115
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah, maka tujuan penelitian secara umum adalah bertujuan untuk mempelajari Risiko yang dihadapi petani mitra PT Saung
Mirwan dalam menekan risiko baik risiko harga maupun risiko produksi yang didalamnya terdapat tujuan khusus yaitu:
1. Menganalisis penilaian petani terhadap sumber-sumber risiko pada usahtani kedelai edamame
2. Menganalisis tingkat risiko usahatani kedelai edamame. 3. Menganalisis peranan kemitraan dalam upaya menekan risiko usahatani
kedelai edamame.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan menjadi informasi bagi pihak-pihak terkait, seperti :
1. Melatih kemampuan penulis dalam menganalisa masalah berdasarkan fakta
dan data yang disesuaikan dengan pengetahuan yang diperoleh selama kuliah.
2. Sebagai bahan masukan bagi yang membutuhkan serta sebagai literatur bagi
penelitian selanjutnya 1.5 Ruang Lingkup Penelitian
1. Produk yang dikaji pada penelitian ini adalah kedelai edamame yang dibudidayakan oleh mitra tani PT Saung Mirwan dan petani non mitra yang
berdomisili di kecamatan Megamendung. 2. Penelitian ini menggunakan data primer berupa hasil wawancara dan diskusi
langsung di lokasi penelitian dan data sekunder berupa data penunjang dari literatur dan instansi terkait.
3. Penelitian ini difokuskan pada peranan kemitraan dalam pengelolaan risiko usaha pada kegiatan usahatani kedelai edamame di tingkat petani, dengan
mengukur tingkat risiko dan sumber-sumber risiko.
116
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Peran Kemitraan Dalam Pengelolaan Risiko
Sutawi 2008 mengemukakan bahwa kemitraan merupakan salah satu upaya untuk menekan risiko yang dihadapi petani. Dengan cara mengalihkan
risiko harga dan risiko produksi kepada perusahaan agribisnis yang memiliki posisi lebih kuat untuk menghadapi risiko. Kemitraan dapat menekan risiko usaha
dengan cara memberi jaminan pasar, diversifikasi produk, memberikan nilai tambah, dan perluasan wilayah pemasaran. Sehingga biaya menanggung risiko
petani menjadi berkurang, oleh karena itu petani dapat melakukan diversifikasi dan portofolio aset produktif.
Kemitraan sebagai upaya dalam menekan risiko telah dibuktikan oleh penelitian Knoeber dan Thurman 1995 dalam Sutawi 2009. Penelitian tersebut
menguraikan komposisi dan pergeseran risiko studi kasus pada kemitraan ayam pedaging di Amerika Serikat. Risiko harga merupakan komponen utama risiko
yaitu sebesar 84 persen, sedangkan risiko produksi umum hanya mencapai tiga persen, dan sisanya adalah kombinasi dari kedua risiko tersebut. Dengan
kemitraan, perusahaan akan menanggung 97 persen risiko harga dan produksi. Sedangkan peternak hanya menanggung tiga persen risiko. Di India, Ramaswami
et al. 1996 dalam Sutawi 2009 menunjukan bahwa pada kasus kemitraan peternak ayam pedaging kontrak, peternak hanya menanggung 12 persen risiko,
sedangkan 88 persen risiko dialihkan kepada perusahaan. Martin 1994 dalam Sutawi 2009 menemukan bahwa variabilitas
pendapatan studi kasus pada kemitraan peternak babi menurun sekitar 90 persen, ketika mereka mulai menjalin kontrak produksi dengan perusahaan besar.
Peternak kontrak pada penelitian martin menghadapi hanya 10 persen dari risiko pendapatan yang dihadapi peternak mandiri. Berdasarkan studi kasus di atas dapat
ditarik kesimpulan, kemitraan dapat mengalihkan risiko yang seharusnya ditanggung petani, bahkan risiko yang ditanggung petani relatif lebih kecil
dibandingkan dengan risiko yang harus ditanggung pihak perusahaan. Kemitraan merupakan salah satu upaya menekan risiko dengan cara
membagi risiko antara perusahaan dengan mitra tani. Hal ini terlihat pada
117
peningkatan produktivitas dan pendapatan petani. Pendapat ini diperkuat oleh hasil Penelitian Puspitasari 2009 dan Febridinia 2010 yang menyebutkan
bahwa kemitraan memberikan dampak positif bagi pendapatan dan produktivitas petani mitra. Pada panelitian tersebut dijelaskan mengenai pengaruh kemitraan
terhadap pendapatan peternak, studi kasus pada peternak ayam broiler. Pendapatan peternak mitra pada skala usaha yang sama ternyata lebih besar dari
pendapatan peternak non mitra. Dengan bermitra peternak dapat lebih mengefisienkan faktor-faktor input produksi seperti pakan, obat-obatan, dan
vaksin. Dilihat dari peranan perusahaan dalam menanggulangi risiko yang dapat
timbul di tingkat petani. Hal ini diwujudkan melalui peran serta perusahaan dalam proses produksi. Peran serta tersebut diwujudkan dalam bentuk pasokan sarana
dari perusahaan, pengawasan proses produksi, penyuluhan teknik budidaya dan teknologi pertanian. Sehingga produk yang dihasilkan petani dapat sesuai dengan
standar yang ditetapkan oleh perusahaan. Selain itu perusahaan juga berperan aktif dalam memberikan masukan untuk manajemen produksi ke petani, sehingga dapat
meningkatkan efisiensi biaya produksi. Faktor yang memiliki pengaruh sangat besar terhadap peningkatan
produktivitas petani mitra adalah dengan adanya petugas lapang yang bertugas mendampingi petani untuk melakukan proses budidaya Puspitasari, 2009.
Melalui petugas lapang, petani mendapatkan banyak informasi penting berkaitan dengan teknik budidaya dan pemeliharaan tanaman yang benar. Petugas lapang
juga terjun langsung di kebun milik petani apabila dibutuhkan untuk melihat langsung kondisi tanaman dan juga memberikan masukan manajemen produksi
lahan mereka. Hal ini menunjukan bahwa perusahaan ikut bertanggung jawab pada hasil produksi mitra, karena dengan kestabilan produksi petani mitra dapat
menjamin pasokan bahan baku mereka dan risiko produksi mereka dapat diminimalisir dampaknya.
Kemitraan tidak selalu berjalan dengan baik. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, didapat bahwa prinsip kemitraan tidak selalu terealisasi dengan baik.
Permasalahan yang sering terjadi dalam hubungan kemitraan antara lain petani mitra mendapatkan pelayanan yang kurang baik, contohnya dalam penyediaan
118
input produksi maupun pelayanan selama proses produksi. Hal ini ditunjukan dengan pelaksanaan kemitraan belum sesuai dengan isi kontrak, jadwal panen
yang sering mundur dari perjanjian, dan keterlambatan dalam pembayaran keuntungan, kinerja PPL yang kurang optimal dilihat dari kurangnya bantuan
penanggulangan HPT dan tanggapan terhadap keluhan lambat. Dari segi pendapatan petani mitra memperoleh pendapatan yang lebih kecil dibandingkan
dengan peternak mandiri. Dalam penelitiannya Deshinta menyatakan bahwa besarnya biaya petani mitra dikarenakan skala usaha yang dijalankan petani mitra
lebih kecil dibandingkan petani non mitra Deshinta, 2006; Munigar, 2009; Fadloli, 2005.
Rendahnya pendapatan dan produktivitas petani mitra diakibatkan oleh kurangnya bimbingan PPL sehingga yang terjadi, usahatani yang dijalankan oleh
petani mitra tidak seusai dengan SOP yang telah ditetapkan oleh pihak perusahaan. Bimbingan PPL yang diharapkan dapat membantu permasalahan
petani dari teknik budidaya, teknologi, manajemen, dan informasi masih belum terlihat hasilnya. Berdasarkan pemaparan di atas, dapat diimpulkan bahwa
manajemen kemitraan yang kurang baik, berpengaruh negatif terhadap peningkatan produktivitas dan keuntungan petai mitra.
Berdasarkan hasil kajian kemitraan terdahulu dapat disimpukan bahwa manfaat positif terhadap pengelolaan risiko dari pelaksanaan kemitraan. Petani
yang bermitra mendapatkan pinjaman sarana produksi, menambah ilmu pengetahuan, mendapatkan kepastian dalam memasarkan hasil penen, dan
mendapatkan bimbingan serta penyuluhan dari pihak perusahaan. Manfaat positif tersebut ditunjukan dengan peningkatan pendapatan dan produktivitas mereka.
Seperti yang telah dibahas pada paragraf sebelumnya bahwa hubungan kemitraan tidak selalu berhasil dalam mengelola risiko. Terdapat kesenjangan
yang terjadi antara petani dengan perusahaan mitra. Kecurangan juga dilakukan petani dengan cara menjual input produksi yang disuplai perusahaan dan
menggantinya dengan input produksi yang lebih murah dengan kualitas yang lebih rendah. Selain itu kurangnya transparansi harga kontrak yang dibuat oleh
perusahaan, kredit macet dari petani dikarenakan gagal panen yang bisa disebabkan oleh cuaca, hama dan penyakit, atau kelalaian dari petani tersebut.
119
2.2 Data empiris mengenai Analisis Risiko