bersama merupakan komponen penting juga dalam program pemberdayaan masyarakat. Selain itu, program pemberdayaan harus juga sampai pada kegiatan membangun jaringan pemasaran produk yang dihasilkan. Hal ini menjadi penting karena produk dari masyarakat merupakan produk baru yang kurang mampu bersaing dalam pasar, sehingga membangun jaringan pemasaran merupakan langkah awal bagi produk baru untuk memasuki jaringan pemasaran. Selain itu, program pemberdayakan yang dilakukan oleh pemerintah sebaiknya multi tahun dan demikian juga dengan pendampingannya, sehingga kegagalan dan keberhasilan program tersebut dapat dievaluasi dan kemudian dilakukan pembenahan serta pengembangan pada unsur yang mengalami kegagalan menuju penyempurnaan.

6.4.3. Perkembangan Aktivitas Ekonomi Masyarakat Pengelola HKm

Masyarakat pesanggem berada dalam desa sekitar kawasan HKm merupakan masyarakat pendatang atau turunan dari migran dan pendatang. Keadaan ini seiring dengan sejarah dari desa yang berada dalam kawasan hutan. Masyarakat awalnya merupakan pekerja dari reboisasi dan pembuka lahan hutan atas ijin pemerintah yang berkuasa saat tersebut pemerintah kolonial belanda dan kedistrikan setempat. Masyarakat mulai melakukan usahatani agroforestri dan betrenak. Khususnya masyarakat pesanggem Sekaroh merupakan bekas pekerja reboisasi proyek JIFRO tahun 1986 dan kemudian berladang kemudian mengklaim lahan sekitarnya sebagai lahan usahatani mereka. Pada kawasan tersebut dikembangkan usahatani pangan dan lahan pengembalaan kerbau dan kambing. Masyarakat pesanggem di hutan Sekaroh sebagian merupakan masyarakat pendatang dari desakabupaten lainnya seperti Desa Pujut Kabupaten Lombok Tengah dan sebagian kecil saja yang berasal dari Desa Sakra Kebupaten Lombok Timur. Sejarah demografi tersebut berdampak pada kegiatan-kegiatan ekonomi yang dikembangkan oleh masyarakat saat ini. Kemudian masuknya program pembangunan HKm juga merubah warna aktivitas ekonomi masyarakat pesanggem. Masyarakat sebelum HKm mengembangkan aktivitas ekonomi dalam kawasan secara sembunyi-sembunyi, namun setelah program HKm kegiatan ekonomi kawasan hutan menjadi lebih terbuka. Artinya, kegiatan ekonomi dalam kawasan khususnya untuk perambah masyarakat tanpa ijin HKm menjadi nyata dan bahkan untuk kawasan hutan Sesaot memberikan istilah tersendiri sebagai kelompok HKm non program. Aktivitas mereka ini tidak jauh berbeda dan sama dengan kelompok HKm yang mendapat ijin pengelolaan kawasan hutan. Perkembangan perekonomian desa berdampak pada aktivitas ekonomi masyarakat secara umum dan masyarakat pesanggem HKm. Namun bila dikaji bahwa aktivitas ekonomi masih lebih terfokus pada kegiatan pertanian dalam arti luas, baik dalam kawasan hutan maupun di luar kawasan hutan dalam bentuk pemungutan hasil hutan, perkebunan dan pertanian pangan serta peternakan. Aktivitas yang muncul dan berkembang adalah jasa, perdagangan dan agroindustri. Dengan masuknya program pembangunan HKm semakin memperkuat aktivitas ekonomi dalam kawasan hutan. Aktivitas ekonomi yang berkembang dalam kawasan hutan adalah agroforestri buah dan pangan. Sementara itu, aktivitas ekonomi berupa jasa adalah warung dalam kawasan HKm hutan Sesaot dan berkembang pula dalam kawasan wisata seperti Aiknyet Sesaot , Air Terjun Benang Setokel dan Benang Kelambu Aikberik. Jasa lainnya adalah pertukangan, transfortasi dan jasa parkir pada kawasan wisata. Adapun jenis aktivitas ekonomi masyarakat pesanggem HKm disajikan pada tabel berikut ini. Tabel 27. Aktivitas Ekonomi Masyarakat Pesanggem HKm pada Kawasan Hutan Lindung di Pulau Lombok Tahun 2010 Lokasi Sampel Aktivitas Ekonomi Pesanggem Sebelum Program HKm Setelah Program HKm 1. HKm Sesaot a. Pertanian pangan a. Pertanian pangan b. Kebun campuran b. Kebun campuran c. Peternakan c. Peternakan d. jasa buruh tani dan buruh bangunan d. Dagang e. Kayu bakar e. Jasa buruh tani, buruh bangunan, jasa transfortasi dan jasa parkir f. Kayu bakar g. Agroforestri basis buah-buahan h. Agroindustri buah 2. HKm Batukliang Utara a. Pertanian pangan a. Pertanian pangan b. Kebun campuran b. Kebun campuran c. Peternakan c. Peternakan d. Jasa buruh tani dan bangunan d. Dagang e. Jasa buruh tani, buruh bangunan dan jasa transfortasi f. Ekowisata g. Agroforestri basis buah-buahan 3. HKm Sekaroh a. Pertanian pangan a. Pertanian pangan b. Peternakan b. Peternakan c. Jasa buruh tani d. Dagang e. Jasa buruh tani f. Agroforestri basis pangan Tabel di atas memberikan gambaran bahwa masyarakat pesanggem memiliki latar belakang yang hampir sama yaitu aktivitas ekonominya pada usahatani pangan, kebun campuran, peternakan dan buruh tani serta pengumpul kayu bakar khusus di HKm Sesaot. Perkembangan kawasan melalui berbagai program pembangunan mendorong perkembangan ekonomi lainnya seperti dagang dan aktivitas jasa transportasi berupa angkutan dan ojek. Selain itu, tabel di atas tersebut juga memperlihatkan bahwa kondisi kawasan HKm beragam dalam aktivitas ekonomi masyarakatnya. Masyarakat sekitar kawasan HKm Sesaot memiliki ragam aktivitas ekonomi yang lebih banyak dibandingkan dengan kawasan HKm lainnya. Kondisi awal terburuk adalah aktivitas ekonomi masyarakat kawasan HKm Sekaroh yang hanya berfokus pada aktivitas ekonomi pangan dan peternakan. Demikian juga dengan pertumbuhan aktivitas ekonominya saat ini, yaitu masyarakat HKm Sesaot memiliki perkembangan aktivitas ekonomi lebih tinggi, bila dibandingkan kawasan HKm lainnya. Program pembangunan HKm mampu menumbuhkan aktivitas ekonomi berupa agroforestri dan agroindustri. Pembangunan ekowisata Aiknyet dan Air Terjun mendorong aktivitas ekonomi masyarakat berupa warung dan jasa transfortasi atau ojek. Selain itu, program pemberdayaan ekonomi masyarakat juga mendorong tumbuhnya aktivitas ekonomi berupa peternakan dan agroindustri buah-buahan. Aktivitas peternakan kondisinya cukup merata pada tiga lokasi HKm tersebut, sedangkan agroindustri buah hanya berkembang di kawasan HKm Sesaot dan Batukliang Utara. Pertumbuhan aktivitas ekonomi masyarakat pesanggem cukup dipengaruhi oleh kondisi awal kawasan dan juga program pemberdayaan ekonomi yang dikembangkan oleh pemerintah. Faktor lainnya yang berpengaruh adalah perkembangan pasar dari komoditas yang diperdagangkan. Kawasan HKm Sesaot memiliki akses pasar lebih dekat dan mudah dibandingkan dengan lokasi HKm lainnya, sehingga dapat mengakses pasar sangat efisien untuk produk buah dan agroindustri. Sangat kontras sekali kondisinya dengan HKm Sekaroh yang produk unggulannya adalah pangan dan pasarnya tersedia. Perkembangan aktivitas kawasan mempengaruhi ketersediaan dan kesempatan kerja penduduk kawasan HKm dan sekaligus memberikan keragaman pendapatan rumahtangga kawasan HKm. Perkembangan aktivitas ekonomi kawasan tersebut dapat dikelompokkan dalam pendapatan yang bersumber dari dalam kawasan dan dari luar kawasan HKm. Rumahtangga pesanggem sangat tergantung dari pendapatan yang bersumber dari dalam kawasan HKm untuk memenuhi kehidupan sehari-hari. Ketergantungan ini terlihat dari distribusi pendapatan rumahtangga yang berasal dari kedua sumber tersebut dan disajikan pada tabel berikut ini. Tabel 28. Distrirbusi Pendapatan Rumahtangga Pesanggem HKm dalam Kawasan Hutan Lindung di Pulau Lombok tahun 2010. Kawasan HKm Sampel Pendapatan Rumahtangga Pesanggem HKmtahun Rp Dalam Kawasan HKm Luar Kawasan HKm Total 1. HKm Sesaot 1 570 40048,77 1 649 50051,23 3 219 900 100 2. HKm Batukliang Utara 2 261 66967,25 1 101 31932,75 3 362 988100 3. HKm Sekaroh 14 800 00089,46 1 742 85710,54 16 542 857100 Gambaran dalam tabel di atas bahwa rumahtangga pesanggem cukup tergantung dari pendapatan HKm. Besarnya pendapatan dalam HKm tersebut tergantung dari luas lahan HKm yang dikelola setiap rumah tangga dan jenis usahataniagroforestri yang dilaksanakan. Sementara itu, besarnya pendapatan yang bersumber dari luar HKm dipengaruhi oleh kepemilikan aset lahan selain HKm dan kesempatan kerja yang tersedia disekitar kawasan HKm. Rumahtangga pesanggem HKm yang memiliki pendapatan tertinggi bersumber dari dalam HKm adalah rumahtangga pesanggem yang mengelola lahan HKm Sekaroh. Kemudian diikuti oleh rumahtangga di HKm Batukliang dan terendah adalah rumahtangga pesanggem di HKm Sesaot. Besarnya pendapatan rumahtangga HKm Sekaroh berkaitan dengan luas pengelolaan HKm per rumahtangga yaitu rata-rata 2 hektar, sedangkan rumahtangga HKm Batukliang Utara memiliki luas pengelolaan rata-rata 0,66 hektar dan rumahtangga HKm Sesaot dengan rata-rata luas pengelolaan sekitar 0,53 hektar. Perbedaaan sistem usahatani yang diimplementasikan juga mempengaruhi pendapatan rumahtangga pesanggem. Sistem usahatani yang diimplementasikan dalam kawasan HKm yaitu agroforestri buah HKm Sesaot dan Batukliang Utara dan agroforestri pangan pada lokasi HKm Sekaroh. Namun bila dikaji dari nila produktifitas lahan akibat dari perbedaaan sistem usahatani yang diimplementasikan nampak bahwa produktivitas lahan melalui sistem usahatani agroforestri buah-buahan memiliki nilai produktivitas lebih rendah daripada agroforestri pangan padikacang tunggakkacang hijojagung dengan perincian Rp. 2 963 019,- per hektar dan Rp. 3 426 772,- per hektar untuk agroforestri buah dan Rp. 7 400 000,- per hektar untuk agroforestri pangan. Masih relatif rendahnya pendapatan rumahtangga yang bersumber dari lahan HKm mendorong anggota rumahtangga untuk mencari tambahan lainnya. Pendapatan rumahtangga pesanggem dari luar HKm meliputi pendapatan dari sawah, kebun dan jasa serta dagang. Pendapatan tersebut relatif tinggi yaitu berkisar antara 32 - 11 dari total pendapatan rumahtangga. Kontribusi tersebut beragam antar lokasi HKm. Kontribusi tertinggi terdapat di lokasi HKm Sesaot 51,23, kemudian lokasi HKm Batukliang Utara 32,75 dan terendah pada lokasi HKm Sekaroh 10,54. Kemudian dari hasil penelitian di Sesaot menemukan bahwa sekitar 62 masyarakat pesanggem menyatakan bahwa pembagian lahan HKm meningkatkan pendapatan rumahtangga dan hanya 38 yang menyatakan HKm tidak memberikan kontribusi terhadap pendapatan rumahtangga ICRAF 2010. Selain itu, bagi rumahtangga pesanggem bahwa kontribusi tertinggi pendapan rumahtangga masih bersumber dari kawasan HKm, sementara itu rumahtangga non pesanggem memiliki kontribusi pendapatan tertinggi bersumber dari kebun. Hal ini memberikan indikasi bahwa meskipun HKm memberikan kontibusi terhadap pendapatan rumahtangga, namun nilai besarannya masih relatif rendah. Artinya bahwa pendapatan tersebut masih belum mampu untuk mencukupi kebutuhan rumahtangga. Beragamnya pendapatan yang bersumber dari luar HKm pada masing- masing lokasi dipengaruhi oleh nilai aset produktif seperti sawah, kebun dan tegalan dan kesempatan kerja yang ada. Pemilikan sawah dan kebun serta kesempatak kerja dalam jasa lingkungan lebih tersebar pada rumahtangga HKm di lokasi HKm Sesaot dan Batukliang Utara. Sementara aset produktif berupakan tegalan tersebar pada lokasi HKm Sekaroh dan demikian juga dengan kesempatan kerja sebagai buruh tani. Dengan melihat bahwa masih tingginya ketergantungan ekonomi rumahtangga yang bersumber dari areal HKm memberikan makna bahwa program HKm sesungguhnya dapat meningkatkan perekonomian rumahtangga dan sekaligus kesejahteraan masyarakat sekitar kawasan HKm. Namun kondisi tersebut membawa implikasi bahwa masyarakat terus meningkatkan produktifitas lahan melalui pengembangan tanaman yang memiliki ekonomi bagi rumahtangga dan mengurangi tanaman konservasi. Artinya membangun ekonomi kawasan memiliki sifat trade off atau saling meniadakan dengan usaha-usaha konservasi kawasan. Pengembangan tanaman yang memiliki harapan ekonomi tinggi untuk jangka waktu pendek merupakan proiritas utama bagi masyarakat pesanggem di Pulau Lombok daripada pengembangan tanaman yang kurang atau tidak memiliki harapan ekonomi sama sekali seperti tanaman-tanaman konservasi.Tindakan atau implementasi HKm seperti ini juga terjadi dibeberapa tempat di Indonesia. Kasus Desa Sumberjaya Lampung Barat yaitu masyarakat pesanggem lebih mengembangkan tanaman kopi dalam areal HKm Hairiah et al. 2003. Kemudian di Bengkulu dikembangkan Tanaman Kapulaga dibawah tegakan Tanaman Sengon Prasetyo 2004. Dalam bentuk yang lebih kompleks dikembangkan tanaman pangan seperti jagung dan peternakan domba sebagai bentuk agroforestri basis sengon di Kabupaten Mojokerto. Bentuk agroforestri tersebut memberikan sumbangan ekonomi tinggi bagi rumahtangga pesanggem. Dari beberapa kasus di Indonesia bahwa dominannya orientasi pengembangan tanaman yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan dalam jangka waktu pendek dapat menghasilkan pendapatan merupakan bukti bahwa masyarakat pengelola HKm masih memiliki orientasi jangka pendek yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dasar. Pada kondisi yang demikian dan Kotak 12. Tanaman Nilai Ekonomi Tinggi Lebih Penting daripada Tanaman Konservasi Kami masih mementingkan tanaman buah-buahan dan pangan pada lahan HKm. Usaha yang kami lakukan adalah melakukan penjarangan tanaman MPTS dan Konservasi. Pada awal proyek jarak tanam tanaman MPTS dan Konservasi adalah 3m x 3m, namun setelah besar tanaman tersebut menaungi tanaman pangan yang kami usahakan, dan akhirnya kami atur menjadi 6m x 6m dan 9m x 9m. Sebagai akibatnya kami sadar bahwa terjadi pengurangan komposisi tanaman kayu-kayuan pada lahan HKm kami. Akan tetapi hal ini merupakan keputusan yang kami buat untuk dapat memperoleh pendapatan jangka pendek untuk memenuhi kebutuhan rumahtangga. Pendapatan inipun belum mencukupi kebutuhan sehari-hari. Kami masih bekerja diberbagai aktivitas ekonomi yang ada dalam dan sekitar desa atau diluar desa. Sumber. Disarikan dari hasil wawancara mendalam dengan pesanggem HKm di Pulau Lombok ketergantungan ekonomi rumahtangga yang tinggi terhadap berbagai jenis tanaman tersebut akan berakibat pada terjadinya penghindaran untuk mengembangkan tanaman konservasi yang tidak memiliki nilai harapan ekonomi. Implikasi dari prilaku pesanggem yang demikian, maka pada kawasan HKm di Pulau Lombok berkembang jenis tanaman pangan dan tanaman perkebunan yang lebih dominan daripada tanaman konservasi. Jenis tanaman tersebut dapat berupa tanaman jagung, kacang tunggak, pisang kopi dan kakao. Tanaman tersebut memberikan penghasilan yang berkesinambungan. Prilaku investasi ekonomi dan lingkungan melalui tanaman kayu-kayuan yang dapat diambil getah, kulit maupun gubal belum dilakukan. Kondisi ini muncul sebagai konsekuensi program HKm yang melibatkan masyarakat miskin yang kurang memiliki kemampuan pengetahuan, sikap wirausaha dan modal sebagai bentuk investasi. Pada kondisi masyarakat yang demikian, maka akan muncul kontradiksi atau paradoks dari tujuan pembangunan HKm. Oleh karena itu, untuk membangun HKm sehingga tercapainya tujuan pada arah ekologi kawasan diperlukan intervensi program yang kuat dari pemerintah. Tanaman-tanaman konservasi sebaiknya secara kontinyu disalurkan dan distribusikan pada masyarakat dengan tujuan untuk memotivasi masyarakat menanam tanaman konservasi atau dengan ungkapan lain adalah untuk menghindari masyarakat untuk menentukan jenis tanaman secara pribadi dalam kawasan HKm. Bila masyarakat ditentukan secara bebas untuk menetukan jenis tanaman kayu-kayuan, maka cenderung terjadi dominasi oleh tanaman MPTS yang memiliki nilai ekonomi langsung dan sebaliknya mengurangi tanaman koservasi. Faktor ekonomi dan tingkat kesejhateraan masyarakat cenderung menjadi faktor penentu. Masyarakat kurang mengembangkan tanaman konservasi karena masyarakat pesanggem berada pada kondisi miskin dan kurang mampu untuk membiayai konservasi lahan HKm. Selain itu, adanya insentif dari tanaman MPTS terutama buah-buahan dan tanaman pangan merupakan faktor pendorong bagi pesanggem untuk memenuhi areal HKm dengan tanaman-tanaman yang memiliki nilai ekonomi dan memiliki manfaat langsung. Kondisi ini telah diungkapkan oleh Nurrochmat 2005 sebagai suatu paradoks dalam pembangunan perhutanan sosial bahwa kegagalan dari perhutanan diakibatkan oleh pelibatan masyarakat miskin sebagai pengelola HKm. Kemiskinan yang ada berakibat pada ketidakmampuan untuk membiayai lahan yang dikelolanya. Masyarakat miskin masih bergelut pada persoalan nafkah yang sifatnya jangka pendek dan belum berpikir pada persoalan konservasi yang sifatnya adalah sebagai barang publik.

VII. PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBANGUNAN HUTAN KEMASYARAKATAN DI PULAU LOMBOK

7.1. Bentuk, Tipe dan Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Hutan Kemasyarakatan

Partisipasi merupakan sebuah proses bertingkat dari pendistribusian hak masyarakat dalam pengambilan keputusan, sehingga mereka dapat memperoleh kontrol yang lebih besar pada hidup mereka sendiri. Partisipasi sesungguhnya lebih dari sekedar kekuatan karena merupakan sinergi bersama untuk mencapai lebih dari yang dimiliki dari aktivitas pembelajaran sosial, pemberdayaan, ekonomi bersama dan spirit ekonomi sebagai suatu infrastruktur moral. Mitchell et al. 2003 menyatakan bahwa ada beberapa alasan penting partisipasi masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup yaitu merumuskan persoalan menjadi lebih efektif, merumuskan alternatif penyelesaian masalah yang secara sosial dapat diterima, mendapatkan informasi dan pemahaman diluar jangkauan ilmiah, perasaan memiliki terhadap rencana dan penyelesaiaan dan memudahkan penerapannya. Arnstein dalam Setyowati 2006 mengidentifikasi tingkat partisipasi disusun berdasarkan berdasarkan kewenangan yang diberikan kepada partisipan sebagai berikut: Manipulasi manipulation, b. Terapi therapy, c. Informasi informing, d. Konsultasi consultation, e. Placation, f. Kemitraaan partnership, g. Pendelegasian wewenang delegated power dan h. Kontrol masyarakat citizen power. Tingkatan partisipasi sedang tokenims bila partisipasi masyarakat dalam tahapan Informasi, Konsultasi dan Placation. Kemudian tingkatan partisipasi rendah non participation bila tipe partisipasi berada pada tahapan Manipulasi dan Terapi. Sementara itu, tahapan partisipasi tinggi adalah Kemitraaan partnership, g. Pendelegasian wewenang delegated power dan h. Kontrol masyarakat citizen power. Dari hasil wawancara mendalam dengan staf dinas kehutanan bahwa pemahaman partisipasi lebih pada pelibatan masyarakat dalam implementasi pembangunan HKm dan bukan termasuk pelibatan masyarakat dalam perencanaan dan monitoring. Situasi ini memberikan dampak terhadap partisipasi masyarakat pada tahapan program pembangunan HKm. Terbatasnya pemahaman staf tersebut berdampak pada rendahnya partisipasi masyarakat dalam perencanaan program