3.5 Faktor Perbedaan Usia
Usia merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi penggunaan sapaan karena sebelum menyapa, si penyapa harus mempertimbangkan terlebih dahulu
siapa yang akan disapa. Penyapa akan mempertimbangkan terlebih dahulu usia orang yang akan disapa apakah masih anak-anak, remaja, sebaya atau orang
desawa. Perhitungan tersebut dilakukan untuk menghindari kesalapahaman atau salah menyapa. Dengan demikian penyapa dapat memilih kata sapaan yang tepat
untuk menyapa mitra tutur. Masyarakat Sumba Barat Daya sangat menghormati orang yang berusia
lebih tua. Hal tersebut juga berkaitan dengan strategi kesantunan dan upaya membangun komunikasi yang lancar antara penutur dengan mitra tutur, terlebih
lagi pada orang yang memiliki hubungan kekerabatan baik keturunan maupun perkawinan namun dalam hal ini ditinjau dari segi usia mitra tutur. Kata sapaan
berdasarkan usia sama dengan kata sapaan berdasarkan jenis kelamin. Artinya, pada kata sapaan jenis kelamin ditentukan juga usia orang yang diisapa.
85 A : Nga’a ba Rinto?
„Rinto sudah makan?‟ B :
O’o nga’a ba nena Inna. „Iya, saya sudah makan, nenek‟
Pada contoh 85 menunjukkan penggunaan kata sapaan yang didasari oleh faktor perbedaan usia. Dalam contoh tersebut tampak nenek dapat menyapa
cucunya dengan panggilan nama diri saja tetapi cucu akan menyapa neneknya dengan panggilan InnaInna Kaweda dan tidak boleh menyapa dengan menyebut
nama neneknya. Hal tersebut terjadi karena adanya perbedaan usia antara penutur dengan mitra tutur.
Berikut contoh dialog seorang anak kepada orang dewasa sebaya dengan ibu dan kepada orang tua sebaya kakek.
86 A: Pa’ina, pirra ko arga ne cumi?
„Ibu, cumi ini harganya berapa?‟ B:
Du’ada rata iya, alli. „Seekor harganya dua ribu, adik‟
87 A: Kaweda ge ne nia umma mu?
„Kakek rumahnya dimana?‟ B : Daku lolo ba ge umma gu.
„Saya tidak ingat dimana rumah saya.‟ Contoh dialog 86 dan 87 menunjukkan penggunaan sapaan yang
dipengaruhi faktor usia. Contoh dialog 86 terdapat kata sapaan Pa’ina yang
digunakan untuk menyapa seorang wanita sebaya dengan Ibu. Contoh 87 terdapat kata sapaan Kaweda yang digunakan untuk menyapa orang sebaya
dengan kakeknenek. Pemakaian kata sapaan pada contoh dialog di atas juga dipengaruhi oleh faktor jenis kelamin.
3.6 Faktor Keakraban
Faktor keakraban juga mempengaruhi pemakaian kata sapaan dalam bahasa Weejewa. Faktor ini dibagi menjadi dua, yaitu akrab dan tidak akrab.
Akrab menunjukkan hubungan penutur dan mitra tutur telah saling mengenal PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dengan baik. Sedangkan faktor tidak akrab menunjukkan bahwa penutur dan mitra tutur belum saling mengenal dengan baik atau tidak saling mengenal. Faktor
perbedaan keakraban menunjukan hubungan antara penutur dan lawan tutur apakah penutur mengenal baik dengan lawan tuturnya dan apakah hubungan
tersebut menunjukan keakraban ataupun tidak. Berikut contoh kata sapaan yang dipengaruhi oleh faktor keakraban.
88 A : Rini, jam pirra kata belajar kelompok ba koka?
„Rini, jam berapa kita belajar kelompok besok?‟ B : Hanggu bulla mema? jam touda sore ge Ole.
„Lupa lagi? Jam tiga sore, teman.
89 A: Selamat pagi, garra ngara mu wo’u?
„Selamat pagi, siapa nama kamu?‟ B :
O’o slamat pagi kaina. Reta ngaragu. Ba Wo’u? „Oh iya, selamat pagi juga. Nama saya Leli. Kalau kamu
siapa? ‟
Contoh dialog 88 dan 89 menunjukkan pemakaian sapan yang didasari oleh faktor akrab dan tidak akrab. Dalam contoh 88 penyapa menyapa mitra
tutur dengan sapaan nama diri lengkap, yaitu Rini dan pesapa menggunakan sapaan Ole. Penggunaan sapaan pada contoh dialog 88 menunjukkan bahwa
penutur memiliki hubungan yang akrab dengan mitra tutur sehingga sapaan yang digunakan oleh penyapa adalah sapaan nama diri. Selain itu, kata sapaan Ole yang
digunakan pesapa kepada penyapa juga menunjukkan bahwa penyapa dan mitra tutur memiliki hubungan yang sangat akrab.