Elemen Kebutuhan Pengelolaan Berkelanjutan Model Partisipatif

demikian, maka strategi yang dilakukan untuk mencapai tujuan program adalah memperlakukan kawasan melalui penanaman gaharu yang diintegrasikan dengan jenis tanaman pelindung dan pendukung lainnya.

8.3.2. Elemen Kebutuhan Pengelolaan Berkelanjutan Model Partisipatif

Perhutanan Sosial Untuk dapat mencapai tujuan dari Model Agroforestri Terintegrasi pada kawasan HKm di Pulau Lombok, sangat diperlukan beberapa daktor pendukung seperti kebutuhan dari model sehingga bisa optimal dalam implementasinya. Kebutuhan tersebut dalam analisis ISM masuk dalam kelompok elemen kebutuhan dengan sub elemen. Hasil penelitian dan diskusi dengan pakar mampu mengidentifikasi 12 sub elemen kebutuhan yaitu 1 dukungan kebijakan, 2 penerimaan masyarakat, 3 penyuluhan dan pembinaan, 4 pelatihan kelompok, 5 kelembagaan komunikasi, 6 pendampingan dan penguatan kapasitas, 7 informasi teknologi gaharu, 8 kebun bibit, 9 modal usaha, 10 kelembagaan keuangan, 11 lembaga pemasaran dan 12 keamanan usaha. Struktur sub elemen kebutuhan tersebut disajikan dalam Gambar 33 dan Gambar 34 berikut. Gambar 33. Struktur Hirarki Sub Elemen Kebutuhan Pembangunan Perhutanan Sosial Partisipatif dan Berkelanjutan di Pulau Lombok Pendamping dan Penguatan Kapasitas 6 Kebun Bibit 8 Lembaga Pemasaran 11 Level 4 Pelatihan Kelompok 4 Keamanan Usaha 12 Modal Usaha 9 Kelembagaan Keuangan 10 Level 3 Dukungan Kebijakan 1 Penerimaan Masyarakat 2 Info Teknologi Gaharu 7 Penyuluhan dan Pembinaan 3 Kelembagaan Komunikasi 5 Level 2 Level 1 1, 2 3 4 5 6 7 8 9, 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 2 3 4 5 6 7 8 Gambar 34. Matrik Driver Power dan Dependence Sub Elemen Kebutuhan Pembangunan Perhutanan Sosial Partisipatif dan Berkelanjutan di Pulau Lombok Hasil analisis ISM menunjukkan bahwa Sub elemen kebutuhan yang paling penting karena memiliki dirver power paling tinggi adalah 1 dukungan kebijakan, 2 penerimaan masyarakat dan 7 informasi teknologi gaharu. Ketiga kelompok sub elemen tersebut tergolong dalam sub elemen kunci dengan ciri memiliki daya gerak tinggi dan ketergantungan rendah. Kemudian sub elemen kebutuhan pada struktur berikutnya adalah 3 penyuluhan dan pembinaan dan 5 kelembagaan komunikasi. Kedua sub elemen ini masuk dalam struktur level 2 dan kemudian tergolong sebagai elemen kebutuhan yang bersifat outonomoust. Makna dari karakteristik tersebut adalah kedua sub elemen kebutuhan tersebut mendapat prioritas kedua untuk diperhatikan, namun perlu digrakkan oleh kekuatan yang bersumber dari sub elemen kunci pada level 1. Keadaan yang sama dihadapi oleh sub elemen kebutuhan yang terstruktur dan masuk dalam level 3 seperti 4 pelatihan kelompok, 9 modal usaha, 10 kelembagaan keuangan dan 12 keamanan usaha. Keempat sub elemen kebutuhan tersebut memiliki daya gerak rendah dan bersifat outonomust. Artinya keempat sub elemen tersebut akan bergerak apabila terdapat dorongan dari sub elemen kunci level 1 dan sub elemen kebutuhan yang terdapat pada level 2 Kondisinya berbeda dengan kelompok tiga sub elemen kebutuhan yang terdapat pada level 4. Sub elemen tersebut memiliki karakteristik daya gerak rendah dan memiliki ketergantungan yang tinggi, sehingga masuk dalam katagori elemen tergantung dependent. Ketiga sub elemen kebutuhan tersebut adalah 6 Independent Lingkage Autonomoust Dependent D ri ver P o w er Dependence pendampingan dan penguatan kapasitas, 8 kebun bibit dan 11 kelembagaan pemasaran. Implikasi dari hasil analisis tersebut bahwa dalam pengembangan Model Agroforestri Basis Gaharu Teritegrasi, sangat dibutuhkan melalui pemenuhan kebutuhan dukungan kebijakan pemerintah tentang perhutanan sosial. Kebijakan tersebut akan mempengaruhi penerimaan masyarakat dalam pengembangan model tersebut. Meskipun dukungan kebijakan pemerintah tentang perhutanan sosial telah terbangun, baik pada level nasional maupun pada level daerah. Namun dari hasil diskusi menemukan masih adanya peluang ancaman ketidakpastian hak dan pola pengelolaan masyarakat dalam kawasan. Kebijakan yang dianggap mengancam hak pengelolaan masyarakat tersebut adalah terbitnya kebijakan pemerintah mengenai Taman Hutan Raya Nuraksa. Kawasan yang akan dikelola dalam Taman Hutan Raya tersebut adalah kawasan hutan lindung yang saat ini sedang dikelola oleh masyarakat pada status sebagai kawasan Hutan Kemasyarakatan HKm. Adanya kesamaan lokasi pengelolaan antara TAHURA dan HKm akan menimbulkan konflik kepentingan, sehingga masyarakat terancam dikeluarkan dari kawasan HKm yang saat ini sedang dikelola. Konflik kepentingan lainnya adalah kepentingan antar aktor yaitu antara Dinas Kehutanan Provinsi dan Dinas Kehutanan Kabupaten. Dalam pengelolaan HKm sekarang ini, tingkat wewenang kekuasaannya terletak pada Dinas Kabupaten. Sementara itu, kewenangan pengelolaan TAHURA terdapat pada Dinas Kehutanan Provinsi. Hal ini terjadi karena kawasan TAHURA melintasi wilayah adminsitrasi mencakup lebih dari satu kabupaten. Konflik kepentingan antar dinas tersebut muncul sebagai isu utama dalam pengelolaan kawasan hutan lindung di Pulau Lombok. Dengan demikian, untuk mencapai tujuan pembangunan perhutanan sosial yang berkelanjutan sangat diperlukan kebijakan pemerintah yang dapat melindungi hak pengelolaan masyarakat dan sekaligus melindungi kawasan hutan dari kehancuran. Kebijakan pemerintah tersebut harus konsisten, baik pada level nasional, provinsi dan kabupaten. Untuk menghindari konflik, selain kebijakan bersifat konsisten, maka harus mendapat respon positif dari masyarakat.

8.3.3. Elemen Kendala Utama Pengelolaan Berkelanjutan Model