77 A : Aiba, tutu ba mawago ne urra dana ba karoduka d’omo
„Cicit, jangan bermain di hujan terlalu lama, nanti sakit lagi‟ B :
O’o, Ina Kaweda „iya, nenek‟
Berikut contoh dialog 78 menunjukkan penggunaan sapaan oleh mertua kepada menantu laki-laki.
78 A : Wasse, patama beli po gollu dana na wawi
Anak, tolong masukkan babi itu ke kandang B :
O’o Inna „Iya, mama.‟
3.3 Faktor perbedaan JabatanProfesi
Dalam masyarakat Sumba, jabatanprofesi atau kedudukan seseorang sangat dihargai. Oleh karena itu, faktor perbedaan jabatanprofesi dapat
membentuk bermacam-macam sapaan sehingga seseorang yang bekerja sebagai guru, dokter, camat, dan lain-lain akan disapa menurut jabatanprofesi masing-
masing. Dalam bahasa Weejewa terdapat penggunaanpemilihan sapaan yang
dipengaruhi oleh faktor Jabatanprofesi. Lawan bicara yang memiliki jabatanprofesi tertentu cenderung akan disapa sesuai dengan jabatannya.
Kata sapaan yang dipengaruhi faktor perbedaan profesijabatan yang ditemukan dalam bahasa Weejewa Sumba Barat Daya, yaitu Toung guru kabani
laki-laki, toung guru mawine perempuan, bapakibu guru, bapakibu bupati, bapakibu camat, bapakibu sekretaris camat sekcam,
bapakibu lurah, bapakibu Dotera ‘dokter’, ibu sutera ‘suster’, ibu
bidan. Berikut beberapa contoh sapaan yang dipengaruhi faktor jabatanprofesi.
79 A : Pak Camat, lodo pirra Bapak berangkat dinas ne
Waingapu? „Pak Camat, hari apa bapak berangkat dinas ke Waingapu?
B : Ba lodo limma budi kako. „Hari Jumat saya berangkat.‟
80 A: Bu bidan garra paremamu?
„Bu bidan sedang menunggu siapa?‟ B:
Ne’e ga rema la’i gu. „Saya sedang menunggu suami saya.‟
Sapaan pak camat pada contoh 79 menunjukkan adanya pengaruh faktor jabatan. Sapaan tersebut dipakai untuk menyapa mitra tutur yang menjabat
sebagai pemimpin kecamatan. Sedangkan contoh sapaan Bu Bidan pada contoh 80 juga menunjukkan adanya faktor pengaruh profesi. Sapaan tersebut dipakai
untuk menyapa mitra tutur yang berprofesi sebagai bidan. 81
A: Toung guru, tanggal pirra wukke pendaftaran ne sekolah?
„Pak guru, tanggal berapa pendaftaran di sekolah bapak di buka?
‟ B : Dapa pande kipo. Noto wula pondo.
„Belum tahu. Mungkin bulan Agustus.‟
Contoh dialog 81 merupakan contoh dialog yang menunjukkan penggunaan sapaan yang dipengaruhi oleh faktor profesi, yaitu guru. Penggunaan
sapaan yang dipengaruhi oleh faktor jabatanprofesi dalam contoh-contoh diatas juga dipengaruhi oleh faktor lain. Misalnya, sapaan Pak camat dalam contoh 79
dipengaruhi juga oleh faktor jenis kelamin. Sapaan pak dipakai untuk menyapa mitra tutur yang berjenis kelamin laki-laki.
3.4 Faktor Status Sosial
Faktor status sosial mempengaruhi penggunaan kata sapaan dalam
masyarakat Sumba Barat Daya. Status sosial kedudukan sosial adalah tempat
seseorang secara umum dalam masyarakat sehubungan dengan orang-orang lain, dalam arti lingkungan pergaulannya, prestasinya, dan hak-hak kewajibannya
Soekanto, 1990: 265. Pemakaian sapaan yang dipengaruhi faktor sosial menunjukkan adanya perbedaan atau kesejajaran status sosial penutur dan mitra
tutur. Beberapa bentuk sapaan dalam bahasa Weejewa di Kabupaten Sumba
Barat Daya yang dipengaruhi oleh faktor status sosial antara lain : Nyora, Maromba, tokko, rato, dan dawa. Berikut contoh pemakaian sapaan yang
dipengaruhi faktor sosial dalam bahasa Weejewa. 82
A: Nyora, bisa pa yaga mema gaji wulla koka ne lodo? „Nyonya, apakah bisa memberikan gaji saya untuk bulan
depan pada hari ini? ‟
B: Koka hinnagu dapa bisa ki. Tapi ba lodo lusa bisa ku payagu.
„Besok belum bisa. Tapi kalau lusa saya bisa berikan.‟ PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI