lotus dengan bunga merah muda dan putih. Akan tetapi kedua tanaman tersebut juga belum dimanfaatkan sebagai bahan pangan oleh masyarakat setempat.
B. Komposisi Kimia Biji dan Umbi Teratai
Biji dan umbi teratai yang digunakan sebagai sampel pada penelitian ini memiliki komposisi kimia seperti terlihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Komposisi kimia biji dan umbi teratai
No. Komposisi kimia
Biji Umbi
bb bk
bb bk
1. Air 15.48
51.25 2. Protein
8.78 10.39
6.16 12.64
3. Lemak 0.49
0.58 0.09
0.19 4. Abu
0.56 0.67
1.37 2.81
5. Karbohidrat 74.68
88.36 41.12
84.36 6. Serat
pangan :
a.Serat pangan larut 1.66
1.97 2.08
4.27 b.Serat pangan tidak larut
5.08 6.01
1.04 2.14
c. Serat pangan total 7.74
7.98 3.12
6.41 7 Pati
53.27 63.03
35.00 71.79
Keterangan : bb = berat basah
bk = berat kering
Pada Tabel 6 terlihat biji teratai memiliki kandungan karbohidrat yang tinggi tetapi lemaknya rendah. Komponen asam lemak tertinggi adalah linoleat dan
stearat Khairina dan Fitrial 2002. Biji teratai juga mengandung asam amino esensial yang lengkap Khairina dan Fitrial 2002. Kadar serat pangan pada biji
teratai cukup tinggi sehingga memungkinkannya sebagai sumber serat pangan. Umbi teratai juga memiliki kadar air yang rendah, karbohidrat yang tinggi
dengan lemak yang rendah. Jika dibandingkan dengan ubi jalar, kadar air ubi jalar lebih tinggi 68.50 bb, kadar karbohidratnya lebih tinggi 88.57 bk, kadar
proteinnya lebih rendah 5.71 bk, dan kadar lemaknya lebih tinggi 2.22 bk Depkes 1992. Umbi teratai memiliki kadar pati yang tinggi dan serat pangan
yang cukup tinggi. Hal ini sangat memungkinkan biji dan umbi teratai sebagai sumber pangan baru yang bisa dikembangkan potensinya.
C. Antimikroba Ekstrak Biji dan Umbi Teratai
Untuk mendapatkan ekstrak biji teratai yang memiliki aktivitas antimikroba, pertama-tama biji teratai diolah dalam bentuk tepung, selanjutnya tepung
diekstrak secara bertingkat berdasarkan tingkat polaritasnya yaitu dengan pelarut heksana tidak polar, kemudian dilanjutkan dengan etil asetat semi polar dan
etanol polar secara maserasi masing-masing selama 24 jam. Tahapan ekstraksi pada umbi teratai sama dengan biji teratai. Sebelum
diekstrak dengan pelarut, umbi terlebih dahulu dikeringbekukan. Rendemen dan sifat fisik dari masing-masing ekstrak dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Sifat fisik dan rendemen ekstrak biji dan umbi teratai
Jenis ekstrak Fisik
ekstrak Rendemen
Biji Ekstrak heksana
Jingga, cair oily 0.84 Ekstrak etilasetat
Jingga kecoklatan, kental 0.95
Ekstrak etanol Coklat kemerahan, kental
7.34 Umbi
Ekstrak heksana Kuning kecoklatan, cair oily 0.46
Ekstrak etil asetat Kuning jingga, cair
0.70 Ekstrak etanol
Jingga kecoklatan, cair 6.69
Keterangan : kadar air tepung umbi kering beku = 8
Kadar air tepung biji = 13
Aktivitas antimikroba dari ekstrak etil asetat biji dan umbi teratai terhadap EPEC K.1.1 dan S.Typhimurium dengan metode difusi sumur pada Nutrient agar
ditunjukkan pada Gambar 10 dan 11. Hasil pengukuran diameter penghambatan terhadap EPEC K.1.1 dan S. Typhimurium dari ekstrak heksana, etil asetat dan
etanol biji dan umbi teratai ditunjukkan pada Tabel 8. Secara umum ekstrak etil asetat mempunyai penghambatan lebih tinggi daripada ekstrak heksana dan etanol
terhadap kedua bakteri uji. Ekstraksi dengan menggunakan heksana biasanya untuk menghilangkan
senyawa-senyawa non polar alami, terutama senyawa-senyawa lilin tanaman, lemak-minyak nabati danatau sebagian minyak atsiri Houghton dan Raman,
1998. Tabel 11 menunjukkan bahwa ekstrak heksana biji dan umbi teratai mengandung alkaloid yang umumnya memiliki aktivitas antimikroba.
Gambar 10. Penghambatan ekstrak etil asetat biji dan umbi teratai dengan konsentrasi 10, 20 dan 30 terhadap S. Typhimurium.
K= kontrol pelarut
20
Gambar 11. Penghambatan ekstrak etil asetat biji dan umbi teratai dengan konsentrasi 5, 10, 20 dan 30 terhadap EPEC K1.1
K= kontrol pelarut
10
20 30
10
30 K
K
Biji Umbi
20
30 20 10
5 K
30 20 K
5 10
Biji Umbi
Menurut Kanasawa et al.1995 senyawa minyak dan lipida lainnya mempunyai ukuran molekul besar sehingga tidak dapat masuk ke dalam dinding
sel dan menjadi penghalang masuknya minyak atsiri dan komponen fitokimia lainnya ke dalam sel bakteri uji, akibatnya sel tetap akan tumbuh. Hal yang sama
juga terjadi pada ekstrak heksana Helianthemum glomeratum yang menunjukkan tidak adanya aktivitas penghambatan terhadap bakteri patogen penyebab diare
seperti Shigella sp, Salmonella sp., Vibrio cholera, E.coli EIEC dan ETEC Meckes et al. 1997. Demikian pula pada ekstrak heksana andaliman
Zanthoxylum acanthopodium DC terhadap B. cereus, S. Typhimurium, S. aureus Parhusip 2006 dan ekstrak heksana bunga kecombrang terhadap B. cereus, S.
Typhimurium, L. monocytogenes, E. coli, A. hydrophila dan P. aeruginosa Naufalin 2005.
Pada Tabel 8 terlihat ekstrak etil asetat memiliki aktivitas antimikroba yang lebih tinggi dibanding ekstrak etanol dan heksana, baik pada biji maupun umbi.
Hal ini menunjukkan bahwa senyawa aktif yang berperan sebagai antimikroba adalah senyawa semi polar. Ekstrak etil asetat memberikan penghambatan yang
tinggi Gambar 10 dan 11. Kemampuan senyawa semi polar untuk menghambat pertumbuhan bakteri berkaitan dengan komponen dinding sel bakteri yang tidak
bersifat absolut hidrofobik maupun absolut hidrofilik. Kanazawa et al.1995 menyatakan bahwa suatu senyawa yang mempunyai polaritas optimum akan
mempunyai aktivitas antimikroba yang maksimum, karena untuk interaksi suatu senyawa antimikroba dengan bakteri diperlukan imbangan hidrofilik-hidrofobik.
Diduga senyawa semi polar mempunyai afinitas lebih tinggi untuk berinteraksi dengan dinding sel, sehingga ekstrak semi polar lebih efektif menghambat
pertumbuhan EPEC K1.1 dan S.Typhimurium daripada ekstrak etanol polar dan heksana non polar.
Pada mikroba gram negatif seperti pada E.coli dan S.Typhimurium, memiliki struktur dinding sel yang kompleks. Lapisan luar dinding selnya
mengandung 5-10 peptidoglikan, selebihnya terdiri dari protein, lipopolisakarida dan lipoprotein. Lapisan ini merupakan lapisan lipid kedua, yang
disebut lapisan lipopolisakarida LPS. LPS merupakan lapisan tambahan yang merupakan membran terluar dari dinding sel bakteri gram negatif. Lapisan LPS
ini terikat satu sama lain dengan kation divalent Ca
2+
dan Mg
2+
Murray et al.
1998.
.
Membran luar ini berfungsi sebagai penghalang masuknya senyawa- senyawa yang tidak diperlukan sel seperti bakteriosin, enzim dan senyawa
hidrofobik. Asam-asam organik seperti EDTA etilen diamin tetraacetic acid, asam
sitrat, asam malat, asam laktat dan asam klorida dapat menghambat pertumbuhan bakteri gram negatif dengan cara mengkelat kation bivalen tersebut. Selain itu,
molekul tanin juga dapat mengkelat ion-ion bivalen Scalbert 1991. Terlepasnya kation-kation tersebut dari membran terluar bakteri, akan memudahkan masuknya
senyawa antibakteri ke dalam sel Stratford 2000. Sebagai upaya mencapai sasaran, senyawa antibakteri dapat menembus LPS dinding sel bakteri tersebut,
molekul-molekul yang bersifat hidrofilik lebih mudah melewati LPS dibandingkan yang hidrofobik. Meskipun demikian pada bakteri gram negatif
terdapat pula sisi hidrofilik yaitu karboksil, asam amino dan hidroksil Gorman 1991, sehingga senyawa hidrofobik pun dapat menembus dinding sel.
Lapisan LPS ini tidak semata-mata tersusun oleh fosfolipid saja, seperti pada membran sitoplasma, tetapi juga mengandung polisakarida dan protein
Madigan 2000. Lipopolisakarida dinding sel gram negatif terdiri atas lipid kompleks yang disebut lipid A. Lipid A ini terdiri atas suatu rantai satuan
disakarida glukosamin yang dihubungkan dengan ikatan pirofosfat, tempat melekatnya sejumlah asam lemak rantai panjang. Mikroba gram negatif juga
memiliki selaput khusus berupa molekul protein porin yang memudahkan difusi pasif senyawa hidrofilik dengan berat molekul rendah, sepeti gula, asam amino
dan ion-ion tertentu. Porin pada S.Typhimurium dan E. coli yaitu OmpC, D dan F dan PhoE, merupakan protein trimer yang menembus kedua permukaan membran
luar Moat et al. 2002. Protein ini membentuk pori-pori yang relatif tidak spesifik yang memungkinkan difusi bebas zat-zat hidrofil kecil menembus
membran. Porin dari spesies yang berbeda mempunyai kemampuan berdifusi yang berbeda pula, dari berat molekul 600 kda pada E.coli dan S. Typhimurium
sampai lebih dari 3000 kda pada P aeruginosa Jawetz et al. 1996; Murray et al. 1998. Semakin tinggi berat molekul protein semakin sulit menembus permukaan
membran luar. Umumnya dinding sel bakteri gram negatif mengandung membran luar yang dapat menghalangi lewatnya molekul-molekul besar Jawetz et al.
1996.
Tabel 8. Diameter penghambatan mm ekstrak heksana, etil asetat dan etanol biji dan umbi teratai
Jenis ekstrak
Konsentrasi bv
Diameter penghambatan mm EPEC K1.1
S. Typhimurium
B. bifidum
Lactobacillus acidophilus
Biji Heksana
0 0 0 -
- 10 0 0
- - 20 0 0
- - 30 0 0
- - Etil
asetat 0 0 0
10 19.33±0.91 17.90±1.08
20 25.50±1.27 23.18±0.23
30 29.57±1.00 26.40±0.48
Etanol 0 0 0
10 12.36±0.28 12.47±2.38
20 14.08±1.02 13.43±1.10
30 15.79±0.53 15.49±0.21
Umbi Heksana
0 0 0 -
- 10 0 0
- - 20 0 0
- - 30 0 0
- - Etil
asetat 0 0 0
10 15.30±0.12 11.60±0.28
20 19.68±0.59 14.63±0.13
30 23.01±0.67 19.65±0.51
Etanol 0 0 0
10 8.88±1.52 9.14±1.04
20 11.23±0.07 10.38±2.37
30 14.40±0.85 11.81±1.94
Keterangan : 0 = tanpa ekstrak hanya pelarut yang digunakan
0 = tidak ada penghambatan - = tidak diamati
Pada ekstrak etanol yang bersifat polar baik pada biji maupun umbi terlihat aktivitas antimikroba lebih rendah dibandingkan ekstrak etil asetat terhadap EPEC
K1.1 dan S. Typhimurium. Beberapa peneliti melapokan bahwa keberadaan minyak dalam ekstrak non polar dan protein dalam ekstrak polar merupakan
faktor yang mempengaruhi aktivitas antimikroba dari senyawa fenolik Nychas,
1995. Pada Tabel 11 terlihat bahwa ekstrak etanol biji mengandung tanin, dimana tanin dapat berikatan dengan protein biji sehingga aktivitas tanin sebagai
antimikroba menjadi terganggu. Ekstrak etil asetat dan etanol, baik biji maupun umbi, tidak menunjukkan
penghambatan pada bakteri asam laktat Lactobacillus acidophilus dan Bifidobacterium. Hal ini diduga karena permukaan dinding selnya mengandung
asam teikoat yang terdiri dari satu polimer glukosilgliserol fosfat dan dua polimer diglukosilgliserol fosfat dengan gugus alkil berupa alanin, sehingga bersifat non
polar Moat et al. 2002. Lavlinesia 2004 dan Naufalin 2005 juga melaporkan bahwa Lactobacillus plantarum merupakan bakteri yang paling resisten terhadap
ekstrak etil asetat biji atung dan bunga kecombrang. Ekstrak etil asetat, baik pada biji maupun umbi, memiliki aktivitas
penghambatan yang lebih tinggi dibanding ekstrak heksana dan etanol. Oleh karena itu penelitian aktivitas antimikroba dari biji dan umbi teratai selanjutnya
diarahkan kepada ekstrak etil asetat. Pengujian aktivitas antimikroba dari ekstrak etil asetat biji dan umbi dilakukan menggunakan metode kontak langsung antara
bakteri uji dengan ekstrak. Metode ini dilakukan untuk mendapatkan nilai MIC dan MBC dari suatu ekstrak antimikroba. Nilai MIC dan MBC ekstrak etil asetat
biji dan umbi terhadap pertumbuhan bakteri EPEC K1.1 dan S. Typhimurium dapat dilihat pada Tabel 9.
Berdasarkan Tabel 9 terlihat bahwa nilai MIC ekstrak etil asetat biji terhadap EPEC K1.1 dan S. Typhimurium adalah 0.1 bv ekstrak dengan
pelarut etil asetat atau 0,89 mgml, sedangkan nilai MBC ekstrak terhadap EPEC K1.1 adalah 0.150 bv atau 1.33 mgml. Nilai MIC dan MBC terhadap S.
Typhimurium adalah 0.125 bv atau 1.11 mgml dan 0.150 bv atau 1.33 mgml. Hal ini menunjukkan bahwa EPEC K1.1 lebih sensitif terhadap ekstrak
etil asetat biji dibandingkan dengan S.Typhimurium. Pada ekstrak etil asetat umbi, terlihat pengaruh ekstrak terhadap
pertumbuhan EPEC K1.1 dan S. Typhimurium adalah sama dilihat dari nilai MIC yaitu sebesar 0.125 bv atau 1.11 mgml dan MBC 0.175 bv atau 1.55
mgml terhadap S.Typhimurium. Hal ini menunjukkan bahwa bakteri uji lebih tahan terhadap ekstrak etil asetat umbi dibandingkan ekstrak etil asetat biji. Nilai
MIC dan MBC senyawa antimikroba ekstrak tanaman berbeda-beda tergantung
pada jenis mikroba. Nilai MIC senyawa antimikroba yang lebih rendah menunjukkan bakteri lebih rentan terhadap komponen tersebut.
Tabel 9. Pertumbuhan bakteri EPEC K1.1 dan Salmonella Typhimurium pada media NB yang mengandung ekstrak etil asetat biji dan umbi teratai
Jenis ekstrak
Jenis bakteri Konsentrasi
Ekstrak etil asetat
bv Jumlah bakteri
CFUml Penghambatan
relatif terhadap jumlah bakteri awal
[100-Ntx100No] Log
pengham- batan
Inkubasi 0 jam
No Inkubasi
24 jam Nt
Ekstrak etil
asetat biji
EPEC K1.1 0 4.1x10
5
3.3x10
9
- -3.91 0.075 4.1x10
5
3.4x10
5
17.07 0.83 0.1 4.1x10
5
3.0x10
4
92.68 1.14 0.125 4.1x10
5
1.4x10
1
99.99 4.47 0.150 4.1x10
5
100 5.61
0.175 4.1x10
5
100 5.61
S.Typhimurium 0 4.9x10
5
3.3x10
9
- -3.83 0.075 4.9x10
5
9.7x10
4
80.20 0.70 0.1 4.9x10
5
7.0x10
4
85.71 0.84 0.125 4.9x10
5
3.8x10
2
99.92 3.11 0.150 4.9x10
5
100 5.69
0.175 4.9x10
5
100 5.69
Ekstrak etil
asetat umbi
EPEC K1.1 0 4.1x10
5
2.8x10
9
- -3.79 0.100 4.1x10
5
6.9x10
4
83.17 0.81 0.125 4.1x10
5
3.9x10
4
90.49 1.06 0.150 4.1x10
5
7.7x10
2
99.81 2.77 0.175 4.1x10
5
4.1x10
1
99.99 4.04 S.Typhimurium
0 5.2x10
5
3.1x10
9
- -3.78 0.100 5.2x10
5
8.1x10
4
84.42 0.81 0.125 5.2x10
5
1.4x10
4
97.31 1.57 0.150 5.2x10
5
3.1x10
1
99.99 4.22 0.175 5.2x10
5
100.00 5.72 Keterangan :
MIC ekstrak etil asetat MBC ekstrak etil asetat
Jika dibandingkan dengan nilai MIC ekstrak tanaman lain, seperti ekstrak etil asetat bunga kecombrang nilai MIC ekstrak terhadap E. coli dan
S.Typhimurium adalah 4 mgml Naufalin 2005; ekstrak jahe terhadap E. coli dan S.Typhi adalah 10 mgml Radiati 2002,dan ekstrak daun sirih terhadap E. coli
dan S.Typhimurium adalah 2 mgml Sugiastuti 2002. Aktivitas antimikroba ekstrak etil asetat biji dan umbi dibandingkan dengan
aktivitas beberapa antibiotik terhadap S.Typhimurium dan terhadap EPEC K1.1., diameter penghambatannya disajikan pada Tabel 10.
Tabel 10. Diameter penghambatan mm ekstrak etil asetat biji dan umbi teratai dibandingkan dengan antibiotik terhadap EPEC K1.1 dan S.Typhimurium
Diameter penghambatan
mm EPEC K1.1
S.Typhimurium Antibiotik 2
bv Amoksilin 0
23.94±0.78 Ampisilin 0
23.65±1.48 Kloramfenikol 1.72±0.39
25.14±2.49 Ekstrak etil asetat
2 bv Biji 14.98±0.60
14.00±1.20 Umbi 13.68±0.81
13.43±0.60
Keterangan : 0 = tidak ada penghambatan
Pada Tabel 10, terlihat bahwa dengan konsentrasi yang sama 2 aktivitas antimikroba ekstrak biji dan umbi terhadap S. Typhimurium lebih kecil
dibandingkan dengan antibiotik kloramfenicol, amoksilin dan ampisilin. Akan tetapi terhadap EPEC K1.1, aktivitas antimikroba dari antibiotik lebih rendah
dibanding ekstrak biji dan umbi. Diketahui bahwa EPEC K1.1 resisten terhadap ketiga antibiotik yang diuji, sedangkan terhadap ekstrak biji dan umbi teratai
dengan konsentrasi yang sama terlihat adanya penghambatan. Diduga ekstrak biji dan umbi mempunyai mekanisme penghambatan yang
berbeda dengan ketiga antibiotik yang diuji terhadap mikroba uji. Beragamnya komponen antimikroba yang berperan pada ekstrak mengakibatkan cara
penghambatannya terhadap bakteri juga berbeda. Berbeda dengan antibiotik yang memiliki senyawa tunggal dengan mekanisme penghambatan terhadap bakteri
yang spesifik. Jika antibiotik diberikan terus-menerus atau secara berlebihan maka bakteri akan membuat pertahanan diri terhadap senyawa tersebut, yang
akhirnya membuat bakteri tersebut menjadi resisten. Menurut Madigan 2000, beberapa mikroorganisme secara alami resisten untuk beberapa antibiotik, yang
disebabkan karena : 1 mikroorganisme tersebut tidak mempunyai struktur yang dapat dihambat antibiotik tidak mempunyai dinding sel bakteri dan tahan
terhadap penicilin, seperti mycoplasma; 2 mikroorganisme tersebut mungkin tidak permeabel terhadap antibiotik sebagian bakteri gram negatif tidak
permeabel terhadap penicilin; 3 mikroorganisme tersebut mungkin dapat merubah antibiotik menjadi bentuk yang tidak aktif seperti Staphylococcus
mengandung β-lactamase yang dapat memutus cincin β-lactam dari penicilin; 4
mikroorganisme tersebut mungkin memodifikasi target dari antibiotik; 5 terjadi perubahan genetik pada mikroorganisme tersebut sehingga dapat bertahan
terhadap kerja antibiotik; dan 6 mikroorganisme tersebut dapat memompa keluar antibiotik yang masuk ke dalam sel efflux.
Kloramfenikol adalah antibiotik yang bekerja dengan jalan menghambat sintesis protein mikroba. Yang dihambat adalah enzim peptidil transferase yang
berperan sebagai katalisator untuk membentuk ikatan-ikatan peptida pada proses sintesis protein mikroba. Kloramfenikol umumnya bersifat bakteriostatik, tetapi
pada konsentrasi tinggi kadang-kadang bersifat bakterisidal terhadap mikroba yang peka Gan et al. 1980. Menurut Gan et al. 1980, E.coli dapat resisten
terhadap kloramfenikol dengan mengasetilasi antibiotik tersebut. Ampisilin dan amoksilin adalah jenis penisilin yang berspektrum antimikroba luas, efektif
terhadap mikroba gram positif dan negatif. Kejadian resistensi terhadap penisilin pada umumnya didasarkan pada produksi penisilinase, yang dapat memecah
ikatan atom N dengan C pada cicin laktam, dengan menghasilkan asam penisiloat. Asam penisiloat, tidak memiliki lagi sifat antibakteri Gan et al.1980.
D. Komponen Fitokimia Ekstrak Biji dan Umbi Teratai