3.2.1 Hubungan Kekerabatan Keluarga Inti
Dari perkawinan terbentuklah suatu kelompok kekerabatan yang sering disebut “keluarga inti”. Suatu keluarga inti adalah keluarga atau kelompok yang
terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak yang belum dewasa atau belum menikah dan juga anak angkat atau anak tiri. Seperti tampak pada bagan berikut.
Suami Istri
Anak Anak
Bagan 2. Keluarga Inti
Keterangan: = menurunkan.
= menyebutmenyapa. = saling menyapamenyebut.
1
2
5 3
4 3
6, 7,8
Tabel 7. Penggunaan Kata Sapaan Keluarga Inti No
Penyapa Pesapa
Kata Sapaan
1 Suami
Istri Inna
Inna diikuti dengan menyebut nama anak pertama
Menyebut nama diri istri
2 Istri
Suami Ama
Ama diikuti dengan menyebut nama anak pertama
Menyebut nama diri suami
3 AyahIbu
Anak Laki-laki Ana mane
Ama Menyebut nama diri
Anak Perempuan Ana Mawine
Leiro Inna
Menyebut nama diri 4
Anak Ayah
Ama Ibu
Inna
5 Saudara
Laki-laki Kakakadik
perempuan Wotto
Leiro Inna
Menyebut nama diri saudara perempuan
6 Saudara
Perempuan Kakakadik Laki-
laki Na’a
Ama Menyebut nama diri saudara laki-laki
7 Saudara
Laki-laki Kakakadik laki-laki
Ama Menyebut nama diri kakaadik laki-
laki 8
Saudara perempuan
Kakakadik perempuan
Inna Menyebut nama diri kakakadik
perempuan
Berikut ini contoh dialog pemilihan sapaan yang dipengaruhi oleh faktor hubungan kekerabatan pada keluarga inti. Contoh dialog berikut menunjukkan
pemakain sapaan oleh seorang suami kepada istrinya. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70 A: Inna Yanus, strika bai ga kalame kantoragu?
„Mama Yanus, apakah kemeja kantor saya sudah di setrika?‟ B: Indakipo, ba yodikia belli baba
pati’i nga’a „Belum, sebentar setelah selesai memasak‟.
Contoh dialog 71 berikut ini akan menunjukkan pemakaian sapaan oleh saudara perempuan ke saudara laki-laki kandung. Sedangkan contoh dialog 72
menunjukkan penggunaan sapaan oleh saudara laki-laki ke saudara perempuan. 71
A : Na’a, bantu beli gai pawili ne PR matematika gu „Kakak, bantu saya mengerjakan PR matematika‟
B : Remana belli leiro, b ’aba kaku padia ne motora.
„Sabar ya, setelah saya selesai memprebaiki motor ini.‟
72 A : Wotto, toba po ne kalambe gereja gu
„Nona, tolong cuci pakaian gereja saya B : Ngindi nemi to
„Ya bawakan ke sini‟ Berikut ini contoh dialog 73 menunjukkan penggunaan sapaan oleh
kakak laki-laki kepada adik laki-laki. 73
A : Pippi, deke ba ruta karambo? „Pippi, apakah kamu sudah mengambil rumput untuk
kerbau?‟ B : Daku deke ki po.
„Saya belum ambil.‟ PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3.2.2 Keluarga Luas I Ayah
Keluarga luas I Ayah meliputi sapaan untuk saudara laki-laki dan saudara perempuan Ayah. Seperti tampak pada bagan berikut.
Saudara-Saudara Tua Ayah Saudara-Saudara Muda
Laki-Laki Perempuan Laki-Laki Perempuan
Anak Anak Anak
Bagan 3. Keluarga Luas Ayah
Keterangan: = menurunkan.
= menyebutmenyapa. = saling menyapamenyebut.
4 1
2 1
2 3
3
4
Tabel 8. Keluarga Luas I Ayah No
Penyapa Pesapa
Kata sapaan
1 Anak
Kakak Laki-laki Ayah Amaangua
Ama Ama diikuti nama
anak pertamaterakhir Adik Laki-laki Ayah
Amaangua Ama
2 Anak
Kakak Perempuan Ayah Cama
Tante Adik Perempuan Ayah
Cama Tante diikuti nama diri tante
3 Saudara Laki-
laki dan saudara perempuan
Ayah Keponakan laki-laki
Ama Menyebut nama diri anak
Keponakan perempuan Inna
Leiro Menyebut nama diri anak
4 Anak dari
saudara Laki- lakiPerempuan
Ayah Anak
Anguleba Menyebut nama diri anak
Berikut ini contoh dialog pemilihan sapaan yang dipengaruhi oleh faktor hubungan kekerabatan pada keluarga luas I ayah. Contoh dialog berikut
menunjukkan pemakain sapaan oleh seorang anak kepada kakak laki-laki Ayah. 74
A : Amaangua, wa’i urra ne wanno dana nena? „Bapak, apakah di kampung tadi ada hujan?‟
B : Wai kaian tapi dana mando’i kia ki.
„Ada tetapi tidak lama.‟ PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Contoh dialog 75 berikut ini menunjukkan penggunaan sapaan oleh anak kepada saudara perempuan ayah.
75 A : Cama, tanggal pirra Paulus na tama asrama?
„Tante, tanggal berapa Paulus akan masuk asrama?‟ B: Ba tanggal 10 ne wulla.
„Tanggal 10 bulan ini.‟
3.2.3 Keluarga Luas I Ibu
Keluarga luas I Ibu meliputi sapaan untuk saudara laki-laki dan saudara perempuan Ibu. Seperti tampak pada bagan berikut.
Saudara-Saudara Tua Ibu Saudara-Saudara Muda
Laki-Laki Perempuan Laki-Laki Perempuan
Anak Anak Anak
Bagan 4. Keluarga Luas I Ibu
Keterangan: = menurunkan.
= menyebutmenyapa. = saling menyapamenyebut
1 1
2 2
3 3
4 4
3 3
Tabel 9. Penggunaan Sapaan Keluarga Luas I Ibu No
Penyapa Pesapa
Kata Sapaan
1 Anak
Kakak Perempuan Ibu Innaangua
Inna Inna diikuti nama anak
pertamaterakhir Adik perempuan Ibu
Innanagua Inna
2 Anak
Kakak Laki-laki Ibu Loka
Om Adik Laki-laki Ibu
Loka Om
Om diikuti nama diri om
3 Saudara-Saudara
TuaMuda Ibu Keponakan
Perempuan Anakabinne
Inna Leiro
Menyebut nama diri anak Keponakan Laki-laki
Anakabinne Ama
Menyebut nama diri anak 4
Anak dari Kakak perempuanLaki-
laki Ibu Anak
Olebei Menyebut nama anak
Berikut contoh dialog yang menunjukkan penggunaa sapaan yang dipengaruhi oleh faktor hubungan kekerabatan pada keluarga luas Ibu. Contoh
dialog 76 menunjukkan penggunaan sapaan kepada kakak perempuan Ibu. 76
A : Inaangua, dengi po rowe yodi. Na luwa langu takk rowe ne omadana pa eta gu
„mama, saya minta sayur sedikit. Saya lihat banyak sekali sayur di kebun
‟ B : Kako
wetti do’u, Leiro „Petik sudah, sayang.‟
3.2.4 Keluarga Luas II
Keluarga luas adalah satuan keluarga yang meliputi lebih dari satu generasi dan satu lingkungan kaum keluarga yang lebih luas daripada hanya ayah,
ibu dan anak-anak atau dengan perkataan lain, keluarga luas merupakan keluarga inti ditambah dengan anggota-anggota keluarga yang lain. Seperti tampak pada
bagan berikut.
Suami + Istri Suami + Istri
Anak Laki-laki Anak Perempuan Anak Laki-laki Anak Perempuan
Anak Laki-laki Anak Perempuan
Anak Laki-laki Anak Perempuan
Bagan 5. Keluarga Luas II
Keterangan: = Menurunkan
= Menikah PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel 10. Penggunaan Sapaan Keluarga Luas II No
Penyapa Pesapa
Kata Sapaan
1 Orangtua dari
kakeknenek Cicit perempuan
Aiba Menyebut nama diri
Cicit Laki-laki Aiba
Menyebut nama diri
2 Ayahibu
Besan Perempuan Wera
Inna diikuti nama anak pertama Besan Laki-laki
Wera Ama diikuti nama anak pertama
3 AyahIbu
Menantu Laki-laki Wasse
Ama Menyebut nama diri menantu
Menantu Perempuan Wasse
Inna Leiro
Menyebut nama diri menantu
4 Anak
Mertua laki-laki Wera
Ama Mertua perempuan
Wera Inna
5 Saudara Laki-
lakiPerempuan Saudara Ipar laki-laki
Olesawa Menyebut nama diri Ipar
Saudara Ipar perempuan
Ippa Menyebut nama diri Ipar
6 Nenekkakek
Cucu laki-laki Umbu
Tamoama Menyebut nama diri
Cucu perempuan Umbu
Tamoina Menyebut nama
Berikut contoh dialog penggunaan sapaan yang dipengaruhi oleh faktor kekerabatan pada keluarga luas II. Contoh dialog 77 menunjukkan penggunaan
sapaan oleh seorang kakeknenek kepada cicitnya. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77 A : Aiba, tutu ba mawago ne urra dana ba karoduka d’omo
„Cicit, jangan bermain di hujan terlalu lama, nanti sakit lagi‟ B :
O’o, Ina Kaweda „iya, nenek‟
Berikut contoh dialog 78 menunjukkan penggunaan sapaan oleh mertua kepada menantu laki-laki.
78 A : Wasse, patama beli po gollu dana na wawi
Anak, tolong masukkan babi itu ke kandang B :
O’o Inna „Iya, mama.‟
3.3 Faktor perbedaan JabatanProfesi
Dalam masyarakat Sumba, jabatanprofesi atau kedudukan seseorang sangat dihargai. Oleh karena itu, faktor perbedaan jabatanprofesi dapat
membentuk bermacam-macam sapaan sehingga seseorang yang bekerja sebagai guru, dokter, camat, dan lain-lain akan disapa menurut jabatanprofesi masing-
masing. Dalam bahasa Weejewa terdapat penggunaanpemilihan sapaan yang
dipengaruhi oleh faktor Jabatanprofesi. Lawan bicara yang memiliki jabatanprofesi tertentu cenderung akan disapa sesuai dengan jabatannya.
Kata sapaan yang dipengaruhi faktor perbedaan profesijabatan yang ditemukan dalam bahasa Weejewa Sumba Barat Daya, yaitu Toung guru kabani
laki-laki, toung guru mawine perempuan, bapakibu guru, bapakibu bupati, bapakibu camat, bapakibu sekretaris camat sekcam,
bapakibu lurah, bapakibu Dotera ‘dokter’, ibu sutera ‘suster’, ibu
bidan. Berikut beberapa contoh sapaan yang dipengaruhi faktor jabatanprofesi.
79 A : Pak Camat, lodo pirra Bapak berangkat dinas ne
Waingapu? „Pak Camat, hari apa bapak berangkat dinas ke Waingapu?
B : Ba lodo limma budi kako. „Hari Jumat saya berangkat.‟
80 A: Bu bidan garra paremamu?
„Bu bidan sedang menunggu siapa?‟ B:
Ne’e ga rema la’i gu. „Saya sedang menunggu suami saya.‟
Sapaan pak camat pada contoh 79 menunjukkan adanya pengaruh faktor jabatan. Sapaan tersebut dipakai untuk menyapa mitra tutur yang menjabat
sebagai pemimpin kecamatan. Sedangkan contoh sapaan Bu Bidan pada contoh 80 juga menunjukkan adanya faktor pengaruh profesi. Sapaan tersebut dipakai
untuk menyapa mitra tutur yang berprofesi sebagai bidan. 81
A: Toung guru, tanggal pirra wukke pendaftaran ne sekolah?
„Pak guru, tanggal berapa pendaftaran di sekolah bapak di buka?
‟ B : Dapa pande kipo. Noto wula pondo.
„Belum tahu. Mungkin bulan Agustus.‟
Contoh dialog 81 merupakan contoh dialog yang menunjukkan penggunaan sapaan yang dipengaruhi oleh faktor profesi, yaitu guru. Penggunaan
sapaan yang dipengaruhi oleh faktor jabatanprofesi dalam contoh-contoh diatas juga dipengaruhi oleh faktor lain. Misalnya, sapaan Pak camat dalam contoh 79
dipengaruhi juga oleh faktor jenis kelamin. Sapaan pak dipakai untuk menyapa mitra tutur yang berjenis kelamin laki-laki.
3.4 Faktor Status Sosial
Faktor status sosial mempengaruhi penggunaan kata sapaan dalam
masyarakat Sumba Barat Daya. Status sosial kedudukan sosial adalah tempat
seseorang secara umum dalam masyarakat sehubungan dengan orang-orang lain, dalam arti lingkungan pergaulannya, prestasinya, dan hak-hak kewajibannya
Soekanto, 1990: 265. Pemakaian sapaan yang dipengaruhi faktor sosial menunjukkan adanya perbedaan atau kesejajaran status sosial penutur dan mitra
tutur. Beberapa bentuk sapaan dalam bahasa Weejewa di Kabupaten Sumba
Barat Daya yang dipengaruhi oleh faktor status sosial antara lain : Nyora, Maromba, tokko, rato, dan dawa. Berikut contoh pemakaian sapaan yang
dipengaruhi faktor sosial dalam bahasa Weejewa. 82
A: Nyora, bisa pa yaga mema gaji wulla koka ne lodo? „Nyonya, apakah bisa memberikan gaji saya untuk bulan
depan pada hari ini? ‟
B: Koka hinnagu dapa bisa ki. Tapi ba lodo lusa bisa ku payagu.
„Besok belum bisa. Tapi kalau lusa saya bisa berikan.‟ PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83 A : Rato, wa’i tamu ne bei eta, patuka kana tama?
„Raja, ada orang yang ingin bertemu, apakah dia diperbolehkan
masuk? ‟
B: O‟o. Patuka kana tama
„Ya. Suruh dia masuk‟ Sapaan Nyora dalam contoh 82 menunjukkan adanya pengaruh status
sosial dalam pemakaiannya. Pemakain sapaan tersebut menunjukkan adanya perbedaan status sosialantara penutur dengan mitra tutur. Perbedaan status sosial
antara penutur dan mitra tutr berdasarkan kekayaan. Hal ini ditunjukkan melalui permintaan penutur kepada mitra tutur yang merupakan bosmajikan dari tempat
penutur bekerja. Sedangkan sapaan Rato pada dialog 83 menunjukkan perbedaan kedudukan antara raja dengan rakyatnya.
Berikut contoh dialog penggunaan sapaan kepada pastorromo yang juga dipengaruhi oleh faktor status sosial.
84 A : Maromba, tanggal pirra budi wuke pendaftaran kursus
sambut baru? „Tuan, tanggal berapa kursus sambut baru di buka?‟
B: Tanggal 12 budi wuke ne pendaftaran. „Pendaftaran akan dibuka pada tanggal 12.‟
Sapaan maromba pada dialog 84 secara harafiah berarti „tuan‟. Dalam
masyarakat Sumba, pastorromo merupakan orang yang sangat dihormati dan dianggap memiliki kedudukan yang tinggi atau penting dalam masyarakat. Oleh
karena itu, kata sapaan maromba merupakan sapaan yang hanya dikhususkan untuk menyapa pastorromo.
3.5 Faktor Perbedaan Usia
Usia merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi penggunaan sapaan karena sebelum menyapa, si penyapa harus mempertimbangkan terlebih dahulu
siapa yang akan disapa. Penyapa akan mempertimbangkan terlebih dahulu usia orang yang akan disapa apakah masih anak-anak, remaja, sebaya atau orang
desawa. Perhitungan tersebut dilakukan untuk menghindari kesalapahaman atau salah menyapa. Dengan demikian penyapa dapat memilih kata sapaan yang tepat
untuk menyapa mitra tutur. Masyarakat Sumba Barat Daya sangat menghormati orang yang berusia
lebih tua. Hal tersebut juga berkaitan dengan strategi kesantunan dan upaya membangun komunikasi yang lancar antara penutur dengan mitra tutur, terlebih
lagi pada orang yang memiliki hubungan kekerabatan baik keturunan maupun perkawinan namun dalam hal ini ditinjau dari segi usia mitra tutur. Kata sapaan
berdasarkan usia sama dengan kata sapaan berdasarkan jenis kelamin. Artinya, pada kata sapaan jenis kelamin ditentukan juga usia orang yang diisapa.
85 A : Nga’a ba Rinto?
„Rinto sudah makan?‟ B :
O’o nga’a ba nena Inna. „Iya, saya sudah makan, nenek‟
Pada contoh 85 menunjukkan penggunaan kata sapaan yang didasari oleh faktor perbedaan usia. Dalam contoh tersebut tampak nenek dapat menyapa
cucunya dengan panggilan nama diri saja tetapi cucu akan menyapa neneknya dengan panggilan InnaInna Kaweda dan tidak boleh menyapa dengan menyebut