I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Teratai merupakan tanaman air yang banyak tumbuh secara alami di perairan rawa atau sungai yang tidak begitu dalam dan berair tenang. Kalimantan
Selatan yang memiliki rawa seluas 800 000 ha BPS Kalimantan Selatan 2000 banyak ditumbuhi tanaman air salah satunya adalah teratai. Bagian tanaman
teratai ini yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan makanan adalah bunga, biji, batang dan umbinya. Akan tetapi yang paling banyak dimanfaatkan oleh
penduduk, terutama di daerah Hulu Sungai Utara adalah bijinya. Biji buah teratai oleh penduduk setempat sering dijadikan sebagai sumber karbohidrat pengganti
beras disaat paceklik ataupun dijadikan tepung untuk membuat kue. Berdasarkan hasil penelitian Kairina dan Fitrial 2002 diperoleh hasil bahwa dari setiap
rumpun teratai rata-rata terdapat 5.3 buah teratai tua yang menghasilkan 63.10 gram biji teratai kering. Biji teratai kering inilah yang kemudian dikupas kulitnya
dan dijual dipasar. Di daerah dengan sistem persawahan tadah hujan dimana sebagian besar
areal persawahan di musim hujan terendam air memungkinkan tumbuhnya berbagai jenis tanaman air, terutama teratai. Meskipun demikian, hanya sedikit
dari petani yang memanfaatkan tanaman teratai sebagai sumber penghasilan di musim hujan. Oleh karena itu, pemanfaatan tanaman teratai dianggap belum
optimal. Sementara umbinya, selama ini tidak dimanfaatkan dan dibuang begitu saja ketika sawah dibersihkan untuk persiapan menanam padi.
Secara tradisional masyarakat memanfaatkan biji dan umbi teratai sebagai obat diare dan disentri. Umbi segar yang sudah ditumbuk halus diseduh dengan
air matang, kemudian didinginkan dan disaring. Hasil saringan diminum sekaligus Depkes 1997. Demikian pula dengan biji teratai. Pengobatan dengan
biji teratai untuk disentri yang berkepanjangan dilakukan dengan mengukus biji hingga matang, kemudian dijemur dan ditumbuk menjadi bubuk. Bubuk
selanjutnya ditambahkan pada menu makanan sehari-hari, dilakukan tiga kali sehari SENIOR 2004.
Selain digunakan sebagai jamu-jamuan yang direbus untuk mengobati disentri atau diare yang disebabkan oleh sindrom iritasi pada usus besar, umbi
teratai juga digunakan untuk pengobatan gonorrhoe, bisul dan tumor Anonim 2004; Grieve 2004; Depkes 1997. Bagian umbi teratai banyak mengandung tanin,
asam galat dan getah, pati, gum, resin, gula, amonia, asam tartarat dan fecula Hughes 2004. Bagian bijinya memiliki khasiat meningkatkan fungsi hati dan
limfa, memperbaiki stamina, membuat awet muda serta menyembuhkan diare dan disentri. Bagian biji mengandung alkaloid yaitu, nymphaeine Raffauf 1970.
Pada bagian biji juga mengandung pati, rafinosa, protein, lemak, kalsium, fosfor dan besi CEMPAKA 2003.
Selain adanya tanin dan alkaloid yang berperan sebagai antibakteri, diduga ada komponen lain dari karbohidrat 78.13 dari umbi dan biji yang berperan
mencegah berlanjutnya diare, yaitu oligosakarida. Oligosakarida dengan rantai sisi manosa dapat menghalangi pelekatan mikroorganisme patogen seperti E.
coli, Helicobacter pylori dan Salmonella Typhimurium pada dinding usus Zopt Roth 1996. Selain itu, pada perkembangan selanjutnya diketahui pula bahwa
oligosakarida juga dapat berperan sebagai prebiotik yang dapat menstimulasi secara selektif pertumbuhan dan atau aktivitas flora di dalam usus besar, seperti
Lactobacillus dan atau Bifidobacterium. Lactobacillus dapat membantu ketahanan terhadap infeksi Salmonella, mencegah pelancong orang yang
bepergian terkena diare dan membantu menghilangkan sindrom iritasi pada usus besar. Bifidobacterium dapat menstimulasi sistem imun, memproduksi vitamin B,
menghambat pertumbuhan bakteri patogen, mereduksi kolesterol, dan mengurangi kembung akibat gas Manning dan Gibson, 2004. Prebiotik dapat mencegah
terjadinya inflammatory bowel disease yang timbul berkaitan dengan flora usus yang dapat menimbulkan diare dan muntah-muntah. Hasil penelitian Rushdi et
al. 2004 menunjukkan bahwa pemberian diet yang diperkaya dengan serat pangan larut guar gum dapat menurunkan peristiwa diare pada pasien ICU yang
menderita diare. Rushdi et al. 2004 menyimpulkan bahwa guar gum berperan sebagai prebiotik
Prebiotik menurut Gibson dan Roberfroid 1995 adalah bahan pangan yang tidak dapat dicerna tetapi memiliki efek menguntungkan terhadap inang melalui
stimulasi secara selektif terhadap pertumbuhan danatau aktivitas satu atau
sejumlah terbatas bakteri di dalam kolon, sehingga meningkatkan kesehatan inang. Substrat yang berasal dari makanan atau yang diproduksi oleh inang yang
tersedia untuk difermentasi oleh mikroflora kolon, yaitu : resistant starch, polisakarida non pati seperti pektin, selulosa, guar dan xylan, gula dan
oligosakarida seperti laktosa, laktulosa, rafinosa, stakiosa dan frukto-oligosakarida Manning Gibson 2004. Komponen-komponen makanan tersebut berpotensi
sebagai prebiotik Berdasarkan temuan-temuan tersebut, dianggap perlu untuk melakukan
kajian lebih lanjut tentang potensi biji dan umbi teratai sebagai pangan fungsional untuk antidiare dan prebiotik. Pada penelitian ini baik secara in vitro maupun in
vivo dengan tikus percobaan, digunakan mikroba uji Escherichia coli Enteropatogenik K1.1 EPEC K1.1 penyebab diare yang diisolasi dari feses
penderita diare. Bakteri strain ini menghasilkan protease ekstraseluler yang mampu mendegradasi mucin Budiarti Mubarik 2007 dan resisten terhadap
antibiotik. Selain itu, digunakan juga Salmonella Typhimurium pada penelitian secara in vitro, dimana diketahui bakteri ini menyebabkan gastroenteritis
Karsinah et al. 1994; Goosney et al. 1999; Otshudi et al. 2000, atau disebut juga sindroma keracunan makanan. Menimbulkan gejala mual dan muntah, diikuti
dengan nyeri abdomen, demam dan diare yang merupakan gejala yang paling menonjol Karsinah et al. 1994.
B. Lingkup Penelitian