terhadap membran mikroba, untuk mencapai membran tanin harus melewati dinding sel mikroba. Dinding sel terbuat dari polisakarida dan protein yang
berbeda yang memungkinkan bagian dari tanin masuk. 3 tanin mengkompleks ion metal. Kebanyakan tanin memiliki lebih dari dua grup o-difenol pada
molekulnya, yang dapat membentuk kelat dengan ion-ion metal seperti Cu dan Fe. Tanin mereduksi ketersediaan ion metal esensial untuk mikroorganisme.
Tanin dan asam tanin mendenaturasi protein melalui pembentukan komplek protein-tannate. Kompleks tersebut membentuk lapisan pada mukosa usus dan
membuatnya lebih tahan, sedangkan sekresi gastrik berkurang secara simultan Aniagu et al. 2005. Tanin, pada konsentrasi rendah dapat membuat lapisan pada
permukaan lambung, sehingga menjadi kurang permiabel dan lebih tahan terhadap kerusakan kimia, mekanik atau iritasi Aguwa Lawal 1988; Otshudi et al. 2000.
Tanin juga menyebabkan ‘vasocontriction’ lokal pembuluh darah mukosa usus dan akibatnya dapat mereduksi jumlah sekresi asam lambung oleh mukosa
Ramstad 1969 di dalam Aguwa Lawal 1988. Selain itu tanin juga memiliki aktivitas sitotoksik dan antineoplastik Otshudi et al. 2000.
Menurut Otshudi et al. 2000 flavonoid diketahui memiliki aktivitas antivirus, antiinflamasi, dan sitotoksik. Flavonoid memiliki aktivitas antioksidan
dan memperkuat sistem pertahanan mukosa melalui stimulasi sekresi mukus gastrik Martin et al. 1994 di dalam Aniagu et al. 2005. Flavonoid dapat
berperan sebagai penangkap spesies oksigen reaktif seperti anion super-oksida dan radikal bebas Aniagu et al. 2005.
E. Fraksinasi Ekstrak Etil Asetat Biji dan Umbi Teratai dan Uji Aktivitas Fraksi
Ekstrak etil asetat pada biji dan umbi memiliki aktivitas antimikroba yang lebih tinggi dibandingkan ekstrak etanol. Oleh karena itu hanya ekstrak tersebut
yang dilanjutkan untuk melihat fraksi-fraksi yang berperan sebagai antimikroba. Fraksinasi ekstrak etil asetat menggunakan KLT Kromatografi Lapis Tipis silika
G60 F
245
dengan fase gerak heksana dan etil asetat dengan perbandingan 7:3. Berdasarkan kombinasi fase gerak tersebut pada ekstrak etil asetat biji diperoleh
11 fraksi dan ekstrak etil asetat umbi 10 fraksi dengan nilai R
f
disajikan pada Tabel 12.
Tabel 12. Nilai R
f
fraksi ekstrak etil asetat biji dan umbi teratai
Ekstrak etil asetat biji Ekstrak etil asetat umbi
No. Fraksi R
f
No. Fraksi R
f
11 0.930 10 0.925 10 0.892
9 0.871
9 0.820 8
0.805 8 0.720
7 0.665
7 0.540 6 0.545 6 0.510
5 0.466 5 0.448 4 0.431 4 0.416
3 0.376 3 0.393 2 0.320
2 0.292
1 0.197
1 0.076
Berdasarkan nilai R
f,
terlihat ada enam fraksi yang memiliki nilai R
f
yang berdekatan antara ekstrak biji dan umbi. Hal ini diduga ada beberapa senyawa
aktif yang terdapat pada biji dan terdapat pula pada umbi. Pola pengembangan hasil fraksinasi ekstrak etil aetat biji dapat dilihat pada Gambar 12 dan ekstrak etil
asetat umbi pada Gambar 13. Pada masing-masing fraksi yang telah dipisahkan dengan menggunakan
KLT, dilakukan uji aktivitas antimikroba secara kualitatif menggunakan metode bioautografi. Hasil uji aktivitas masing-masing fraksi dengan bioautografi dapat
dilihat pada Gambar 12 untuk ekstrak etil asetat biji dan Gambar 13 untuk ekstrak etil asetat umbi.
Secara kualitatif terlihat bahwa semua fraksi yang terpisah dengan KLT, baik pada ekstrak etil asetat biji maupun umbi dengan bakteri uji EPEC K1.1 dan
S.Typhimurium, mempunyai aktivitas penghambatan. Hal ini menunjukkan bahwa fraksi-fraksi tersebut memiliki aktivitas antimikroba yang berkerja secara
sinergis.
UV 36
UV 366
Gambar 12
66
nm
6 nm
2. Bioautogra terhadap E
2
am menunju EPEC K1.1 d
1
2 3
4 5
6 11
10 9
8
7 1
7 6
5 4
3 11
10 9
8
S.Typhim
EPEC K
ukkan pengh dan S.Typhim
murium
K.1.1
hambatan eks murium
Daerah penghamb
Daerah penghamb
Daerah penghamb
strak etil ase
Daerah ditumb mikroba
Daerah dit mikroba
Daerah penghambatan
Daerah penghambatan
Daerah penghambatan
Daerah penghambata
batan
batan
batan
etat biji
buhi
tumbuhi n
n
n
an
aerah
UV 366 nm
Gambar 13 h
Sa Ty
3
3. Bioautogra etil asetat
10 9
8 7
1 2
6 5
4
almonella yphimurium
am yang me umbi terhad
EPEC K
enunjukkan p dap S.Typhim
K.1.1
penghambata murium dan E
Daerah penghambat
Daerah penghambat
Daerah penghambat
Daerah penghambat
Daerah penghambat
an ekstrak EPEC K1.1
tan
tan
tan
tan
tan
Penghambatan oleh masing-masing fraksi setelah diinkubasi dengan mikroba uji ditunjukkan oleh adanya daerah bening terang yang terbentuk pada
fraksi-fraksi tersebut dibandingkan dengan KLT yang dielusi dengan antimikroba diamati di bawah sinar UV 366 nm yang tidak diinkubasi dengan bakteri uji.
Pada bioautogram terlihat mikroba uji berwarna ungu setelah diberi pewarna sel p-iodonitrotetrazolium violet, yang menunjukkan bahwa daerah yang
ditumbuhi mikroba tidak ada penghambatan oleh fraksi antimikroba. Sebagian besar fraksi-fraksi yang terdapat pada ekstrak etil asetat, baik biji maupun umbi,
setelah diberi pewarna p-iodonitrotetrazolium violet menimbulkan warna pada fraksi tersebut. Walaupun daerah penghambatan tidak terlihat berwarna bening,
tetapi daerah yang terdapat fraksi yang memiliki aktivitas antimikroba menunjukkan tidak ditumbuhi oleh mikroba yang berwana ungu setelah
disemprot pewarna. Pengujian secara kuantitatif terhadap aktivitas masing-masing fraksi
dilakukan dengan mengerok spot-spot fraksi pada KLT, kemudian dimaserasi dengan pelarut etil asetat dan diambil filtratnya dengan cara sentrifugasi. Filtrat
diuapkan pelarutnya dengan N
2
dan diperoleh fraksi-fraksi ekstrak etil asetat biji dan umbi teratai. Fraksi-fraksi tersebut diuji aktivitas antimikrobanya dengan
menggunakan difusi sumur. Hasil pengujian dengan menggunakan difusi sumur untuk fraksi eksrak etil
asetat biji dan umbi dapat dilihat pada Tabel 13 dan Tabel 14. Berdasarkan Tabel 13 terlihat bahwa semua fraksi mempunyai aktivitas antimikroba, dimana fraksi
10 dan 11 memiliki aktivitas penghambatan yang paling besar terhadap EPEC K1.1. Berdasarkan pengembang eluen yang digunakan yaitu heksana dan etil
asetat 7:3 menunjukkan semakin besar nomor fraksi maka fraksi tersebut semakin tidak polar penomoran fraksi dimulai dari awal laju eluen pada KLT.
Hal ini menunjukkan bahwa fraksi yang lebih tidak polar pada ekstrak etil asetat biji teratai memiliki aktivitas penghambatan yang lebih besar terhadap EPEC
K1.1. Akan tetapi sebaliknya terhadap S. Typhimurium, fraksi yang lebih rendah yang lebih polar memiliki aktivitas antimikroba yang lebih besar.
Tabel 13. Diameter penghambatan mm dari ekstrak etil asetat biji 2 dan fraksi-fraksinya 2 terhadap EPEC K1.1 dan S. Typhimurium
Ekstrak biji teratai Diameter penghambatan mm
EPEC K1.1 S. Typhimurium
Ekstrak etil asetat 14.98
14.00 Fraksi 1
5.13 Tidak ada penghambatan
Fraksi 2 2.15
7.78 Fraksi 3
6.85 6.22
Fraksi 4 5.70
2.98 Fraksi 5
4.48 4.93
Fraksi 6 7.95
8.15 Fraksi 7
7.33 2.0
Fraksi 8 7.18
3.98 Fraksi 9
7.38 3.20
Fraksi 10 10.6
3.30 Fraksi 11
11.65 2.35
Aktivitas masing-masing fraksi dari ekstrak etil asetat biji terhadap S. Typhimurium terlihat lebih rendah dibandingkan terhadap EPEC K1.1, hanya
fraksi 2,3 dan 6 mempunyai aktivitas yang lebih besar terhadap S. Typhimurium. Fraksi 1 terlihat tidak mempunyai aktivitas penghambatan terhadap S
Typhimurium, sedangkan pada bioautogram terlihat adanya penghambatan. Hal tersebut diduga fraksi tersebut jumlahnya terlalu kecil pada ekstrak, sehingga
untuk pengujian difusi sumur konsentrasinya tidak mencukupi untuk menunjukkan adanya penghambatan.
Tabel 14. Diameter penghambatan mm dari ekstrak etil asetat umbi 2 dan fraksi-fraksinya 2 terhadap EPEC K1.1 dan S. Typhimurium
Ekstrak umbi teratai Diameter penghambatan mm
EPEC K1.1 S. Typhimurium
Ekstrak etil asetat 13.68
13.43 Fraksi 1
5.44 2.89
Fraksi 2 6.69
2.88 Fraksi 3
8.50 2.61
Fraksi 4 9.04
3.49 Fraksi 5
9.54 4.16
Fraksi 6 12.12
2.38 Fraksi 7
9.88 Tidak ada penghambatan
Fraksi 8 6.31
3.92 Fraksi 9
3.94 3.91
Fraksi 10 10.57
3.46
Pada Tabel 14 terlihat semua fraksi dari ekstrak etil asetat umbi memiliki aktivitas penghambatan terhadap EPEC K1.1. Fraksi 6 dan 10 mempunyai
aktivitas yang terbesar. Sementara terhadap S.Typhimurium, semua fraksi menunjukkan adanya penghambatan kecuali pada fraksi 7. Hal ini diduga fraksi 7
jumlahnya sangat kecil pada ekstrak sehingga konsentrasinya tidak cukup untuk melakukan penghambatan. Berbeda dengan bioautogram, fraksi 7 menunjukkan
adanya penghambatan karena pada metode bioautografi fraksi tidak diambil melainkan tetap pada KLT yang kemudian langsung diinkubasi dengan mikroba.
F. Identifikasi Senyawa Antimikroba Beberapa Fraksi Ekstrak Biji dan Umbi Teratai