mikroorganisme tersebut mungkin memodifikasi target dari antibiotik; 5 terjadi perubahan genetik pada mikroorganisme tersebut sehingga dapat bertahan
terhadap kerja antibiotik; dan 6 mikroorganisme tersebut dapat memompa keluar antibiotik yang masuk ke dalam sel efflux.
Kloramfenikol adalah antibiotik yang bekerja dengan jalan menghambat sintesis protein mikroba. Yang dihambat adalah enzim peptidil transferase yang
berperan sebagai katalisator untuk membentuk ikatan-ikatan peptida pada proses sintesis protein mikroba. Kloramfenikol umumnya bersifat bakteriostatik, tetapi
pada konsentrasi tinggi kadang-kadang bersifat bakterisidal terhadap mikroba yang peka Gan et al. 1980. Menurut Gan et al. 1980, E.coli dapat resisten
terhadap kloramfenikol dengan mengasetilasi antibiotik tersebut. Ampisilin dan amoksilin adalah jenis penisilin yang berspektrum antimikroba luas, efektif
terhadap mikroba gram positif dan negatif. Kejadian resistensi terhadap penisilin pada umumnya didasarkan pada produksi penisilinase, yang dapat memecah
ikatan atom N dengan C pada cicin laktam, dengan menghasilkan asam penisiloat. Asam penisiloat, tidak memiliki lagi sifat antibakteri Gan et al.1980.
D. Komponen Fitokimia Ekstrak Biji dan Umbi Teratai
Analisis fitokimia secara kualitatif terhadap tepung biji, umbi dan masing- masing ekstrak dilakukan untuk melihat komponen-komponen fitokimia yang
diduga berperan sebagai antimikroba. Pada Tabel 11 terlihat komponen fitokimia yang terdapat pada tepung biji. Tepung biji teratai mengandung hampir semua
komponen fitokimia seperti alkaloid, tanin, saponin, glikosida, flavonoid, steroidtriterpenoid. Komponen fitokimia tersebut tersebar pada masing-masing
ekstrak Tabel 11. Sementara tepung umbi mengandung komponen fitokimia yang utama adalah alkaloid, tanin dan saponin Tabel 11. Glikosida, flavonoid
dan steroid juga terdapat pada ekstrak umbi Tabel 11, sementara pada tepungnya tidak terdeteksi. Hal ini diduga komponen tersebut konsentrasinya kecil dalam
umbi dan menjadi terdeteksi setelah tepung diekstrak dengan pelarut yang bertingkat tidak polar, semipolar dan polar yang sesuai dengan kelarutan
komponen fitokimia tersebut.
Tabel 11. Komponen fitokimia ekstrak biji dan umbi teratai
Komponen fitokimia
Biji Umbi
Biji Ekstrak
heksana Ekstrak
etil asetat
Ekstrak etanol
Umbi Ekstrak
heksana Ekstrak
etil asetat
Ekstrak etanol
Alkaloid ++++ ++
++ ++ ++++ ++
++ +
Saponin
+ ++ + +++ + - + ++
Tanin + - ++
+++ + - + +++
Glikosida ++ ++ ++ - - ++ +++ -
Flavonoid +++ -
+ +++ - - ++ -
Steroid +++ ++
- -
- +
+ ++
Triterpenoid + - ++ + - - - -
Keterangan : + : positif lemah , ++ : positif, +++ : positif kuat, ++++ : positif kuat sekali
- : tidak terdapat pada sampel
Ahmad Beg 2001 melakukan analisis fitokimia terhadap 40 ekstrak tanaman yang memiliki aktivitas antimikroba. Komponen fitokimia yang terdapat
pada ekstrak tersebut adalah fenol 79, epigallotanin atau tanin terkondensasi 77, glikosida 49, saponin 38, flavonoid 28 dan alkaloid 25.
Secara umum alkaloid merupakan metabolit basa yang mengandung nitrogen dan banyak sekali ragam maupun struktur kimianya. Sebagian besar
alkaloid dibentuk dari asam-asam amino seperti lisin, ornitin, fenilalanin, tirosin dan triftofan. Kerangka asam-asam amino tersebut sebagian besar masih tetap asli
di dalam struktur senyawa-senyawa alkaloid yang diturunkannya Herbert 1988. Banyak jenis alkaloid bersifat terpenoid atau sebagai terpenoid termodifikasi.
Jenis alkaloid yang terdapat pada umbi dari spesies Nymphaea alba adalah nymphaeine dan nupharine, dimana umbi ini digunakan untuk mengobati disentri
atau diare yang disebabkan oleh iritasi sindrom usus besar Anonim 2004. Rhizome tersebut selain mengandung alkaloid juga, resin, glikosida dan tanin.
Menurut Aguwa dan Lawal 1988 saponin terutama triterpen menunjukkan anti-ulcer melalui pembentukan perlindungan pada mukus permukaan mukosa
usus. Aktifitas tanin sebagai antimikroba menurut Scalbert 1991 ada tiga
mekanisme, yaitu 1 bersifat astringen zat yang menciutkan, dimana tanin dapat membentuk kompleks dengan enzim mikroba ataupun substrat, 2 mekanisme
terhadap membran mikroba, untuk mencapai membran tanin harus melewati dinding sel mikroba. Dinding sel terbuat dari polisakarida dan protein yang
berbeda yang memungkinkan bagian dari tanin masuk. 3 tanin mengkompleks ion metal. Kebanyakan tanin memiliki lebih dari dua grup o-difenol pada
molekulnya, yang dapat membentuk kelat dengan ion-ion metal seperti Cu dan Fe. Tanin mereduksi ketersediaan ion metal esensial untuk mikroorganisme.
Tanin dan asam tanin mendenaturasi protein melalui pembentukan komplek protein-tannate. Kompleks tersebut membentuk lapisan pada mukosa usus dan
membuatnya lebih tahan, sedangkan sekresi gastrik berkurang secara simultan Aniagu et al. 2005. Tanin, pada konsentrasi rendah dapat membuat lapisan pada
permukaan lambung, sehingga menjadi kurang permiabel dan lebih tahan terhadap kerusakan kimia, mekanik atau iritasi Aguwa Lawal 1988; Otshudi et al. 2000.
Tanin juga menyebabkan ‘vasocontriction’ lokal pembuluh darah mukosa usus dan akibatnya dapat mereduksi jumlah sekresi asam lambung oleh mukosa
Ramstad 1969 di dalam Aguwa Lawal 1988. Selain itu tanin juga memiliki aktivitas sitotoksik dan antineoplastik Otshudi et al. 2000.
Menurut Otshudi et al. 2000 flavonoid diketahui memiliki aktivitas antivirus, antiinflamasi, dan sitotoksik. Flavonoid memiliki aktivitas antioksidan
dan memperkuat sistem pertahanan mukosa melalui stimulasi sekresi mukus gastrik Martin et al. 1994 di dalam Aniagu et al. 2005. Flavonoid dapat
berperan sebagai penangkap spesies oksigen reaktif seperti anion super-oksida dan radikal bebas Aniagu et al. 2005.
E. Fraksinasi Ekstrak Etil Asetat Biji dan Umbi Teratai dan Uji Aktivitas Fraksi