Tingkat Partisipasi dan Kelembagaan dan Hubungannya dengan Kondisi Ekologi Kawasan

7.3. Tingkat Partisipasi dan Kelembagaan dan Hubungannya dengan Kondisi Ekologi Kawasan

Kondisi ekologi kawasan Hutan Kemasyarakat khususnya pada kawasan hutan lindung di Pulau Lombok ditumbuhi oleh tiga kelompok tanaman yang tanaman kayu-kayuan, tanaman MPTS Multi Purpose Tree Crop Species dan tanaman pangan. Komposisi tanaman yang ada dalam kawasan HKm sebagian besar ditumbuhi oleh tanaman MPTS dan tanaman pangan. Keberadaan tanaman dalam kawasan tersebut berasar dari tiga sumber yaitu tanaman kayu semula, tanaman yang berasal dari program HKm dan tanaman yang bersumber dari usaha masyarakat sendiri. Harapan komposisi tanaman kayu-kayuan yang berfungsi sebagai tanaman konservasi mencapai 30 sesuai dengan kesepakatan tidak terpenuhi. Masyarakat memiliki kecenderungan mengusahakan tanaman MPTS berupa buah- buahan dan tanaman pangan yang memberikan nilai ekonomi tinggi dalam jangka pendek. Masyarakat memiliki pandangan kurang baik terhadap tanaman kayu- kayuan yang akan ditanam karena tidak memiliki harapan ekonomi. Berdasarkan kesepakatan yang ada bahwa tanaman kayu-kayuan tidak dapat dimanfaatkan oleh masyarakat, mengingat bahwa kawasan tersebut merupakan kawasan hutan lindung. Masyarakat hanya dapat mengambil manfaat berupa jasa lingkungan dan hasil bukan kayu dari kawasan tersebut. Hasil observasi dan survei memberikan gambaran bahwa jenis tanaman yang tumbuh dalam kawasan HKm menunjukkan perbedaan jenis dan komposisi pada setiap lokasi. Untuk tanaman kayu-kayuan memiliki perbedaan antar lokasi, demikian juga untuk tanaman MPTS hampir memiliki kesamaan jenis kecuali pada HKm di Sekaroh Kabupaten Lombok Timur dengan Tanaman MPTS adalah jambu mete dengan persentase tumbuh cukup rendah.. Demikian juga dengan komposisi antara tanaman kayu-kayuan dan tanaman MPTS yang memberikan perbedaan antar lokasi. Perbedaan ini sangat tergantung pada kondisi alam pada masing-masing lokasi dan motivasi pesanggem untuk mangisi kawasannya dengan berbagai jenis tanaman. Hasil penelitian menemukan bahwa komposisi tanaman kayu dan MPTS pada lokasi HKm Sesaot adalah 25,02 : 74,98 , sedangkan pada HKm Batukliang Utara 12,17 : 87,83 dan pada HKm Sekaroh adalah 37,48 : 62,52 . Kondisi tersebut membuktikan motivasi penanaman kayu lebih rendah daripada penanaman tanaman MPTS dan pangan, kecuali di Kabupaten Lombok Timur yaitu komposisi tanaman kayu melewati kesepakatan yang ada, namun kepadatannya tidak sesuai dengan ketetapan yang ada. Persentase tumbuh tanaman kayu dan MPTS dari jumlah tanaman yang seharusnya pada setiap lokasi HKm juga memberikan gambaran yang berbeda. Dari tabel di bawah terlihat bahwa komposisi tanaman pangan dan MPTS yang tumbuh pada masing-masing kawasan HKm di Pulau Lombok adalah hampir sama, kecuali HKm di Kabupaten Lombok Timur adalah tanaman jagung dan padi, sedangkan tanaman MPTS nya adalah jambu mete. Kontrasnya jenis tanaman pangan dan MPTS pada kawasan HKm di Kabupaten Lombok Timur dikarenakan oleh kondisi kawasan HKm tersebut masih terbuka, sehingga masih dikembangkan tanaman pangan secara intensif dan tanaman jambu mete yang membutuhkan pencahayaan yang tinggi. Berdasarkan ketentuan yang ada bahwa setiap areal lahan HKm dapat ditumbuhi 400 tanaman kayu dan MPTS. Berdasarkan kesepakatan yang ada bahwa perbandingan jumlah tanaman kayu dan MPTS yang boleh tumbuh pada kawasan hutan lindung adalah 30 untuk tanaman kayu dan 70 untuk tanaman MPTS. Diantara tanaman kayu dan MPTS dapat dikembangkan tanaman pangan dengan sistem tumpang sari. Tabel 34. memperlihatkan bahwa terdapat perbedaan jumlah keharusan tumbuh untuk tanaman MPTS dan kayu pada kawasan HKm disetiap lokasi. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan rata-rata luas lahan yang dikelola oleh setiap pesanggem pada setiap lokasi HKm. Rata-rata luas pengelolaan terluas untuk setiap pesanggem terdapat di Kabupaten Lombok Timur yaitu 2 hektar, sementara untuk Kabupaten Lombok Barat dan Lombok Tengah masing-masing seluas 52,75 are dan 53,01 are. Namun secara keseluruhan rata-rata luas kelola kawasan HKm untuk setiap pesanggem di Pulau Lombok adalah 72,49 are. Tabel 35. Komposisi Jenis dan Realisasi Tumbuh Tanaman pada Lokasi Sampel HKm pada Hutan Lindung di Pulau Lombok No Lokasi HKm Jenis Tanaman Target Jlh.Tanamanper lahan Garapan pohon Realisai Tumbuh Tanaman Pangan Kayu MPTS Kayu MPTS Kayu MPTS 1. a. Kawasan HKm Sesaot Kabupaten Lombok Barat b. Rata-rata luas lahan: 0,53 ha Pisang, Pepaya, Ubi kayu, Talas dan Empon- empon Randu, Rajumas , Bajur dan Dadap Mangga, Nangka, Alpukat, Rambutan, Durian, Manggis, Kemiri, Kakao dan Kepundung 63 148 50,69 71,80 2. a. Kawasan HKm Batukliang Utara Kabupa-ten Lombok Tengah b. Rata-rata luas lahan: 0,53 ha Pisang, Pepaya, Sing- kong, Temula wak, Jahe, Empon- empon Mahoni, Sengon dan Albizia, Alpukat, Rambutan , Mente, Mangga, Nangka, Jeruk Durian dan Vanili 64 148 33,91 184,73 3. a. Kawasan HKm Sekaroh Kabupaten Lombok Timur b. Rata-rata Luas Lahan 2 ha Padi, Jagung, Kacang Hijo dan Kacang Tunggak Jati, Imba Sengon dan Sono- kling Jambu Mete 240 560 17,22 17,03 4 a. HKm Pulau Lombok b. Rata-rata luas : 0,73 ha 87 203 42,30 187,89 5 a. HKm Pulau Lombok b. Rata Luas Lahan: 0,73 ha Kayu dan MPTS 290 Kayu dan MPTS 143,72 Dalam hal penumbuhan tanaman MPTS dan kayu terlihat bahwa terjadi ketimpangan antara kedua jenis tanaman tersebut. Tanaman pengisi areal HKm sebagian besar tanaman MPTS dan pangan daripada tanaman kayu sebagai tanaman konservasi. Persentase tanaman kayu yang tumbuh jauh lebih sedikit daripada tanaman MPTS, sehingga dapat dikatakan bahwa masyarakat pengelola HKm masih melanggar kesepakatan yang ada 30 untuk tanaman kayu dan 70 untuk tanaman MPTS. Keadaan ini terlihat bahwa pada luasan HKm rata- rata 72,49 are seharusnnya ditanam 87 pohon tanaman kayu dan 203 tanaman MPTS, namun sebagian besar ditumbuhkan tanaman MPTS 187,89 dan sebagian kecil saja yang ditanam kayu-kayuan 43,30. Demikian juga keadaannya pada lokasi HKm disetiap kabupaten di Pulau Lombok. Pada setiap lokasi HKm terlihat bahwa penanaman tanaman kayu dari yang seharusnya belum tercapai yaitu kurang dari 60 . Capaian paling rendah adalah pada lokasi HKm di kawasan hutan lindung Sekaroh Kabupaten Lombok Timur dengan pencapaian hanya 17,22 , kemudian 33,91 di Kabupaten Lombok Timur dan 50,69 di Sesaot Kabupaten Lombok Barat. Berbeda keadaannya dengan jumlah tanaman MPTS yang tumbuh dalam areal HKm yaitu capaian tumbuhnya lebih tinggi daripada tanaman kayu dan bahkan telah melampaui batas atau ketentuan yang telah disepakati. Pada lokasi HKm di Batukliang Utara, capaian tumbuh tanaman MPTS telah melanggar ketentuan yaitu mencapai 184,73 , sementara pada lokasi HKm Sesaot hanya 71,80 belum melanggar batas yang ada dan di Sekaroh hanya 17,03 persen. Ironisnya, meskipun areal tumbuh belum ditumbuhi tanaman kayu dan MPTS secara optimum, namun kekosongan areal tersebut diisi oleh tanaman pangan, seperti pisang, ubikayu, pepaya, kakao dan sebagainya. Khususnya untuk lokasi HKm di Kabupaten Lombok Timur dikembangkan tanaman pangan padi dan jagung karena masih terbuka. Rendahnya capaian tumbuh tanaman kayu dan berkembang tanaman MPTS dan pangan dikarenakan oleh rendahnya harapan masyarakat pada tanaman kayu yang ada dan menggantungkan sumber pendapatan pada tanaman MPTS dan tanaman pangan. Dari ketentuan yang ada bahwa tanaman kayu pada HKm hutan lindung tidak boleh dipanen, sehingga pesanggem memperbanyak tanaman MPTS dan tanaman pangan yang dapat memberikan pendapatan dalam jangka pendek dan jangka panjang. Harapan masyarakat adalah pemerintah dapat menyediakan tanaman kayu yang dapat dipanen dan memberikan hasil. Selain karena faktor motivasi masyarakat dalam menumbuhkan jenis tanaman, kondisi ekologi kawasan juga dipengaruhi oleh faktor tingkat keterlibatan atau partisipasi masyarakat dalam pembangunan HKm. Hubungan antara tingkat partisipasi dan kondisi pertanaman atau ekologi kawasan disajikan pada tabel berikut ini. Tabel 36. Hasil Analisis Hubungan Antara Tingkat Partisipasi dan Daya Tumbuh Tanaman Kayu dan MPTS Dalam Area HKm Hutan Lindung di Pulau Lombok Deskripsi Tingkat Partisipasi Daya Tumbuh Spearmans rho Tingkat Partisipasi Correlation Coefficient 1,000 0,159 Sig. 1-tailed . 0,051 N Sample 107 107 Daya Tumbuh Correlation Coefficient 0,159 1,000 Sig. 1-tailed 0,051 . N Sample 107 107 Tabel di atas memperlihatkan bahwa dari hasil analisis statistik korelasi Spearman memberikan hasil tidak adanya hubungan antara tingkat partisipasi dengan daya tumbuh tanaman kayu dan MPTS pada nilai taraf kepercayaan 95 , namun akan memberikan hubungan yang nyata pada taraf kepercayaan 90 . Bila taraf kepercayaan 90 digunakan sebagai perhitungan, maka diperoleh nilai koefisien korelasi sebesar 0,159. Nilai tersebut memberikan makna bahwa hubungan antara tingkat partisipasi dengan daya tumbuh tanaman adalah lemah kurang dari 0,25 dan searah karena bernilai positif. Nilai positip atau searah memberikan pengertian bahwa meningkatnya nilai partisipasikewenangan diikuti pula dengan meningkatnya pertumbuhan tanaman kayu dan MPTS. Implikasi dari lemahnya hubungan tingkat partisipasi dengan pertumbuhan tanaman kayu dan MPTS yaitu petani pesanggem dalam mengelola lahan HKm, khususnya dalam menanam tanaman kayu dan MPTS tidak terlalu didorong oleh keaktipannya dalam mengikuti program pembangunan HKm, namun lebih karena faktor lain seperti kondisi ekonomi. Hal ini dapat dimaklumi karena pengadaan kayu dan tanaman MPTS sebagian besar bersumber dari rumahtangga petani atau swadaya dan hanya sebagian kecil saja yang bersumber dari aktivitas program HKm dan program lainnya yang terimplementasi dalam kawasan HKm. Tingginya kewenangan pesanggem dalam menentukan pilihan tanaman dan lemahnya kekuasaan pemerintah dalam program implementasi ternyata membawa dampak terhadap rasionalitas pesanggem dalam penumbuhan jenis tanaman konservasi. Pesanggem lebih memilih jenis tanaman yang memiliki nilai ekonomi dan memberikan manfaat secara individu. Kesepakatan dan aturan main kelompok untuk menumbuhkan tanaman konservasi cenderung ditinggalkan. Kelompok melalui ketua kelompoknya tidak mampu untuk mengendalikan prilaku pesanggem untuk lebih mengembangkan tanaman-tanaman yang memberikan manfaat ekonomi. Armah et al. 2009 dalam konteks pemberdayaan dan konservasi di Ghana menemukan bahwa pemberdayaan dalam aspek sosial ekonomi berhasil namun memiliki kegagalan dalam partisipasi pada aspek ekologi yaitu kondisi ekologi Korle Lagoon tidak meningkat. Hubungannya dengan hasil penelitian bahwa kegagalan dalam mengkonservasi lahan disebabkan karena ketidakmampuan pemerintah dan kelompok dalam mengendalikan anggotanya melalui aturan main yang ada. Artinya bahwa aturan mainawik-awik kelompok belum mampu untuk diimplementasikan secara tegas khususnya dalam konservasi kawasan. Hal ini disebabkan karena Awik-awik yang terbangun belum mengandung kesepakatan yang tegas dan belum mengatur sanksi terhadap keharusan dalam mengkonservasi. Sebagai implikasinya adalah masyarakat pesanggem cenderung untuk mengabaikan tindakan konservasi pada kawasan yang dikelolanya.

7.4. Paradoks Teori Partisipasi dalam Pembangunan Hutan Kemasyarakatan