169
Tabel 11. Sebaran Penilaian Petani Kedelai Edamame Terhadap Risiko yang
Disebabkan Faktor Alam Tahun 2011. Tingkat Risiko
Mitra Non mitra
Jumlah Persentase
Jumlah Persentase
a. Curah Hujan Tinggi
19 63,33
17 56,67
Sedang 10
33,33 10
33,33 Rendah
1 3,33
3 10,00
Tidak ada 0,00
0,00
b. Hama Tinggi
5 16,67
7 23,33
Sedang 10
33,33 11
36,67 Rendah
15 50,00
12 40,00
Tidak ada 0,00
0,00
c. Penyakit Tinggi
8 26,67
13 43,33
Sedang 12
40,00 9
30,00 Rendah
10 33,33
8 26,67
Tidak ada 0,00
0,00
a. Curah Hujan
Curah hujan merupakan sumber risiko yang tidak dapat diprediksi dan dikontrol. Dengan keadaan musim pada saat penelitian yang dikenal sebagai
musim pancaroba, menyulitkan petani dalam proses budidaya kedelai edamame. Secara teknis tanaman kedelai edamame akan tumbuh baik pada musim kemarau,
karena pasokan air untuk tanaman kedelai edamame lebih terkontrol. Selain itu selama masa pemasakan biji, tanaman kedelai memerlukan kondisi lingkungan
yang kering. Hal ini akan mendorong pemasakan biji lebih cepat dan bentuk biji lebih seragam. Curah hujan yang cocok bagi pertumbuhan tanaman kedelai
edamame adalah antara 100-200 mmbln, karena kekurangan atau kelebihan air akan berpengaruh terhadap volume produksi kedelai edamame Samsu, 2001.
Berdasarkan Tabel 11, sebagian besar petani mitra memiliki penilaian bahwa tingkat risiko yang disebabkan oleh curah hujan adalah tinggi. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Bhowmick 2005 bahwa hujan tidak dapat dikontrol dan diprediksi sehingga menimbulkan dampak yang merugikan dalam produksi
pertanian. Pada Tabel 11 juga terdapat beberapa petani mitra yang menganggap bahwa tingkat risiko yang disebabkan oleh curah hujan adalah sedang, dan hanya
170
sedikit sekali petani yang meniliai tingkat risiko yang ditimbulkan rendah. Menurut pengakuan petani, risiko yang ditimbulkan oleh curah hujan dapat
ditekan dengan pengolahan lahan yang baik, sehingga tidak menimbulkan kelembaban tanah yang berlebihan dan genangan air di tanah yang dapat
mengundang serangan hama dan penyakit tanaman. Selain itu kebutuhan pupuk dan obat-obatan harus tercukupi karena pupuk dan obat-obatan akan sering tercuci
oleh air hujan. Hal ini menunjukan bahwa petani mitra merasa upaya yang selama ini dilakukan cukup membantu untuk menekan risiko yang disebabkan curah
hujan. Lebih lanjut pada Tabel 11, sebagian besar petani non mitra pun
menganggap bahwa tingkat risiko yang disebabkan curah hujan adalah tinggi. Hal ini disebabkan petani kedelai edamame di Kecamatan Megamendung
menjalankan usahatani kedelai edamame di lahan terbuka, sehingga akan sulit untuk menekan risiko yang ditimbulkan oleh curah hujan. Petani non mitra yang
menganggap bahwa tingkat risiko yang ditimbulkan curah hujan adalah sedang memiliki persentase yang sama dengan petani mitra. Hal ini disebabkan, upaya
yang digunakan baik petani mitra maupun non mitra hampir sama. Perbedaan persentase petani yang menganggap bahwa tingkat risiko yang ditimbulkan curah
hujan rendah Tabel 11. Petani non mitra memiliki persentase lebih besar dibandingkan petani mitra. Hal ini disebabkan petani non mitra menganggap
bahwa fenomena hujan merupakan fenomena yang sudah biasa dan tidak dapat dirubah. Petani berpendapat bahwa bukan curah hujan yang menjadi faktor utama
kerusakan tanaman, akan tetapi hama dan penyakitlah sumber risiko utama kerusakan tanaman kedelai edamame.
Berdasarkan Tabel 11, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar petani baik mitra maupun non mitra menganggap bahwa tingkat risiko yang ditimbulkan
curah hujan adalah tinggi. Adapun teknik pengolahan lahan dan peningkatan frekuensi penggunaan obat-obatan dan pupuk hanya beberapa petani saja yang
menganggap efektif. Bila dilihat dari segi peranan kemitraan pada Tabel 11, tidak terlihat perbedaaan kecenderungan penilaian petani. Sehingga dapat dikatakan
bahwa peranan kemitraan tidak terlihat dalam menekan tingkat risiko yang disebabkan curah hujan. Kendala utama yang dihadapi kemitraan untuk menekan
171
tingkat risiko yang disebabkan curah hujan adalah kondisi curah hujan yang tidak menentu dan sulit diprediksi. Selain itu, sebagian besar petani kedelai edamame di
Kecamatan Megamendung menjalankan usahanya di lahan terbuka, sehingga keberhasilan usaha mereka sangat tergantung pada kondisi alam.
b. Hama