Kondisi Hutan di Pulau Lombok

mengalami stagnasi pada masa krisis yang lalu kini beraktivitas kembali. Adapun lapangan usaha tersebut seperti sektor pariwisata, perdagangan, dan industri, disamping sektor pertanian yang berkembang memiliki daya tahan yang handal terhadap goncangan ekonomi yang datangnya dari luar.

4.4. Kondisi Hutan di Pulau Lombok

Kawasan hutan di Provinsi Nusa Tenggara Barat seluas 2.015.315 hektar dan hanya sekitar 8,09 163061,94 ha berada di Pulau Lombok yang tersebar dengan luasan bervariasi pada masing-masing kabupaten. Kawasan hutan terluas berada di Kabupaten Lombok Barat, kemudian Kabupaten Lombok Timur dan terendah berada Kabupaten Lombok Tengah. Demikian juga bila ditinjau dari fungsinya ternyata sebagian besar kawasan hutan di Pulau Lombok merupakan Kawasan Hutan Lindung 47,92, Hutan Konservasi 31,37, Hutan Produksi Terbatas 11,32 dan Hutan Produksi 20,32 yang dapat dikonversi 0,38. Luasan kawasan hutan berdasarkan fungsinya secara rinci diuraikan pada tabel di bawah ini. Tabel 14. Luas Hutan Menurut Fungsinya pada Kabupaten di Pulau Lombok Tahun 2009 Tata Guna Hutan Luas Hutan pada Kabupaten ha Total ha Persentase Lombok Barat Lombok Tengah Lombok Timur 1. Hutan Lindung 35.785,16 10.857,54 31.498,97 78.141,67 47,92 2. Hutan Konservasi 19.721,27 3.987,02 27.445,00 51.153,29 31,37 3. Hutan Produksi a. Hutan Produksi Tetap 5.171,52 4.888,58 5.565,00 15.625,10 9,58 b. Hutan Produksi Terbatas 17.517,38 17.517,38 10,74 4. Hutan Produksi yang dapat dikonversi 624,50 624,50 0,38 Total 78.195,33 20.357,64 64.508,97 16.3061,94 100,00 Sumber : Statistik Kehutanan Provinsi Nusa Tenggara Barat tahun 2009. Hutan konservasi tersebut terdiri dari hutan Cagar Alam, Taman Nasional, Suaka Margasatwa, Taman Buru, Taman Wisata Alam dan Taman Hutan Raya. Kemudian hutan produksi terdiri dari hutan produksi tetap dan hutan produksi terbatas. Kondisi dan luasan hutan sebagian besar terdapat di Kabupaten Lombok Barat 78.195,33 ha dan kemudian di Kabupaten Lombok Timur 64.508,97 ha dan luasan terendah terdapat di Kabupaten Lombok Tengah yaitu hanya 20.357,64 hektar. Kondisi hutan di Pulau Lombok cukup memprihatinkan hal ini ditunjukkan oleh gejala semakin meluasnya lahan kritis yang muncul di dalam kawasan hutan. Lahan kritis tersebut luasannya mengalami peningkatan setiap tahunnya. Luasan lahan kritis di Pulau Lombok sekitar 120.680 hektar atau 22,97 dari lahan kritis yang terdapat di Provinsi Nusa Tenggara Barat 527.863 hektar. Luasan lahan kritis di Pulau Lombok disajikan pada tabel berikut ini. Tabel 15. Luas Lahan Kritis di dalam dan di luar Kawasan Hutan pada Setiap Kabupaten di Pulau Lombok No Kabupaten Lahan Kritis Total Dalam Kawasan Hutan Luar Kawasan Hutan Luas ha Luas ha Luas ha 1. Lombok Barat 13.647 53,96 24.187 25,35 37.834 31,35 2. Lombok Tengah 4.403 17,43 31.562 33,08 35.965 29,80 3. Lombok Timur 7.229 28,61 39.652 41,57 46.881 38,85 Jumlah 25.279 100,00 95.401 100,00 120.680 100,00 Sumber. Dinas Kehutanan Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2006 Tabel di atas memberikan gambaran bahwa kondisi lahan kritis di Pulau Lombok menyebar merata. Lahan kritis terluas berada di Kabupaten Lombok Timur yaitu 46.881 hektar 38,85, kemudian disusul oleh Kabupaten Lombok Barat seluas 31,35 hektar 31,35 dan Kabupaten Lombok Tengah seluas 35.965 hektar 29,80. Berdasarkan lokasi penyebarannya, ternyata sebagian besar lahan kritis berada di luar kawasan hutan yaitu 95.401 hektar dan hanya sekitar 25.279 hektar yang berada dalam kawasan hutan. Meskipun sebagian kecil lahan kriris berada dalam kawasan hutan, namun kondisi kerusakannya cukup parah dan berdampak cukup luas terutama terhadap dan hilangnya sumber mata air di area luar hutan. Penyebaran lahan kritis yang cukup merata di Pulau Lombok secara spasial disajikan pada gambar berikut ini. Gambar 12. Peta Sebaran Lahan Kritis di Pulau Lombok Dari gambar di atas terlihat bahwa lahan kritis yang terdapat dalam kawasan hutan hampir semuanya berada di dalam kawasan hutan. Khususnya di Kabupaten Lombok Barat yang memiliki hutan lindung terluas mendapat ancaman berkurangnya peran hutan lindung sebagai pengatur dan pengendali air tanah. Sebaliknya, ancaman tersebut semakin menurun pada kawasan hutan lindung di Kabupaten Lombok Tengah dan Lombok Timur. Hal ini disebabkan karena luasan hutan kritis dalam kawasan hutan lebih rendah bila dibandingkan dengan lahan kritis di Kabupaten Lombok Barat. Dengan semakin berkembangnya lahan kritis pada kawasan hutan lindung, sangat mempengaruhi suplai air, khususnya di Pulau Lombok yang sekarang ini mengalami krisis air. Dari 4 Daerah aliran Sungai yaitu DAS Jelateng, Dodokan, Putik dan Menaga ternyata DAS Dodokan dan DAS Menanga mengalami mengalami defisit minus 2.156,86 mcm dan minus 258,15 mcm. Sementara itu, Pulau Lombok mengalami defisit ketersediaan air sebesar minus 1.178,45 mcm sebagaimana disajikan pada tabel di bawah ini. Tabel 16. Neraca Air Berdasarkan Daerah Aliran Sungai DAS di Pulau Lombok No Nama DAS Potensi mcm Pemanfaatan mcm Neraca mcm 1. Jelateng 194 72,81 121,19 2. Dodokan 1.266 3.422,89 - 2.136,89 3. Putik 1.429 313,60 1.115,40 4. Menanga 702 960,15 - 258,15 Pulau Lombok 3.591 4.769,45 - 1.178,45 Sumber. Balai Hidrologi dalam WWF Nusra 2007. Keterangan : 1 mcm = 1000 m 3 Dari tabel di atas menyajikan bahwa Pulau Lombok sudah tidak mampu lagi menyediakan air untuk kebutuhan penduduknya. Dengan adanya permintaan air sebesar 4.769,45 mcm dan potensi sebesar 3.591 mcm, sehingga mengalami defisit sebesar 1.178,45 mcm. Untuk Provinsi Nusa Tenggara Barat terjadi kehilangan mata air sejumlah 440 buah dalam jangka waktu 15 tahun. Pada tahun 1985, mata air berjumlah 702 dan pada tahun 2000 hanya berjumlah 262 buah dan 40 buah mengalami mati suri. Pulau Lombok mengalami gejala krisis air berkepanjangan, karena terjadi penurunan debit air dalam kurun waktu 10 tahun 1992-2002. Hal ini ditunjukkan oleh penurunan debit pada tiga sungai sebagai indikator yaitu Sungai Aiknyet, Babak dan Sesaot. Pada tahun 1992 debit air pada ketiga sungai tersebut secara berurutan 27,30 m 3 detik; 8,44 m 3 detik dan 16,08 m 3 detik dan pada tahun 2002 menurun menjadi 10,37 m 3 detik; 5,68 m 3 detik dan 9,096 m 3 Kerusakan hutan tersebut dapat disebabkan oleh faktor alam seperti kebakaran dan faktor manusia. Luas areal hutan yang terbakar di Pulau Lombok sekitar 899 hektar dan sebagian besar sekitar 504 hektar kebakaran hutan pada tahun 2005 terjadi di Kabupaten Lombok Timur dan pada tahun 2008 kebakaran hutan hanya terjadi di Kabupaten Lombok Timur dengan luas sekitar 124 hektar. Kebakaran hutan tersebut disebabkan karena faktor manusia yaitu pembersihan lahan dengan cara membakar semak dan belukar yang ada pada lahan yang dikelolanya. detik Markum et al. 2004. Kerusakan hutan dapat juga disebabkan oleh karena illegal logging dan perambahan kawasan hutan atau perladangan. Hal ini berakibat kepada timbulnya kerugian secara ekonomi. Nilai kerugian dapat diprediksi terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Pada tahun 2005, nilai kerugian dari kehilangan kayu bulat saja diprediksi sekitar Rp. 164.513.272,- dan kemudian pada tahun 2006 mengalami penurunan dengan nilai sekitar Rp. 124.402.799,20 dan kemudian pada tahun 2007 mengalami peningkatan yang cukup signifikan dan diprediksi sekitar Rp. 617.043.026,- Dishut NTB. 2008. Kemudian bila diperhitungkan nilai ekonomi dari lingkungan yang rusak, maka kerugian per tahunnya dapat mencapai Rp 4,5 milyar.

4.5. Kondisi Hutan Kemasyarakatan HKm di Pulau Lombok