DEPS, DAB Plus Substrate Kit dan NaCl. Bahan-bahan lain yang diperlukan berupa bahan-bahan kimia dan media yang menunjang.
Peralatan yang digunakan adalah seperangkat HPLC, spektrofotometer, GCMS, mikroskop, sentrifus, shaker, rotavapor, autoklaf, inkubator, pipet mikro
dan peralatan gelas untuk analisis kimia dan mikrobiologi.
C. Metode Penelitian
Pada penelitian ini diawali dengan pengamatan lapangan meliputi, kondisi tanaman, cara pemanenan, spesifikasi produk, produktivitas dan data penggunaan
sebagai bahan pangan dan untuk pengobatan oleh masyarakat setempat. Analisis proksimat biji dan umbi teratai yang dilakukan meliputi kadar air,
protein, lemak, abu, karbohidrat, analisis kadar serat pangan larut dan tidak larut dan analisis kadar pati.
Sebelum dilakukan ekstraksi, biji dan umbi teratai terlebih dahulu dibuat dalam bentuk tepung. Biji teratai yang kulit terluarnya sudah dibuang, diblender
halus hingga berbentuk tepung. Pada umbi, terlebih dahulu dikupas kulitnya, kemudian dipotong tipis dan dikeringbekukan menggunakan freeze drier..
Selanjutnya diblender hingga halus.
1. Ekstraksi komponen antibakteri biji dan umbi teratai.
Ekstraksi komponen antimikroba secara maserasi menggunakan metode ekstraksi bertingkat berdasarkan tingkat kepolaran pelarut yaitu heksana tidak
polar, etil asetat semi polar dan etanol polar Houghton Raman 1998 Gambar 4. Pertama-tama biji teratai dalam bentuk tepung dimaserasi pada suhu
ruang selama 24 jam dengan heksana, dengan perbandingan tepung biji teratai dengan pelarut 1 : 4 bv. Ekstraksi dengan pelarut yang sama diulang lagi
dengan perbandingan bahan dan pelarut sama dengan yang pertama. Filtrat diambil sebagai ekstrak heksana dan endapan dimaserasi dengan etil asetat selama
24 jam. Filtrat diambil sebagai ekstrak etil asetat, sedangkan endapan dimaserasi lagi dengan etanol selama 24 jam dan filtratnya diambil sebagai ekstrak etanol.
Pelarut diuapkan dengan rotavapor suhu 40°C, sisa pelarut diuapkan dengan gas nitrogen. Ekstrak yang diperoleh digunakan sebagai sampel untuk analisis dan
pengujian antibakteri. Rendemen ekstrak dihitung sebagai persen ekstrak kering tanpa pelarut g ekstrak100 g tepung biji atau umbi teratai
Gambar 4. Prosedur ekstraksi bijiumbi teratai Selanjutnya dilakukan uji aktivitas antibakteri ekstrak heksana, etil asetat
dan etanol dilakukan dengan metode difusi agar atau sumur Gariga et al. 1983 terhadap bakteri EPEC K1.1, S. Typhimurium, bakteri asam laktat Lactobacillus
acidophilus dan bifidobacterium Bifidobacterium bifidum. Pengamatan tidak hanya ditujukan untuk bakteri pathogen, tetapi juga terhadap bakteri yang
menguntungkan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh ekstrak yang diduga mengandung senyawa antimikroba terhadap pertumbuhan bakteri
menguntungkan. Metode ini didasarkan pada kemampuan senyawa antibakteri di dalam
ekstrak yang diuji untuk menghasilkan zona penghambatan terhadap bakteri uji, berupa diameter zona hambat d, mm. Selanjutnya dilakukan penentuan nilai
MIC minimum inhibitory concentration dan MBC minimum bactericidal
Tepung bijiumbi
teratai
Maserasi dengan etil asetat
Maserasi dengan
heksana Evaporasi
Saring Ekstrak
heksana Ampas
Saring
Saring Ampas
Maserasi dengan etanol
Evaporasi Ekstrak etil
asetat
Evaporasi Ekstrak
etanol Ampas
Uji aktivitas antimikroba
metode difusi agar MIC
concentration dari ekstrak yang memiliki aktivitas penghambatan terhadap mikroba uji menurut Murhadi 2002 hasil modifikasi dari Muroi et al. 1993 dan
Kubo et al. 1995. Tahap ini bertujuan untuk mengetahui jenis ekstrak yang memiliki aktivitas antimikroba paling besar berdasarkan tingkat kepolaran pelarut.
Pada tepung biji dan umbi serta masing-masing ekstraknya dilakukan pengujian secara kualitatif komponen fitokimianya, meliputi tanin, alkaloid,
saponin, glikosida, flavonoid, sterol danatau triterpen. Komponen fitokimianya dianalisis secara kualitatif untuk mengetahui jenis komponen fitokimia yang
terdapat pada masing-masing ekstrak.
2. Fraksinasi ekstrak yang teraktif dan pengujian aktivitas antibakteri masing-masing fraksi