Lingkup Penelitian Dr. dr. Purwantyastuti, M.Sc, SpFK

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Teratai

1. Tanaman Teratai

Secara taksonomi menurut Marianto 2001 teratai diklasifikasikan sebagai berikut : Divisio : Spermathophyta tumbuhan berbiji Kelas : Monocotyl tumbuhan berbiji tunggal Ordo : Nymphales Familia : Nymphaceae Genus : Nymphaea Spesies : Nymphaea alba, N. odorata, N. tuberosa, N. pubescens, N. stellata, N. nouchali, dll. Teratai termasuk tanaman keluarga Nymphaceae dan tergolong jenis tanaman yang berbunga sepanjng tahun. Famili Nymphaceae terdiri dari tujuh genus yaitu : Nymphaea teratai, Nelumbo lotus, Victoria teratai raksasa, Euryale, Nuphar, Barclaya dan Ondinea. Dari ketujuh genus tersebut, Nuphar, Barclaya dan Ondinae memiliki ciri dan sifat yang paling mencolok perbedaannya. Ketiga genus ini termasuk tanaman air penghasil oksigen. Seluruh bagian tanaman ini terendam di dalam air dan sering digunakan sebagai penghias akuarium serta biofilter air. Genus Nymphaea, Victoria dan Euryale memiliki kesamaan sifat yaitu daun dan bunganya tepat berada di atas permukaan air dan sering disebut sebagai tanaman air pinggir marginal plant karena memiliki akar dan batang yang terendam di dalam air Don et al. 2000. Sampai saat ini teratai yang tersebar di seluruh dunia diperkirakan ada 40 spesies dan 200 varietas. Teratai-teratai tersebut tersebar luas dan merata di seluruh dunia, mulai daerah gersang di Afrika hingga daerah dingin di Eropa. Habitat asli tanaman ini adalah rawa-rawa atau sungai yang tidak begitu dalam dan berair tenang. Teratai berkembang biak dengan bantuan alam, seperti angin, air ataupun serangga Don et al. 2000. Menurut Stodolo 1987 teratai adalah tanaman air yang tumbuh di daerah bersuhu 20-30°C. Ekologi tanaman ini adalah perairan yang tenang dan lembab, memerlukan banyak sinar matahari dengan pH air netral sampai asam. Teratai memiliki akar yang kuat, panjang dan berumbi. Daunnya mengapung di atas air, bagian atas daun berwarna hijau tua, sedangkan bagian bawahnya berwarna ungu kemerahan. Bentuk daun bundar dengan diameter antara 9-12 cm. Bagian tepi daun melipat. Daunnya mempunyai tangkai yang disebut petiola. Van Steenis, seorang ahli botani berkebangsaan Belanda menemukan tiga jenis spesies teratai asli Indonesia yaitu N. pubescens, N. stellata, N. nouchali Marianto 2001. Teratai tersebut banyak tersebar di daerah rawa-rawa dan sungai di Pulau Jawa dan Kalimantan.

2. Biji Teratai

Tidak semua jenis teratai bisa dimanfaatkan bijinya Marianto 2001. Hanya teratai yang berbunga putih dengan tepi daun bergerigi yang dapat dimanfaatkan bijinya. Teratai ini hanya mekar di pagi dan sore hari, masyarakat sering menyebutnya dengan “Lumbu”. Bunga teratai akan menghasilkan buah yang bundar dengan diameter sekitar 4-12 cm. Biji buah berwarna coklat kehitaman dan tersimpan dalam daging buah. Biji ini memiliki kulit ari yang keras. Biji yang sudah tua dan kering dapat diolah menjadi tepung teratai atau dimasak seperti menanak nasi Khairina dan Fitrial 2002. Biji teratai putih yang biasanya dijadikan bahan makanan berasal dari spesies Nymphaea pubescens. Di daerah Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan biji teratai biasanya dijadikan tepung sebagai bahan membuat kue Khairina dan Fitrial 2001. Menurut Sastrapradja dan Bimantoro 1981 di Filiphina dan India biji teratai dijadikan tepung untuk pembuatan roti. Di daerah Tuban, Jawa Timur biji teratai dijadikan dodol atau jenang yang dicampur dengan beras ketan. Selain sebagai bahan makanan, biji teratai atau sering disebut ghol dapat dimanfaatkan sebagai obat Marianto 2001. Ghol sebenarnya adalah putik bunga yang membesar dan berisi biji. Ghol terbentuk sebulan setelah bunga mekar, kuncup dan masuk lagi ke dalam air. Proses pemanennya dapat dilakukan dengan memungutinya satu persatu dari atas sampan. Agar biji mudah diambil, ghol harus direndam dahulu hingga membusuk. Barulah biji yang sebesar menir pecahan beras tumbuk itu dibersihkan dan dijemur sampai kering. Untuk