Model Agroforestri Gaharu lebih unggul dibandingkan Model Agroforestri lainnya dalam menjaga kelestarian kawasan hutan dan sekaligus memberikan
pendapatan yang tinggi pada masyarakat pengelola HKm.
8.2. Rancangan Prioritas Alternatif Dalam Model Partisipatif Perhutanan Sosial Terintegrasi
Dalam pembangunan perhutanan sosial di Pulau Lombok dihadapkan pada kompleksitas permasalahan, sehingga tidak mungkin dalam mencapai
keberlanjutan hanya dengan mempertimbangkan satu aspek saja, namun sebaiknya dengan mengintegrasikan tiga aspek yaitu aspek lingkungan ekologi,
aspek sosial dan aspek ekonomi secara serentak. Hasil analisis AHP memberikan hasil adalah Model Agroforestri Gaharu
yang menjadi model prioritas untuk areal HKm. Model ini mendapat nominasi dari berbagai kriteria penilaian yang diskusikan dengan pakar terpilih sebagai
penentu keputusan. Meningat bahwa dalam pembangunan kehutanan yang berkelanjutan,
maka faktor sosial ekonomi juga mendapat perhatian. Lebih-lebih tujuan dari pembangunan HKm adalah pelibatan masyarakat dalam pengelolaan hutan untuk
meningkatkan kesejahteraanya dan tanpa mengganggu fungsi pokok dari hutan tersebut. Oleh karena itu Model Agroforestri Gaharu diuji kembali dan masuk
sebagai alternatif model pembangunan perhutanan sosial berkelanjutan. Faktor sosial ekonomi dan kelembagaan yang diperoleh dari masukan output penelitian
dijadikan sebagai elemen model alternatif untuk mencapai pembangunan perhutanan sosial berkelanjutan adalah pelibatan aktif masyarakat, penataan
kelembagaankebijakan dan pemberdayaan ekonomi masyarakat HKm Alternatif model untuk mencapai tujuan dari perhutanan sosial
berkelanjutan muncul sebagai pilihan, karena dari hasil penelitian ditemukan bahwa kondisi faktor-faktor sosial ekonomi dan kelembagaan masyarakat serta
kebijakan terbukti memiliki hubungan dengan kondisi ekologi kawasan. Atas dasar pertimbangan tersebut, maka perlu dilakukan pengujian kembali terhadap
Model Agroforestri Basis Gaharu tersebut. Hasil analisis yang keluar nantinya hanya menunjukkan prioritas pilihan dan bukan merupakan pilihan tunggal yang
harus dilakukan tetapi merupakan prioritas yang terintegrasi antar alternatif tersebut.
Dalam penyusunan analisis terhadap berbagai alternatif model tersebut akan dihadapkan dengan faktor pendukung dan penghambat. Faktor-faktor
tersebut dapat berupa kondisi sumberdaya hutan, sumberdaya manusia, modal, teknologi dan kebijakan yang ada. Permasalahannya adalah sering sekali terjadi
kekeliruan dalam memilih dan memasukkan faktor-faktor tersebut sebagai elemen kunci dalam pembangunan perhutanan sosial yang berkelanjutan, sehingga dapat
menghasilkan kurang tepatnya model yang ditawarkan sebagai sebuah alternatif yang tepat atau the second best alternative.
Faktor, aktor dan alternatif tersebut diperoleh dari kajian sebelumnya dan kemudian didiskusikan kembali bersama pakar. Hasil kajian sebelumnya
diperoleh bahwa terdapat beberapa faktor yang dimasukkan sebagai elemen kunci dalam model yaitu sumberdaya manusia, sumberdaya hutan, sumberdaya modal,
teknologi dan kebijakan khususnya tentang Hutan Kemasyarakatan HKm. Faktor sumberdaya adalah ketersediaan sumberdaya manusia atau masyarakat
yang bersedia dan mampu mengelola kawasan hutan. Kemudian faktor sumberdaya hutan adalah ketersediaan hutan yang dapat dijadikan sebagai
kawasan Hutan Kemasyarakatan. Faktor sumberdaya modal adalah ketersediaan dana dan modal masyarakat untuk diinvestasikan dalam kawasan HKm. Faktor
teknologi adalah ketersediaan teknologi untuk menunjang pembangunan HKm dan faktor kebijakaan adalah keberadaan kebijakan pemerintah yang mendukung
pembangunan HKm Sementara itu, aktor yang perlu terlibat dalam pembangunan perhutanan
sosial adalah Dinas Kehutanan Provinsi dan Kabupaten, Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai BPDAS, Dinas Koperasi, LSM Lembaga Swadaya Masyarakat
dan Perguruan. Sebenarnya masih terdapat juga aktor-aktor lainnya sebagai aktor penunjang, seperti Dinas Pertanian dan Peternakan dan Dinas Perdagangan dan
Perindustrian yang berperan dalam pemberdayaan masyarakat kawasan. Tujuan lainnya dari pembangunan perhutanan sosial atau pembangunan
HKm khususnya adalah penyerapan tenaga kerja, peningkatan kesejahteraan
masyarakat, menjadikan hutan lestari dan menjadikan hutas sebagai sumber Pendapatan Asli Daerah PAD.
Kemudian diperoleh beberapa alternatif sebagai suatu model yang saling terintegrasi dan bersinergi satu dengan lainnya adalah partisipasi masyarakat
secara aktif dalam program pembangunan HKm, penataan kelembagaan yang sudah ada, pengembangan agroforestry berbasis tanaman Gaharu dan
pemberdayaan ekonomi masyarakat kawasan hutan. Partisipasi masyarakat secara aktif adalah pelibatan masyarakat lebih aktif
lagi dalam setiap program pembangunan HKm, mengingat bahwa hasil analisis sebelumnya menunjukkan bahwa tingkat partisipasi masyarakat mempengaruhi
kondisi ekologi kawasan. Penataan kelembagaan adalah mengatur kembali organisasi dan aturan main yang ada, melalui penambahan perangkat organisasi
dan melengkapi awik-awik yang ada. Pengembangan Agroforestri Gaharu adalah memasukkan tanaman Gaharu
beserta tanaman pelindungnya sebagai tanaman utama diantara tanaman kayu, MPTS dan pangan. Dengan penanaman tanaman gaharu memiliki efek konservasi
dari tanaman pelindung yang harus ditanaman. Alternatif pemberdayaan masyarakat meliputi pengembangan ekonomi pilihan masyarakat sesuai dengan
kemampuan dan kondisi sumberdaya yang tersedia. Dengan melibatkan pakar dan analisis serta sintesis yang dilakukan oleh
peneliti terutama dalam perumusan model perhutanan sosial berkelanjutan, maka tersusunlah komponen atau faktor, aktor tujuan dan alternatif yang disusun dan
membentuk bagan alur yang digunakan sebagai dasar dalam analisis AHP Analysis Hierarchy Process. Bagan alur ini teridiri dari fokus yaitu desain model
partisipatif perhutanan sosial berkelanjutan. Kemudian faktor, aktor dan alternatif model yang tersusun dalam hirarki pada Gambar 24.
Gambar 24. Bagan Alur Analisis AHP Model Perhutanan Sosial Berkelanjutan di Pulau Lombok.
Dengan menggunakan alat analisis AHP, maka diperoleh keputusan yang berhirarki antara faktor, aktor, tujuan dan alternatif model. Hirarki tersebut
ditunjukkan oleh perolehan besarnya skor yang berupa nilai peluang. Nilai skor tertinggi adalah satu dan terendah adalah nol. Semakin tinggi nilai skor tersebut
memberikan makna bahwa hirarki faktor, aktor, tujuan dan alternatif model merupakan prioritas yang lebih utama. Lebih lengkapnya distribusi skor disajikan
pada gambar dan tabel berikut ini.
Desain Model Partisipatif Perhutanan Sosial Berkelanjutan
BPDAS KONSEVASI
HUTAN SD
MODAL TEKNO
LOGI KEBIJA-
KAN
DISHUT
DISNAS KOPERASI
LSM
SD MANUSIA
FOKUS
FAKTOR
PDAM
PERGURUAN TINGGI
AKTOR
KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
HUTAN LESTARI
SUMBER PAD
PENYERAPAN TENAGA KERJA
TUJUAN
ALTERNATIF PENATAAN
KELEMBAGAAN AGROFORESTRY
BASIS GAHARU
PEMBERDAYAAN EKONOMI
MASYARAKAT PARTISIPASI
AKTIF MASYARAKAT
Gambar 25. Bagan Hirarki dari Hasil Analisis AHP dalam Penyusunan Model Perhutanan Sosial Partisipatifdan Berkelanjutan pada Kawasan
Hutan Lindung di Pulau Lombok Gambar di atas merupakan bagan hirarki keputusan untuk masing-masing
komponen penyusun tujuan dari model. Gambar tersebut memperlihatkan peranan faktor, aktor dan tujuan pembangunan HKm dalam penyusunan hirarki dari
alternatif yang ada. Dari empat alternatif model yang dimasukkan dalam analisis, dihasilkan Agroforestri Basis Gaharu mendapat prioritas terbaik. Hal ini
ditunjukkan oleh nilai skor tertinggi yaitu 0,856 dan baru kemudian diikuti oleh alternatif lainnya dan berperan sebagai pendukung.
Dengan mensinergikan kempat alternatif tersebut, maka terdapat model integratif dan diberi nama sebagai
Model Agroforestri Basis Gaharu Terintegrasi. Nilai hirarki untuk setiap komponen penyusun dan hirarki alternatif model disajikan secara rinci dalam
tabel dibawah ini.
Tabel 37. Hasil Analisis AHP dalam Penyusunan Model Perhutanan Sosial Partisipatif dan Berkelanjutan pada Kawasan Hutan Lindung di
Pulau Lombok.
Komponen Probabilitas
Skor
1. Faktor a. Sumberdaya Manusia
0,519 51,90
b Konservasi Hutan 0.295
29,50 c. Sumberdaya Modal
0,065 6,50
d. Sumberdaya Teknologi 0,078
7,80 e. Dukungan Kebijakan
0,043 4,30
2. Aktor a. Dinas Kehutanan Dishut
Provinsi dan Kabupaten 0,318
47,20 b. Balai Pengelolaan Daerah Aliran
Sungai BPDAS 0,243
24,60 c. Dinas Koperasi
0,172 11,10
d LSM 0,145
7,70 e. PDAM
0,071 6,20
f. Perguruan Tinggi 0,051
3,10
3. Tujuan a. Penyerapan Tenaga Kerja
0,274 27,40
b. Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat
0,295 29,50
c. Menjadikan Hutan Lestari 0,349
34,90 d. Sumber PAD
0,082 8,20
4. Alternatif a. Partisipasi Aktif Masyarakat
0,723 72,30
b. Penataan Kelembagaan 0,614
61,40 c. Agroforestry Basis Gaharu
0,856 85,60
d. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat
0,684 64,80
Sumber. Hasil Analisis AHP pada Data Primer. Berdasarkan hasil analisis AHP ditemukan bahwa untuk mencapai tujuan
program pembangunan HKm diperlukan dukungan dari faktor-faktor sumberdaya dan pelibatan aktor selain masyarakat itu sebdiri. Hasil analisis bahwa tujuan
pembangunan HKm seharusnya berorientasi pada pembangunan hutan lestari skor=0,349, baru kemudian berorientasi pada kepada peningkatan kesejahteraan
masyarakat skor=0,295, penyerapan tenaga kerja skor=0,274 dan orientasi sumber PAD skor=0,082. Kontribusi tujuan terhadap model partisipatif
perhutanan sosial disajikan pada gambar berikut.
1 1
Hutan Lestari Kesejahteraan MSY
Penyerapan T. Kerja Sumber PAD
Gambar 26. Grafik Kontribusi Tujuan Terhadap Model Partisipatf Perhutanan Sosial di Pulau Lombok.
Pentingnya orientasi tujuan pada pelestarian hutan ini adalah agar pembangunan HKm jangan sampai lepas kendali. Bila dikaitkan dengan definisi
HKm sesuai dengan Peraturan Menteri Kehutanan P.37Permenhut-II2007 yang masih memiliki berbagai interpretasi, maka pihak Dinas Kehutanan Provinsi dan
Kabupaten sebaiknya lebih menegaskan pada orientasi menuju hutan lestari dalam kesempatan sosialisasi pembangunan HKm. Akan terdapat ancaman kehancuran
sumberdaya hutan bila orientasi tersebut hanya pada kesejahteraan masyarakat, penyerapan tenaga kerja dan sumber PAD. Ketiga orientasi tersebut lebih pada
aspek ekonomi dari pada aspek hutan lestari keberlanjutan. Dengan demikian, maka strategi orientasi hutan lestari sebagai orientasi utama dan orientasi lainnya
merupakan orientasi pendukung untuk mencapai pembangunan HKm secara berkelanjutan.
Untuk mencapai tujuan pembangunan HKm menuju hutan lestari, masyarakat sejahtera, penyerapan tenaga kerja dan sumber PAD perlu mendapat
dukungan dari berbagai sumberdaya, seperti sumberdaya manusia masyarakat, sumberdaya hutan, sumberdaya modal dan sumberdaya buatan berupa teknologi
serta kebijakan pemerintah. Dari hasil analisis AHP, maka ditemukan bahwa faktor sumberdaya manusia skor=0,519 menempati posisi utama, kemudian
diikuti oleh faktor lainnya seperti sumberdaya hutan skor=0,295, sumberdaya teknologi skor=0,078, modal skor=0,065 dan kebijakan skor=0,043.
Kontribusi faktor terhadap alternatif model partisipatif perhutanan sosial disajikan pada gambar berikut ini
1 1
SDM Kons. Hutan
Teknologi SD Modal
Kebijakan
Gambar 27. Grafik Kontribusi Faktor Terhadap Model Partisipatf Perhutanan Sosial di Pulau Lombok.
Faktor sumberdaya manusia merupakan kelompok masyarakat yang berdomisili pada sekitar hutan yang berpotensi untuk ikut serta dalam
pembangunan HKm. Dalam Model Agroforestri Gaharu Terintegrasi, sumberdaya manusia merupakan faktor pendukung dari pembangunan model tersebut dan
sumberdaya manusia tersebut lengkap dengan karakteristik yang melekat dalam setiap individu tersebut. Hasil analisis dalam gambar di atas menunjukkan bahwa
sumberdaya manusia merupakan faktor terpenting untuk semua alternatif yang ada. Demikian juga kondisinya bila ingin membangun Model Agroforestri Basis
Gaharu Terintegrasi sangat diperlukan dukungan dari sumberdaya manusia yaitu masyarakat di sekitar Kawasan HKm.
Faktor konservasi merupakan tingkat kemampuan model dalam mengkoservasi kawasan Hutan Kemasyarakatan HKm. Faktor konservasi hutan
merupakan faktor yang menempati urutan kedua setelah faktor sumberdaya manusia. Artinya kesemua alternatif model yang ada tersebut hampir memiliki
kemampuan yang sama dalam mengkonservasi kawasan. Namun bila dikaitkan dengan tujuan konservasi kawasan, maka Pada Model Agroforestri Basis Gaharu
ternyata memiliki kemampuan dalam memberikan konservasi paling tinggi dalam mengkonservasi bila dibandingkan model lainnya.
Demikian pula halnya dengan faktor sumberdaya buatan seperti teknologi merupakan ketersediaan dukungan teknologi kehutanan. Hasil analisis
menunjukkan bahwa untuk kesemua alternatif model yang ada memiliki
ketersediaan teknologi yang hampir sama, namun Model Agrofororestri Basis Gaharu teknologinya paling tersedia, kemudian diikuti oleh model yang lainnya.
Adapun sumber teknologi kehutanan tersebut dapat diperoleh pada Dinas
Kehutanan Provinsi dan Kabupaten, BPDAS dan perguruan tinggi setempat. Teknologi usahatani jamur untuk inokulasi dan pengembangan tanaman gaharu
telah tersedia di Fakultas Pertanian Universitas Mataram, sedangkan teknologi pengembangan tanaman hutan dan MPTS disediakan oleh Dinas Kehutanan.
Faktor modal merupakan faktor pendukung yang sangat diperlukan oleh keperluan pembangunan HKm. Sumber modal tersebut dapat berasal dari
pengumpulan dana masyarakat dan koperasi yang merupakan kelembagaan wadah dalam pembangunan HKm. Selain itu, sumber modal dapat juga berasal dari
Dinas Kehutanan berupa bibit tanaman dan dana yang bersumber dari kontribusi PDAM sebagai balas jasa pemanfaatan air yang bersumber dari kawasan hutan.
Kemudian faktor terakhir berupa kebijakan pemerintah dalam pengelolaan HKm. Faktor kebijakan tersebut merupakan faktor pendukung dalam
pembangunan HKm. Kebijakan tersebut dapat berupa kebijakan bersifat nasional dan daerah Peraturan DaerahPerda. Pembangunan HKm ini harus mendapat
dukungan dari kebijakan yang ada. Dalam realitanya kebijakan tentang pembangunan hutan kemasyarakatan di Pulau Lombok cukup tersedia yang
berupa keputusan dan peraturan menteri kehutanan serta peraturan daerah. Selain faktor-faktor pendukung tersebut, maka dalam pembangunan HKm
sangat diperlukan pelibatan aktor. Terdapat 6 aktor penting yang seharusnya dilibatkan dalam pembangunan HKm. Keenam aktor tersebut memiliki tingkat
keterlibatan yang beragam satu dengan lainnya. Hasil analisis menunjukkan bahwa hirarki keterlibatan tertinggi dalam pembangunan HKm adalah Dinas
Kehutanan Provinsi dan Kabupaten skor=0,318, kemudian diikuti oleh Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai BPDAS skor=0,423. Selanjutnya adalah
Dinas Koperasi skor=0,172, LSM skor=0,145, PDAM skor=0,071 dan Perguruan Tinggi skor=0,051. Kontribusi Aktor terhadap alternatif model
perhutanan sosial disajikan pada gambar berikut ini
0,0 0,1
0,2 0,3
0,4 0,5
0,6 0,7
0,8 0,9
0,0 0,1
0,2 0,3
0,4 0,5
0,6 0,7
0,8 0,9
Agroforestry Basis Gaharu Partisipasi Aktif MSY
Pemberdayaan Eko. MSY Penataan Kelembagaan
Dishut BPDAS
D. Koperasi LSM
PDAM Pgr. Tinggi
Gambar 28. Grafik Kontribusi Aktor Terhadap Model Partisipatf Perhutanan Sosial di Pulau Lombok.
Gambar di atas memperlihatkan bahwa untuk mencapai model yang diharapkan dalam pembangunan Hutan Kemasyarakatan, maka keterlibatan aktor
sangat diperlukan. Hasil analisis memperlihatkan bahwa keterlibatan paling penting diantara semua alternatif model tersebut adalah peran Dinas Kehutanan,
kemudian diikuti oleh aktor lainnya seperti BPDAS, Dinas Koperasi, LSM, PDAM dan terakhir adalah Perguruan Tinggi. Demikian juga kondisinya bila
dirinci peran aktor dalam masing-masing alternatif model tersebut. Aternatif Model Agroforestri Basis Gaharu memerlukan peran tertinggi dari Dinas
Kehutanan, BPDAS, Dinas Koperasi, LSM, PDAM dan perguruan tinggi bila dibandingkan dengan alternatif model lainnya. Dari masing-masing alternatif
model yang ada ternyata peran paling rendah dalam keterlibatan pembangunan HKm adalah Perguruan Tinggi. Hal ini terjadi, nampaknya karena dalam model
Perguruan Tinggi hanya berperan dalam penyediaan teknologi, bantuan teknis dan pembinaan yang dapat dilakukan oleh Dinas Kehutanan.
Peran masing-masing aktor dalam pembangunan HKm di Pulau Lombok menunjukkan kekomplekan, artinya peran satu aktor dengan aktor lainnya dapat
saling tumpang tindih. Terjadinya hal yang demikian dikarenakan bahwa keterlibatan aktor-aktor tersebut sesuai dengan kebutuhan dan kepentingannya.
Adapun peran masing-masing aktor tersebut dalam pembanguan HKm di Pulau Lombok disajikan dalam tabel berikut ini.
Tabel 38. Uraian Tugas Stakeholder dalam Pembangunan Hutan Kemasyarakat di Pulau Lombok.
Aktor Tugas dan Fungsi
1. Dishut Provinsi a. Fasilitasi kelompok masyarakat
b. Pemberian IUPHKm, IUPHHKHKm Delegasi dari Menhut c. Koordinasi antar kabupaten
d. Mengusulkan penetapan areal kerja berdasarkan permohonan
IUPHKm dari masyarakat utk lintas kabupaten e. Pembinaan dan pengendalian
f. Memberikan bantuan teknis pada aspek kehutanan
2. Dishut Kabupaten a. Memfasilitasi masyarakat dalam memberdayakan masyarakat
b. Mengusulkan Penetapan Areal Kerja berdasarkan permohonan IUPHKm dari masyarakat
c. Pemberian IUPHKm d. Koordinasi dengan UPT Dephut BPDAS, BPKH, BP2HP
untuk bantuan dalam fasilitasi kelompok masyarakat. e. Pembinaan dan pengendalian terhadap pemegang
IUPHKmIUPHHK-HKm f. Memberikan bantuan teknis dalam aspek kehutanan
3. BPDAS a. Koordinasi dengan pemerintah daerah provinsi,kabupaten
b. Melakukan Up Dating data HKm dan Social Forestry c. Menyiapkan Re-inventarisasi dan Re-identifikasi kebutuhan
daerah termasuk kebutuhan jumlah dan kualitas tenaga pendamping
d. Bersama Tim Evaluasi melakukan evaluasi ke lapangan. e. Bersama Tim Verifikasi melakukan evaluasi ke lapangan.
f. Berkoordinas i
dengan BPKH dan Dishut Provinsi dan Kabupaten dalam menyiapkan Peta Digitasi untuk Lampiran
SK Penetapan Areal Kerja HKm
4. Dinas Koperasi a. Melakukan pembinaan pada koperasi kelompok HKm
b. Melakukan pendampingan pada KSU HKm c. Memberikan bantuan permodalan untuk KSU HKm
d. Melakukan monitoring dan evaluasi pada KSU HKm
5. LSM a. Melakukan pembinaan pada kelompok HKm bersama dengan
Dinas Kehutanan b. Melakukan pendampingan pada kelompok HKm
c. Melakukan Penguatan Kapasitas pada kelompok HKm d. Melakukan pemberdayaan ekonomi kelompok HKm
6. PDAM a. Memberikan kontribusi dalam konservasi tanah dan air atas
pemanfaatan air sebagai bahan baku air minum. b. Menyalurkan dana hasil retribusi air oleh pelanggan air minum
melalui Dinas Kehutanan Kabupaten.
7. Perguruan Tinggi a. Melakukan pembinaan pada masyarakat kelompok HKm
melalui kegiatan penyuluhan dan pengabdian masyarakat. b. Melakukan bantuan teknis dalam pengembangan teknologi
kehutanan c. Memberikan informasi hasil riset tentang kehutanan kepada
masyarakat pengelola HKm
Dengan peran yang dilakukan oleh aktor yang terlibat dalam pembangunan HKm dapat dihasilkan output yang memberikan dukungan dalam pengembangan
model pembangunan HKm. Model tersebut merupakan outcome dari hasil sinergi para aktor yang terlibat didalammnya dan dukungan dari faktor sumberdaya yang
ada. Hasil analisis AHP menunjukkan bahwa untuk mencapai tujuan
pembangunan HKm mengarah pada hutan lestari dapat dilakukan melalui beberapa alternatif sebagai sebuah model. Aternatif utama adalah melalui
pengembangan Agroforestry Gaharu skor=0,856, kemudian alternatif kedua adalah Partisipasi Aktif Masyarakat skor=0,723, Pemberdayaan Ekonomi
Masyarakat skor=0,684 dan Penataan Kelembagaan skor=0,614. Hirarki dari alternatif model partisipatif perhutanan sosial berkelanjutan disajikan pada
gambar berikut ini.
Gambar 29. Grafik Kontribusi Alternatif Terhadap Model Partisipatf Perhutanan Sosial di Pulau Lombok
Dari keempat alternatif yang ada, maka untuk mencapai perhutanan sosial partisipatif dan berkelanjutan sangat diperlukan pengembangan Agroforestri
Gaharu dalam kawasan HKm yang didukung oleh partisipasi masyarakat secara aktif, pemberdayaan ekonomi masyarakat kawasan dan penataan kelembagaan
yang sudah ada. Agroforestri Basis Gaharu memberikan dua manfaat adalah manfaat
konservasi dan manfaat ekonomi. Manfaat konservasi adalah sebagai dampak dari penanaman gaharu dan tanaman pelindung. Tanaman Gaharu dalam usahatani
membutuhkan tanaman pelindung dari tanaman kayu-kayuan. Tanaman pelindung
0,0 0,1
0,2 0,3
0,4 0,5
0,6 0,7
0,8 0,9
0,0 0,1
0,2 0,3
0,4 0,5
0,6 0,7
0,8 0,9
Agroforestry Basis Gaharu Partisipasi Aktif MSY
Pemberdayaan Eko. MSY Penataan Kelembagaan
ini umumnya ditanam terlebih dahulu atau dapat bersamaan, namun tanaman pelindung tersebut memiliki tingkat pertumbuhan yang lebih cepat. Umumnya
yang digunakan sebagai tanaman pelindung dan memiliki pertumbuhan relatif cepat adalah Tanaman Sengon. Tanaman Sengon ini dapat dijadikan sebagai
tanaman konservasi dan tanaman yang dapat diambil kayunya sebagai kayu bakar dan kebutuhan rumahtangga dan industri.
Manfaat ekonomi dari Gaharu adalah dalam jangka waktu 10 tahun sampai dengan 15 tahun dapat menghasilkan gubal yang merupakan komoditas bernilai
tinggi dalam pasar regional ataupun internasional. Gubal merupakan bongkahan kayu yang harum karena tanaman gaharu bila terinfeksi oleh jamur Fusarium dan
akhirnya mengeluarkan sejenis resin dengan aroma yang spesifik. Harga gubal tersebut cukup bervariasi, namun harga terndah adalah mencapai Rp.2.000.000,-
per kilogram. Dari hasil diskusi dan survei menemukan bahwa tanaman kayu harapan
masyarakat adalah jenis Gaharu yang dapat dipanen minimal dalam jangka waktu 10 tahun. Tanaman Gaharu ini memiliki ekonomi tinggi karena menghasilkan
gubal dengan harga cukup tinggi dipasaran regional maupun internasional. Pada prinsipnya tanaman Gaharu ini membutuhkan tanaman pelindung dari tanaman
kayu-kayuan, sehingga bila tanaman Gaharu ini disisipkan diantara tanaman kayu, maka akan tetap mempertahankan keberadaan tanaman kayu yang ada demi
kepentingan konservasi dan pada sisi lain memberikan tambahan pendapatan jangka panjang pada pengelola HKm.
Untuk melihat estimasi pendapatan pengelola HKm bila mengembangkan gaharu pada kawasan HKm, maka diskenariokan analisis usahatani gaharu dengan
tanpa memasukkan nilai waktu. Skenario usahatani gaharu pada setiap hektar lahan HKm disajikan pada tabel berikut ini.
Tabel 39. Skenario Analisis Usahatani Tanaman Gaharu per hektar Areal HKm pada Hutan Lindung di Pulau Lombok
No Uraian
Skenario Nilai Rp
1 Pertanaman
a. Jarak tanam 2.5 m x 5 m
b. Jumlah Bibit yang diperlukan
1.000 pohon 3.500.000
c. Daya tumbuh 80
d. Jumlah pohon hiduphektar
800 pohon 2.800.000
2. Biaya Usahatani
a. Sarana produksi 18.020.000
b. Tenaga Kerja 6.090.000
3 Harga
1 kg gubal 2.000.000
4 Produksi
160 kg gubal 320.000.000
5 Pendapatan Usahatani
292.390.000
Sumber. Analisis Data Sekunder Siddik 2010 Dari tabel diatas dapat dijelaskan bahwa umur investasi pada usahatani
gaharu diasumsikan dalam waktu 10 tahun gubal dapat dihasilkan melalui penyuntikan jamur pada tanaman setelah berumur 5 tahun. Kemudian dengan
jarak tanam 2,5 x 2,5 m diperlukan bibit sejumlah 1.000 pohon dan dengan asumsi daya tumbuh sekitar 80 , maka jumlah tanaman gaharu yang tumbuh sampai
dengan produksi adalah 800 pohon. Harga bibit per pohon adalah Rp 3.500,- sehingga biaya bibit adalah Rp 3.500.000,-.
Biaya usahatani lainnya adalah berupa biaya sarana produksi dan biaya tenaga kerja. Biaya sarana produksi berupa biaya pupuk kandang, pestisida,
alkohol 70 , kapas, lilin dan inokulan adalah dengan nilai Rp 18.020.000
,-.
Sementara itu, biaya tenaga kerja berupa biaya penyuntikan gaharu dan pemeliharaan dengan nilai sebesar Rp 5.090.000,-
Dengan asumsi bahwa produksi gubal dari 800 pohon adalah sebesar 160 kg dan skenario harga terendah adalah Rp 2.000.000,- per kilogram gubal, maka
diperoleh penerimaan sebesar Rp 320.000.000,-. Dengan analisis biaya dan pendapatan usahatani dan tanpa melihat nilai waktu dari uang diperoleh
pendapatan dari usahatani gaharu sebesar Rp 292.390.000,- Kemudian alternatif kedua adalah pelibatan secara aktif masyarakat dalam
program pembangunan Hutan Kemasyarakatan. Maksud dari alternatif ini bahwa program pembangunan HKm seharusnya melibatkan masyarakat aktif mulai
program perencanaan, implementasi dan monitoringevaluasi. Pola perwakilan
yang dilakukan selama ini kurang efektif dalam menyampaikan pesan. Oleh karena itu, maka strategi yang diambil dalam pelibatan tersebut adalah
membangun aktivitas kelompok di level masyarakat. Masyarakat pengelolah HKm didampingi dalam menyusun rencana kerja kelompok dan masyarakat
pengelola HKm aktif didalamnya. Hasil dari Rencana Kerja Kelompok ini yang diangkat dan disampaikan pada saat kegiatan Musrenbangdes Musyawarah
Perencanaan Pembangunan Desa. Dengan demikian, meskipun masyarakat tidak terlibat secara langsung
dalam program pembangunan HKm akan tetapi masyarakat telah aktif dalam menyusun program yang diharapkan sehingga dapat memotivasi mereka untuk
menunjang pembangunan HKm yang berkelanjutan. Hasil penelitian menemukan bukti bahwa tingkat partisipasi masyarakat memiliki hubungan positif dengan
kondisi ekologi kawasan, meskipun hubungan tersebut lemah yaitu hanya 0,15 namun hal terebut dapat dijadikan dasar dari pentingnya pelibatan aktif
masyarakat dalam program pembangunan HKm. Pemberdayaan ekonomi masyarakat merupakan alternatif ke tiga dalam
prioritas pencapaian tujuan yaitu model partisipatif perhutanan sosial berkelanjutan. Jenis pemberdayaan ekonomi dari hasil penelitian dominan pada
bidang peternakan sapi dan industri pengolahan hasil dari tanaman MPTS dan tanaman pangan. Pemberdayaan ekonomi masyarakat diharapkan dapat
mendukung perekonomian keluarga atau rumahtangga, sehingga berimplikasi pada penurunan tingkat ketergantungan terhadap hutan terutama yang berakibat
pada pengerusakan. Pemberdayaan ekonomi masyarakat tersebut dapat memiliki dampak
terhadap pengurangan tekanan ketergantungan ekonomi masyarakat pada kawasan hutan. Keadaan ini ditunjukkan oleh hasil penelitian Sukardi et al. 2008 pada
masyarakat sekitar Taman Nasional Gunung Rinjani bahwa pemberdayaan ekonomi dapat menambah pendapatan rumahtangga dan pengurangan konsumsi
kayu bakar dari pemanfaatan biogas sebagai bahan bakar. Sukardi et al. 2009 mengungkapkan lebih jauh bahwa dalam rentang waktu 4-5 bulan usaha
penggemukan sapi dapat menghasilkan pendapatan sebesar Rp. 300.000,- sampai dengan Rp.400.000,- per bulan. Usaha pemeliharaan sapi juga memberikan hasil
berupa bio gas yang dapat mengkompensasi penggunaan kayu bakar pada rumahtangga. Temuan berikutnya adalah dengan pemeliharaan sapi ternyata dapat
menekan perambahan dan penebangan liar yang terjadi dalam kawasan Taman Nasional Gunung Rinjani.
Prioritas pemberdayaan ekonomi lainnya adalah pengembangan agroindusri buah-buahan dengan skala rumahtangga. Pentingnya kegiatan
agroindustri buah-buahan ini adalah untuk mengatasi persoalan kelebihan produksi pada saat musim panen. Untuk dapat meningkatkan pendapatan
rumahtangga pengelola HKm dan sekaligus peningkatan kesejahteraanya perlu dilakukan pengolahan hasil pertanian. Selain untuk mengatasi kelebihan produksi
pada saat panen, agroindustri juga memberikan nilai tambah terhadap produk sehingga memberikan tambahan pendapatan dalam rumahtangga. Keadaan ini
ditunjukkan oleh beberapa hasil penelitian Anwar et al. 2007 di Kabupaten Lombok Barat menemukan bahwa nilai tambah dari pengolahan mete menjadi
kacang mete adalah sebesar 30 dari harga bahan bakunya. Temuan Watoni 2007 bahwa pendapatan dari agroindustri ubi kayu di Pulau Lombok mampu
memberikan kontribusi terhadap pendapatan rumahtangga per tahun sebesar 71,57. Kemudian Ayu dan Sri 2006 menemukan bahwa agroindustri berbasis
buah nangka di Pulau Lombok memberikan kontribusi terhadap pendapatan rumahtangga setiap bulannya yaitu berkisar antara Rp. 2.059.926,- sampai
dengan Rp. 9.127.392,-. Penataan kelembagaan HKm merupakan alternatif ke empat untuk
mencapai tujuan pembangunan HKm yang berkelanjutan. Kelembagaan HKm ini sesungguhnya sudah baik, namun masih memiliki kelemahan dan oleh karena itu
maka perlu dilakukan pembenahan. Adanya kelemahan dari organisasi dan aturan main awik-awik yang terbangun merupakan faktor yang dianggap memberikan
dampak pada ketidakberlanjutan program HKm selama ini. Indikator kelemahan kelembagaan HKm ini adalah masih terjadinya ganti rugi dibawah tangan,
pelanggaran awik-awik dan kurang lancarnya pergerakan informasi sebagai aibat dari rendahnya insentif dari pengurus organisasi. Adapun modifikasi dari
kelembagaan HKm disajikan pada gambar dibawah ini.
Gambar 30. Rekayasa Bagan Organisasi HKm di Pulau Lombok Dari gambar Organisasi HKm yang ada dilakukan penambahan perangkat
organisasi untuk dapat mencapai efektifitas organisasi. Perangkat organisasi yang mengalami perubahan adalah penggantian nama dan penambahan perangkat
organisasi. Perangkat organisasi yang mengalami penggantian nama adalah Seksi Ekonomi berubah menjadi Seksi Pendanaan. Sedangkan yang mengalami
penambahan adalah Seksi Perencanaan, Seksi Pembibitan dan Seksi Penyuluhan dan Komunikasi. Nama seksi-seksi tersebut disusun sesuai dengan peranan dan
fungsi yang dibebankan padanya. Sementara itu, untuk awik-awik yang ada isinya cukup baik, namun
dibangun keberanian dalam penegakan aturan tersebut. Untuk dapat lebih memperlancar informasi perlu pada setiap lokasi HKm desa dibangun Forum
HKm. Forum ini juga dapat difungsikan sebagai kelembagaan untuk penegakan PELINDUNG
PENASEHAT KETUA
BENDAHARA SEKRETARIS
KELOMPOK RELAWAN
MANAGER SEKSI-SEKSI
PENYU- LUHAN
dan KOMUNI
KASI PENANAMAN
KEAMA- NAN
PEMBERDA- YAAN
PENDANAAN
KOORDINATOR
KETUA KELOMPOK I
KETUA KELOMPOK II
KETUA KELOMPOK III
KETUA KELOMPOK IV
PEMBIBITAN PERENCA-
NAAN
dalam implementasi awik-awik. Institusi Loqak Pemangku Awik-awik diberdayakan sebagai institusi yang berfungsi dalam penegakan awik-awik. Hal
ini diharapkan karena Institusi Loqak yang ada pada Forum HKm diangkat dari pengetahuan lokal setempat. Orang-orang yang dituakan dapat dimanfaatkan
sebagai pengambil keputusan dalam penagakan awik-awik.
8.3. Strategi Pengelolaan Perhutanan Sosial Partisipatif Berkelanjutan