Peranan Kemitraan Terhadap Pengelolaan Risiko Usaha Petani Kedelai Edamame (Kasus: Petani Kedelai Edamame di Desa Sukamanah Kecamatan Megamendung, Bogor)

(1)

PERANAN KEMITRAAN TERHADAP PENGELOLAAN

RISIKO USAHA PETANI KEDELAI EDAMAME

(Kasus: Petani Kedelai Edamame di Desa Sukamanah Kecamatan

Megamendung, Bogor)

SKRIPSI

HUSSEIN ZEIN H34076076

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(2)

94

RINGKASAN

HUSSEIN ZEIN. Peranan Kemitraan Terhadap Pengelolaan Risiko Usaha Petani Kedelai Edamame (Kasus: Petani Kedelai Edamame di Desa Sukamanah Kampung Pasir Muncang, Bogor). Skirpsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di Bawah Bimbingan NUNUNG KUSNADI)

Kedelai edamame dalam proses pengusahaannya dihadapkan pada risiko usaha. Beberapa risiko mendasar pada usahatani kedelai edamame adalah risiko produksi dan risiko harga. Sumber-sumber pada risiko produksi ialah iklim, curah hujan, hama, penyakit, suhu, kelembaban. Sedangkan risiko harga dapat timbul dikarenakan adanya ketidakpastian pada harga output dan harga input. Salah satu upaya untuk menekan risiko yang timbul pada usahatani kedelai edamame yaitu dengan hubungan kemitraan.

Kemitraan merupakan salah satu upaya untuk menekan risiko, melalui program kemitraan petani akan mendapatkan keuntungan berupa bantuan modal, memudahkan petani dalam mengakses akses informasi dan teknologi, pemasaran, dan lain-lain. Melalui bantuan hubungan kemitraan, upaya menekan risiko pada usahatani kedelai edamame dapat dilaksanakan dengan efektif dan efisien. Penulisan skripsi ini bertujuan mengetahui secara jelas besaran risiko berdasarkan sumber dan tingkat risiko pada usahatani kedelai edamame, serta peranan kemitraan untuk menekan risiko pada usahatani kedelai edamame

Responden pada penelitian ini adalah petani mitra PT Saung Mirwan dan petani non mitra yang berdomisili di Desa Sukamanah Kecamatan Megamendung Bogor, masing-masing berjumlah 30 orang. Berdasarkan hasil penelitian sumber-sumber risiko yang dianggap memiliki tingkat risiko tinggi, berdasarkan sebagian besar penilaian petani mitra adalah curah hujan dan peningkatan harga obat-obatan. Sedangkan sumber-sumber risiko yang memiliki tingkat risiko sedang adalah infeksi penyakit dan peningkatan harga upah tenaga kerja. Lebih lanjut sumber-sumber risiko yang dianggap memiliki tingkat risiko rendah adalah kerusakan biji saat pemanenan dan peningkatan harga pupuk. Kerusakan biji saat proses pengiriman dianggap tidak memiliki tingkat risiko oleh sebagian besar petani mitra.

Lebih jauh menurut penilaian sebagian besar petani non mitra, sumber-sumber risiko yang memiliki tingkat risiko yang tinggi antara lain curah hujan, serangan hama, dan peningkatan harga obat-obatan. Sedangkan sumber risiko yang memiliki tingkat risiko yang sedang antara lain peningkatan harga pupuk dan harga upah tenaga kerja. Selain itu, sumber-sumber risiko yang dianggap memiliki tingkat risiko rendah antara lain serangan hama, kerusakan biji saat pemanenan, dan kerusakan biji saat pengiriman hasil.

Berdasarkan penilaian petani mitra terhadap sumber-sumber risiko pada usahatani kedelai edamame menunjukan bahwa tidak ada perbedaan yang nyata

pada kecenderungan penilaian petani mitra dan non mitra terhadap sumber-sumber risiko. Artinya peranan kemitraan tidak terlihat nyata dalam

menekan sumber-sumber risiko yang muncul pada usahatani kedelai edamame yang dijalankan petani mitra. Lebih lanjut, pada besaran risiko yang diukur dengan koefisien variasi juga tidak menunjukan perbedaan yang signifikan mengenai tingkat risiko harga, produksi, dan pendapatan yang dihadapi petani


(3)

95

mitra dan non mitra. Namun petani kedelai edamame lebih banyak menghadapi risiko produksi dan pendapatan dibandingkan risiko harga, hal ini menunjukan bahwa kemitraan lebih berperan dalam menekan tingkat risiko harga.

Pihak perusahaan dianjurkan untuk lebih berperan dalam budidaya yang dijalankan petani mitra untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi usahatani yang dijalankan petani mitra. bimbingan mengenai manajemen produksi dan teknologi budidaya masih sangat diperlukan oleh petani mitra. Selain itu perusahaan juga dianjurkan untuk lebih meningkatkan pelayanan dibidang pengadaan kredit untuk input produksi dengan tujuan untuk menjaga loyalitas petani mitra.

Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan dan loyalitas petani kedelai edamame dalam bermitra, sebagai bahan rujukan lebih lanjut bagi perusahaan dan menjelaskan secara mendetail mengenai fenomena yang terjadi di kemitraan kedelai edamame yang dijalankan oleh PT Saung Mirwan.


(4)

96

PERANAN KEMITRAAN TERHADAP PENGELOLAAN

RISIKO USAHA PETANI KEDELAI EDAMAME

(Kasus: Petani Kedelai Edamame di Desa Sukamanah Kecamatan

Megamendung, Bogor)

HUSSEIN ZEIN H34076076

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(5)

97

Judul Skripsi : Peranan Kemitraan Terhadap Pengelolaan Risiko Usaha Petani Kedelai Edamame (Kasus: Petani Kedelai Edamame di Desa Sukamanah Kecamatan Megamendung, Bogor)

Nama : Hussein Zein NIM : H34076076

Disetujui, Pembimbing

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP.19580908 198403 1 002

Diketahui

Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP.19580908 198403 1 002


(6)

98

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Peranan Kemitraan Terhadap Pengelolaan Risiko Usaha Petani Kedelai Edamame (Kasus: Petani Kedelai Edamame di Desa Sukamanah Kecamatan Megamendung, Bogor) adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka dibagian akhir skripsi.

Bogor, Desember 2011

Hussein Zein H34076076


(7)

99

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Cianjur pada tanggal 13 Oktober 1986. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Syarief Zein dan Ibunda Rina Rustina Purnamawati.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Ibu Dewi VI Cianjur pada tahun 1998 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2001 di SLTPN 2 Cianjur. Pendidikan lanjutan menengah diselesaikan pada tahun 2004 di SMUN 1 Cianjur.

Penulis diterima di Program Studi Diploma Agribisnis Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Reguler pada tahun 2004. Penulis menyelesaikan pendidikan Diploma III tahun 2007 dan melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi pada Program Sarjana Agribisnis Penyelenggaraan Khusus, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2007.


(8)

100

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil’alamin, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skirpsi ini dengan judul “Peranan Kemitraan Terhadap Pengelolaan Risiko Usaha Petani Kedelai Edamame (Kasus: Petani Kedelai Edamame di Desa Sukamanah Kecamatan Megamendung, Bogor) ”

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penilaian petani terhadap sumber-sumber risiko pada pengusahaan kedelai edamame, penelitian ini juga menganalisis tingkat risiko yang dihadapi petani kedelai edamame, dan peranan kemitraan PT Saung Mirwan dalam menekan risiko pada usahatani kedelai edamame petani mitra. Hasil ini diharapkan mampu meningkatkan kemampuan penulis dalam menganalisa fakta dan data yang disesuaikan dengan pengetahuan yang diperoleh selama kuliah.

Skripsi ini sangat bermanfaat bagi penulis sebagai salah satu mahasiswa yang sedang menyelesaikan tugas akhir pada Program Sarjana Agribisnis, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini merupakan hasil maksimal yang dapat diselesaikan oleh penulis selama mengikuti kegiatan pembelajaran dalam kegiatan kuliah maupun tugas akhir ini. Penulis menyadari bahwa masih terdapat keterbatasan dan kendala yang dihadapi dalam skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memang membutuhkan. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

Bogor, Desember 2011


(9)

101

UCAPAN TERIMA KASIH

Penyelesaian skripsi ini tentunya tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan ucapan rasa syukur kepada Allah SWT dan menyampaikan terima kasih kepada :

1. Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS. sebagai dosen pembimbing, yang telah banyak memberikan bimbingan, saran dan pengarahan, dengan penuh kesabaran selama proses penyusunan skripsi ini.

2. Dr. Ir. Ratna Winandi, MS. Selaku dosen penguji utama dan Etriya, SP. MM. Selaku dosen penguji komdik pada ujian sidang skripsi, atas segala saran dan kritik yang sangat membantu pada penyusunan skripsi ini.

3. Ir. Popong Nurhayati, MM. Selaku dosen evaluator pada kolokium proposal, dengan segala saran dan kritik yang sangat membantu pada penyusunan skripsi ini.

4. Ayahanda Syarief Zein, Ibunda Rina Rustina Purnamawati, serta Adik-adiku (Haidar Zein dan Farhan Ali Zein) untuk setiap dukungan cinta kasih, kesabaran yang luar biasa, dan doa yang diberikan.

5. Bapak T. Hadinata selaku pemilik dan Bapak Munawar selaku petugas penyuluh lapang kemitraan PT Saung Mirwan yang telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk melakukan penelitian.

6. Yulia Alviani yang telah berkenan menjadi pembahas pada seminar hasil penulis, dengan segala kritik dan saran yang sangat bermanfaat untuk kesempurnaan skripsi ini.

7. Aa Ahmad, Agung, Budi, Benri, Dwi, Dana, Didit, Eko, Irwan, Mugi, Saud, Wilmar yang tergabung dalam BETA HOUSE, atas segala semangat dan kebersamaannya selama ini.

8. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih atas bantuannya dalam penyusunan skripsi ini.

Bogor, Desember 2011


(10)

102

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 7

1.4 Manfaat Penelitian ... 7

1.5 Ruang Lingkup Penelitian ... 7

II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Peran Kemitraan Dalam Pengelolaan Risiko ... 8

2.2 Data Empiris Mengenai Analisis Risiko ... 11

III KERANGKA PEMIKIRAN ... 15

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ... 15

3.1.1 Konsep Dasar Risiko ... 15

3.1.2 Sumber Risiko ... 15

3.1.3 Pengukuran Risiko ... 16

3.1.4 Kemitraan ... 18

3.1.5 Unsur-Unsur Kemitraan ... 19

3.1.6 Pola Kemitraan ... 21

3.1.7 Manfaat Kemitraan Dalam Pengelolaan Risiko ... 23

3.1.8 Indikator Keberhasilan Kemitraan ... 25

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional ... 29

IV METODE PENELITIAN ... 31

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 31

4.2 Data dan Sumber data ... 31

4.3 Metode Pengumpulan Data ... 31

4.4 Metode Pengolahan Data dan Analisis Data ... 32


(11)

103

4.4.2 Analisis Risiko ... 33

4.4.2.1 Ragam atau Variance ... 33

4.4.2.2 Simpangan Baku atau Standart Deviation ... 34

4.4.2.3 Koefisien Variasi ... 34

4.4.4 Analisis Usahatani... 34

4.4.5 Analisis Perbandingan Penerimaan dan Biaya ... 36

V GAMBARAN UMUM ... 38

5.1 Gambaran Umum Daerah Penelitian ... 38

5.1.1 Pertanian di lokasi penelitian ... 40

5.1.2 Sarana dan Prasarana ... 42

5.2 Gambaran Umum perusahaan ... 42

5.2.1 Sejarah Singkat PT Saung Mirwan ... 42

5.2.2 Visi dan Misi Perusahaan ... 43

5.2.3 Oraganisasi Perusahaan ... 44

5.2.4 Bidang Usaha PT Saung Mirwan ... 46

5.3 Karakteristik Responden ... 46

5.3.1 Rata-rata Usia Petani Kedelai Edamame ... 46

5.3.2 Tingkat Pendidikan Petani Responden ... 47

5.3.3 Pengalaman Usahatani Kedelai Edamame ... 48

5.3.4 Status Penguasaan Lahan... 49

5.3.5 Luasan Lahan Petani Responden ... 50

VI SISTEM KEMITRAAN PT SAUNG MIRWAN ... 51

6.1 Gambaran Umum Kemitraan Kedelai Edamame ... 51

6.2 Karakteristik Petani Mitra ... 53

6.3 Pendistribusian Benih Kepada Petani Mitra ... 56

6.4 Sistem Pemanenan dan Pembayaran Hasil Panen ... 57

6.5 Petugas Penyuluh Lapang PT Saung Mirwan ... 58

VII PERANAN KEMITRAAN DALAM MENEKAN RISIKO ... 60

7.1 Sumber-Sumber Risiko pada Usahatani Kedelai Edamame di KecamatanMegamendung ... 60

7.1.1 Risiko yang di Sebabkan Faktor Alam ... 60

a. Curah Hujan ... 61

b. Hama ... 63

c. Penyakit ... 65

7.1.2 Risiko yang Disebabkan Faktor Kesalahan Sumber Daya Manusia ... 67

a. Kerusakan Biji Saat Panen... 68

b. Kerusakan Pada Saat Pengiriman Hasil ... 69

7.1.3 Kerugian yang Disebabkan Karena Fluktiasi Harga ... 70

a. Peningkatan Harga Obat-batan Pertanian ... 72

b. Peningkatan Harga Pupuk ... 74


(12)

104

7.2 Penilain Risiko Pada Usahatani Kedelai Edamame di Kecamatan

Megamendung ... 78

7.3 Analisis Pendapatan Usahatani Kedelai Edamame... 79

7.3.1 Penerimaan Usahatani ... 80

7.3.2 Pengeluaran Usahatani ... 81

a. Benih ... 82

b. Biaya Pupuk dan Obat-obatan ... 83

c. Tenaga Kerja ... 84

7.3.3 Analisis Perbandingan Pendapatan Usahatani dan R/C Ratio Petani Mitra dan Non Mitra ... 85

VIII KESIMPULAN dan SARAN... 88

8.1 Kesimpulan ... 88

8.2 Saran ... 88

DAFTAR PUSTAKA ... 90


(13)

105

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Produktivitas Pangan Strategis Nasional Tahun 2004-2008 ... 2 2. Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur dan Jenis

Kelamin di Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor

Tahun 2009 ... 39 3. Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur dan Jenis

Kelamin di Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor

Tahun 2009 ... 40 4. Jumlah Petani Responden Usahatani Kedelai Edamame

Berdasarkan Umur di Kecamatan Megamendung, Kabupaten

Bogor, Tahun 2011 ... 47 5. Tingkat Pendidikan Responden Pada Usahatani Kedelai Edamame

di Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Tahun 2011 ... 48 6. Tingkat Pengalaman Petani Responden Dalam Ushatani Kedelai

Eadamame di Kecamatan Megamendung, Bogor Tahun 2011 ... 48 7. Pengelompokan Petani Kedelai Edamame Berdasarkan Status

Kepemilikan Lahan di Kecamatan Megamendung, Bogor

Tahun2011 ... 49 8. Luasan Lahan yang Diusahakan Responden Pada Usahatani

Kedelai Edamame di Kecamatan Megamendung, Bogor

Tahun 2011 ... 50 9. Alasan Petani Mitra Menjalin Hubungan Kemitraan Dengan

PT Saung Mirwan Tahun 2011 ... 55 10.Alasan Petani Mitra Mengenai Kinerja Petugas Penyuluh Lapang

Tahun 2011 ... 59 11.Sebaran Penilaian Petani Kedelai Edamame Terhadap Risiko yang

Disebabkan oleh Faktor Alam Tahun 2011 ... 61 12.Sebaran Penilaian Petani Kedelai Edamame Terhadap Risiko yang

Disebabkan Kesalahan Sumber Daya Manusia Tahun 2011 ... 67 13.Sebaran Penilaian Petani Kedelai Edamame Terhadap Kerugian

yang Disebabkan Faktor Harga Tahun 2011 ... 72 14.Hasil Penilaian Risiko Produksi dan Harga pada Usahatani Kedelai

Edamame di Kecamatan Megamendung Tahun 2011 ... 79 15.Rata-Rata Penerimaan per HektarUsahatani Kedelai Edamame

Petani Mitra dan Non Mitra Di Kecamatan Megamendung

Tahun 2011 ... 81 16.Struktur Biaya Usahatani Kedelai Edamame per Hektar


(14)

106

Tahun 2011 ... 82 17.Analisis Perbandingan Pendapatan Rata-rata dan R/C Ratio


(15)

107

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman 1. Impor dan Produksi Kedelai Tahun 2003-2008 ... 3 2. Kerangka Pemikiran Operasional ... 30


(16)

108

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Hal

1. Proyeksi Konsumsi Kedelai di Indonesia Tahun 2009-2005... 94 2. Surat Kontrak Perjanjian Kemitraan ... 95 3. Kuisioner Penelitian ... 98


(17)

109

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia. Peranan sektor pertanian dalam perekonomian nasional dapat dilihat dari kontribusi sektor pertanian terhadap produk domestik bruto (PDB). Pada tahun 2008, pertanian Indonesia menjadi sektor usaha kedua terbesar dalam memberikan kontribusi terhadap PDB nasional yaitu sebesar 14,5 persen, sedangkan sektor yang memberikan kontribusi terbesar merupakan sektor industri yaitu sebesar 27,9 persen dari total PDB1 nasional. Hal ini menunjukan bahwa sektor pertanian memiliki kontribusi yang masih relatif kecil terhadap pertumbuhan perekonomian nasional. Menurut mantan Menteri Pertanian Bapak Anton Apriyantono (2008) sektor pertanian harus terus dituntut berperan dalam perekonomian nasional melalui pembentukan PDB, penerimaan devisa/ekspor, penyediaan pangan, dan penyediaan bahan baku industri2.

Selain memberikan kontribusi terhadap PDB nasional, sektor pertanian merupakan penyerap tenaga kerja paling besar. Dari tahun 2004 sampai dengan 2009. Sektor pertanian selalu berada di urutan pertama dalam jumlah penduduk di atas 15 tahun, yang bekerja menurut lapangan pekerjaan utama3. Pada tahun 2009, jumlah penduduk di atas 15 tahun yang berkerja di sektor pertanian mencapai 43.029.493 orang atau 41,2 persen dari seluruh angkatan kerja. Hal ini menunjukan bahwa sektor pertanian berperan dalam pemerataan pembangunan, pengentasan kemiskinan, penyediaan lapangan kerja, dan perbaikan pendapatan masyarakat. Dalam rangka meningkatkan peran serta pertanian terhadap perkonomian Nasional, maka pemerintah Indonesia membuat sebuah program yang dinamakan revitalisasi pertanian.

Revitalisasi pertanian merupakan salah satu strategi yang dipilih oleh pemerintah Indonesia, sebagai upaya mewujudkan pembangunan masyarakat Indonesia, dengan sasaran pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, penyediaan

1

ht t p:/ / dipert a.jabarprov.go.id . 2008. PDB Pert anian Tahun 2008. 2

Loc.cit 3

w ww .BPS.go.id . 2010. Jumlah penduduk diat as 15 t ahun yang berkerja menurut lapangan pekerjaan ut am a.


(18)

110

lapangan pekerjaan dan pengentasan kemiskinan. Revitalisasi pertanian adalah sebuah program untuk menempatkan kembali arti penting sektor pertanian secara proporsional, melalui peningkatan kinerja sektor pertanian dalam pembangunan nasional.

Sejalan dengan program revitalisasi pertanian yang telah dicanangkan oleh Bapak Presiden Republik Indonesia tanggal 11 Juni 2005 di Jatiluhur, Jawa Barat. Bahwa pembangunan sektor pertanian memiliki fokus, salah satunya adalah peningkatan produktivitas nasional untuk tiga komoditas tanaman pangan strategis yaitu padi, jagung, dan kedelai. Sebagai gambaran umum akan ditunjukan pada Tabel 1.

Tabel 1. Produktivitas Pangan Strategis Nasional Tahun 2004-2008

Komoditi Satuan 2004 2005 2006 2007 2008 2009

Padi ton/ha 4,17 4,78 4,82 4,91 5,08 5,18

Jagung ton/ha 3,34 3,45 3,47 3,66 4,08 4,23 Kedelai ton/ha 1,28 1,30 1,29 1,29 1,31 1,35 Sumber: Departemen Pertanian 2010

Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa padi sebagai bahan makanan pokok sebagian besar masyarakat Indonesia, memiliki jumlah produktivitas yang paling tinggi dibandingkan bahan pangan lainnya. Dilihat dari jumlah produktivitas dari tahun ke tahun komoditi padi cenderung stabil. Sejak tahun 2004, Indonesia mengurangi impor beras karena produksi padi Indonesia sudah memenuhi kebutuhan dalam negeri. Akan tetapi, untuk komoditas lainnya sampai saat ini Indonesia masih mengimpor, terutama kedelai sebagai komoditi yang memiliki produktivitas paling kecil dibandingkan dengan keempat komoditi lainnya. Oleh karena itu, ketergantungan Indonesia terhadap kedelai impor masih cukup tinggi.

Kedelai merupakan salah satu komoditas pertanian yang sudah cukup lama ditanam di Indonesia. Komoditas ini kaya akan protein nabati yang diperlukan untuk meningkatkan gizi masyarakat, aman dikonsumsi, dan harganya murah. Sampai saat ini, kebutuhan kedelai terus meningkat (dapat dilihat pada Lampiran 1) seiring dengan meningkatnya perkembangan industri pangan berbahan baku kedelai seperti tahu, tempe, kecap, susu kedelai, tauco dan makanan ringan. Namun, pemenuhan kebutuhan kedelai di Indonesia masih harus


(19)

111

dicukupi melalui impor. Apabila nilai rupiah terdepresiasi atau harga kedelai di pasar international meningkat. Maka industri pangan berbahan baku kedelai yang rata-rata merupakan indutri rumahan akan mengalami kesulitan bahan baku. Dampaknya industri pangan akan mengalami kebangkrutan karena tak mampu membeli bahan baku.

(000 Ton)

Gambar 1. Impor dan Produksi Kedelai Indonesia Tahun 2003-2008 Sumber: Badan Pusat Statistik (2010) (diolah)

Gambar 1 memperlihatkan selisih yang cukup besar antara produksi kedelai domestik dan kedelai impor. Hal ini menunjukan ketergantungan Indonesia terhadap kedelai impor merupakan salah satu hal yang dapat mengancam ketahanan pangan, karena akan menghabiskan banyak devisa negara. Akibat harga kedelai yang terus meningkat, lonjakan harga impor kedelai telah menyebabkan munculnya krisis kedelai di Indonesia. Peningkatan harga pangan baik pada tingkat nasional maupun tingkat rumah tangga, memberi amanat kepada kekuatan ekonomi domestik agar mampu menyediakan pangan khususnya kedelai, secara berkelanjutan dengan mengutamakan produksi dan penyediaan dalam negeri.

Pemerintah telah mencanangkan program pengembangan kedelai sebagai upaya untuk mengurangi beban impor dan mengantisipasi permintaan. Pemerintah mencanangkan program GEMA PALAGUNG (Gerakan Mandiri Padi, Kedelai, dan Jagung) pada tahun 2001 dan lebih dikhususkan dengan program bangkit

0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 4500

2003 2004 2005 2006 2007 2008

im por produksi


(20)

112

kedelai. Program bangkit kedelai bertujuan untuk meningkatkan produksi serta mendampingi petani agar mampu menerapkan teknologi baru, mengelola usaha tani, memanfaatkan kredit dari pemerintah, mengembangkan kemitraan, mengupayakan perbaikan pasar dan strategi kebijakan. Program ini diarahkan tidak hanya pada subsistem on farm namun juga memberi perhatian pada pendampingan petani dalam mengatasi permasalahan pada subsistem off farm. Dalam rangka mendukung program pemerintah untuk swasembada kedelai. Maka sejak tahun 1993 telah dilakukan pengenalan terhadap petani mengenai pengembangan kedelai edamame.

Kedelai edamame adalah makanan tradisional khas Jepang. Di Jepang kedelai edamame dihidangkan sebagai makanan pelengkap. Keunggulan kedelai edamame memiliki biji yang lebih besar, rasa yang lebih manis, tekstur yang lebih halus dan daya cerna yang lebih baik dari kacang kedelai biasa. Selain itu, kacang edamame merupakan makanan bergizi yang mengandung protein sekitar 38 persen, kaya akan kalsium, vitamin A, vitamin B1, vitamin B12, lipid, karbohidrat, serat, dan caroten (Samsu, 2001).

Setiap pengusahaan kedelai edamame dalam proses pengusahaannya memiliki kendala yang harus dihadapi. Kendala yang dimaksud adalah tingginya tingkat risiko yang dihadapi petani karena budidaya edamame memerlukan pengetahuan teknis dan teknologi penunjang yang berbeda dengan budidaya kedelai lokal. Risiko usaha kedelai edamame meliputi risiko produksi, dan risiko harga. Risiko produksi terkait cuaca, hama dan penyakit, bencana alam, serta teknologi. Adapun risiko harga berupa fluktuasi harga input dan output. Risiko harga dan risiko produksi merupakan faktor utama terhadap variabilitas pendapatan (Sutawi, 2009).

Salah satu sumber risiko produksi yang memiliki kontribusi paling besar adalah alam. Keadaan bahwa alam sulit untuk diprediksi, mudah berubah, dan tidak dapat dikendalikan merupakan kendala utama dalam pengusahaan kedelai edmame (Samsu, 2001). Sedangkan risiko harga dipengaruhi oleh harga input dan harga output yang diterima petani. Risiko harga dan risiko produksi yang harus dihadapi petani kedelai edamame membuat para petani tersebut mencari solusi


(21)

113

untuk menekan risiko. Salah satu upaya yang banyak dijalankan dalam upaya menekan risiko yaitu menjalin hubungan kemitraan.

Hubungan kemitraan merupakan salah satu upaya menekan risiko harga dan risiko produksi. Hal ini dapat terwujud karena perusahaan maupun petani dapat saling mendukung untuk mengoptimalkan keuntungan. Dengan adanya pola kemitraan dapat memberikan kesempatan kepada para petani untuk menambah wawasan, mempermudah akses teknologi dan informasi, dalam rangka menekan risiko dan meningkatkan pendapatan usahatani kedelai edamame.

Tujuan kemitraan usaha agribisnis adalah untuk membantu petani kedelai edamame dalam mengadakan kerjasama yang saling menguntungkan dan bertanggung jawab. Petani yang mengikuti pola kemitraan dengan perusahaan swasta dapat menggunakan benih dengan mutu yang lebih baik, pupuk, pola tanam yang terprogram, dan teknis produksi secara intensif karena adanya bimbingan dan penyuluhan yang lebih baik. Kredit sarana produksi bermanfaat bagi petani yang tidak cukup modal. Adopsi teknologi oleh petani menjadi relatif lebih cepat karena kendala modal dan teknis produksi dapat diatasi, sehingga produktivitas dan pendapatan petani diharapkan dapat meningkat.

Untuk mendukung kemajuan program kemitraan, diperlukan dukungan kerjasama dari seluruh pihak yang terkait. Peranan perusahaan dan lembaga–lembaga kemitraan kepada petani mitra adalah memberikan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia petani mitra melalui pelatihan, pembinaan, keterampilan teknis produksi, dan menyusun rencana usaha dengan petani mitra untuk disepakati bersama. Selain itu perusahaan mitra juga memberikan pelayanan dan penyediaan sarana produksi untuk keperluan usaha bersama, menjamin pembelian hasil produksi petani mitra sesuai dengan kesepakatan, promosi hasil produksi untuk mendapatkan pasar yang baik, serta pengembangan teknologi yang mendukung pengembangan usaha dan keberhasilan kemitraan. Oleh karena itu pentingnya mempelajari kemitraan dari aspek risiko.


(22)

114

1.2 Perumusan Masalah

PT Saung Mirwan sebagai salah satu produsen kedelai edamame, menyadari keterbatasan sumber daya yang mereka miliki dalam hal luas lahan dan sumber daya manusia. Untuk menjaga konsistensi dan kontinuitas kedelai edamame, PT Saung Mirwan menjalin sebuah hubungan kemitraan bersama masyarakat petani di sekitar lingkungan perusahaan. Program kemitraan yang dibangun PT Saung Mirwan sudah berjalan semenjak tahun 1987. Sedangkan untuk kemitraan kedelai edamame dimulai pada tahun 1994. Kemitraan ini merupakan salah satu strategi PT Saung Mirwan untuk mengelola risiko produksi kedelai edamame.

Kedelai edamame merupakan tanaman sub-tropis. Tanaman sub-tropis biasanya memerlukan panjang hari 14-16 jam untuk tumbuh dan berkembang. Apabila ditanam di daerah tropik dengan rata-rata panjang hari 12 jam, maka tanaman tersebut akan mengalami penurunan produksi, karena masa bunganya menjadi pendek, yaitu dari umur 50-60 hari menjadi 35-40 hari setelah tanam. Selain itu batang tanaman pun menjadi lebih pendek dengan ukuran buku subur menjadi lebih pendek, sehingga bila dikembangkan di Indonesia, akan sulit sekali mencapai produktivitas maksimal (Atman,2009).

PT Saung Mirwan merupakan pelopor keberhasilan kedelai edamame di Indonesia. Diharapkan dengan jalinan kemitraan bersama PT Saung Mirwan dapat terjadi transfer teknologi dan informasi sehingga dapat meningkatkan produktivtitas dan pendapatan petani kedelai. Hal ini penting mendapat perhatian, sehingga pertanyaan yang perlu dijawab adalah:

1. Bagaimana penilaian petani terhadap sumber-sumber risiko pada usahatani kedelai edamame?

2. Seberapa besar tingkat risiko pada usahatani kedelai edamame?

3. Bagaimana peranan kemitraan dalam upaya menekan risiko usahatani kedelai edamame?


(23)

115

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah, maka tujuan penelitian secara umum adalah bertujuan untuk mempelajari Risiko yang dihadapi petani mitra PT Saung Mirwan dalam menekan risiko baik risiko harga maupun risiko produksi yang didalamnya terdapat tujuan khusus yaitu:

1. Menganalisis penilaian petani terhadap sumber-sumber risiko pada usahtani kedelai edamame

2. Menganalisis tingkat risiko usahatani kedelai edamame.

3. Menganalisis peranan kemitraan dalam upaya menekan risiko usahatani kedelai edamame.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan menjadi informasi bagi pihak-pihak terkait, seperti :

1. Melatih kemampuan penulis dalam menganalisa masalah berdasarkan fakta dan data yang disesuaikan dengan pengetahuan yang diperoleh selama kuliah. 2. Sebagai bahan masukan bagi yang membutuhkan serta sebagai literatur bagi

penelitian selanjutnya

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

1. Produk yang dikaji pada penelitian ini adalah kedelai edamame yang dibudidayakan oleh mitra tani PT Saung Mirwan dan petani non mitra yang berdomisili di kecamatan Megamendung.

2. Penelitian ini menggunakan data primer berupa hasil wawancara dan diskusi langsung di lokasi penelitian dan data sekunder berupa data penunjang dari literatur dan instansi terkait.

3. Penelitian ini difokuskan pada peranan kemitraan dalam pengelolaan risiko usaha pada kegiatan usahatani kedelai edamame di tingkat petani, dengan mengukur tingkat risiko dan sumber-sumber risiko.


(24)

116

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Peran Kemitraan Dalam Pengelolaan Risiko

Sutawi (2008) mengemukakan bahwa kemitraan merupakan salah satu upaya untuk menekan risiko yang dihadapi petani. Dengan cara mengalihkan risiko harga dan risiko produksi kepada perusahaan agribisnis yang memiliki posisi lebih kuat untuk menghadapi risiko. Kemitraan dapat menekan risiko usaha dengan cara memberi jaminan pasar, diversifikasi produk, memberikan nilai tambah, dan perluasan wilayah pemasaran. Sehingga biaya menanggung risiko petani menjadi berkurang, oleh karena itu petani dapat melakukan diversifikasi dan portofolio aset produktif.

Kemitraan sebagai upaya dalam menekan risiko telah dibuktikan oleh penelitian Knoeber dan Thurman (1995) dalam Sutawi (2009). Penelitian tersebut menguraikan komposisi dan pergeseran risiko studi kasus pada kemitraan ayam pedaging di Amerika Serikat. Risiko harga merupakan komponen utama risiko yaitu sebesar 84 persen, sedangkan risiko produksi umum hanya mencapai tiga persen, dan sisanya adalah kombinasi dari kedua risiko tersebut. Dengan kemitraan, perusahaan akan menanggung 97 persen risiko harga dan produksi. Sedangkan peternak hanya menanggung tiga persen risiko. Di India, Ramaswami

et al. (1996) dalam Sutawi (2009) menunjukan bahwa pada kasus kemitraan peternak ayam pedaging kontrak, peternak hanya menanggung 12 persen risiko, sedangkan 88 persen risiko dialihkan kepada perusahaan.

Martin (1994) dalam Sutawi (2009) menemukan bahwa variabilitas pendapatan studi kasus pada kemitraan peternak babi menurun sekitar 90 persen, ketika mereka mulai menjalin kontrak produksi dengan perusahaan besar. Peternak kontrak pada penelitian martin menghadapi hanya 10 persen dari risiko pendapatan yang dihadapi peternak mandiri. Berdasarkan studi kasus di atas dapat ditarik kesimpulan, kemitraan dapat mengalihkan risiko yang seharusnya ditanggung petani, bahkan risiko yang ditanggung petani relatif lebih kecil dibandingkan dengan risiko yang harus ditanggung pihak perusahaan.

Kemitraan merupakan salah satu upaya menekan risiko dengan cara membagi risiko antara perusahaan dengan mitra tani. Hal ini terlihat pada


(25)

117

peningkatan produktivitas dan pendapatan petani. Pendapat ini diperkuat oleh hasil Penelitian Puspitasari (2009) dan Febridinia (2010) yang menyebutkan bahwa kemitraan memberikan dampak positif bagi pendapatan dan produktivitas petani mitra. Pada panelitian tersebut dijelaskan mengenai pengaruh kemitraan terhadap pendapatan peternak, studi kasus pada peternak ayam broiler. Pendapatan peternak mitra pada skala usaha yang sama ternyata lebih besar dari pendapatan peternak non mitra. Dengan bermitra peternak dapat lebih mengefisienkan faktor-faktor input produksi seperti pakan, obat-obatan, dan vaksin.

Dilihat dari peranan perusahaan dalam menanggulangi risiko yang dapat timbul di tingkat petani. Hal ini diwujudkan melalui peran serta perusahaan dalam proses produksi. Peran serta tersebut diwujudkan dalam bentuk pasokan sarana dari perusahaan, pengawasan proses produksi, penyuluhan teknik budidaya dan teknologi pertanian. Sehingga produk yang dihasilkan petani dapat sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh perusahaan. Selain itu perusahaan juga berperan aktif dalam memberikan masukan untuk manajemen produksi ke petani, sehingga dapat meningkatkan efisiensi biaya produksi.

Faktor yang memiliki pengaruh sangat besar terhadap peningkatan produktivitas petani mitra adalah dengan adanya petugas lapang yang bertugas mendampingi petani untuk melakukan proses budidaya (Puspitasari, 2009). Melalui petugas lapang, petani mendapatkan banyak informasi penting berkaitan dengan teknik budidaya dan pemeliharaan tanaman yang benar. Petugas lapang juga terjun langsung di kebun milik petani apabila dibutuhkan untuk melihat langsung kondisi tanaman dan juga memberikan masukan manajemen produksi lahan mereka. Hal ini menunjukan bahwa perusahaan ikut bertanggung jawab pada hasil produksi mitra, karena dengan kestabilan produksi petani mitra dapat menjamin pasokan bahan baku mereka dan risiko produksi mereka dapat diminimalisir dampaknya.

Kemitraan tidak selalu berjalan dengan baik. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, didapat bahwa prinsip kemitraan tidak selalu terealisasi dengan baik. Permasalahan yang sering terjadi dalam hubungan kemitraan antara lain petani mitra mendapatkan pelayanan yang kurang baik, contohnya dalam penyediaan


(26)

118

input produksi maupun pelayanan selama proses produksi. Hal ini ditunjukan dengan pelaksanaan kemitraan belum sesuai dengan isi kontrak, jadwal panen yang sering mundur dari perjanjian, dan keterlambatan dalam pembayaran keuntungan, kinerja PPL yang kurang optimal dilihat dari kurangnya bantuan penanggulangan HPT dan tanggapan terhadap keluhan lambat. Dari segi pendapatan petani mitra memperoleh pendapatan yang lebih kecil dibandingkan dengan peternak mandiri. Dalam penelitiannya Deshinta menyatakan bahwa besarnya biaya petani mitra dikarenakan skala usaha yang dijalankan petani mitra lebih kecil dibandingkan petani non mitra (Deshinta, 2006; Munigar, 2009; Fadloli, 2005).

Rendahnya pendapatan dan produktivitas petani mitra diakibatkan oleh kurangnya bimbingan PPL sehingga yang terjadi, usahatani yang dijalankan oleh petani mitra tidak seusai dengan SOP yang telah ditetapkan oleh pihak perusahaan. Bimbingan PPL yang diharapkan dapat membantu permasalahan petani dari teknik budidaya, teknologi, manajemen, dan informasi masih belum terlihat hasilnya. Berdasarkan pemaparan di atas, dapat diimpulkan bahwa manajemen kemitraan yang kurang baik, berpengaruh negatif terhadap peningkatan produktivitas dan keuntungan petai mitra.

Berdasarkan hasil kajian kemitraan terdahulu dapat disimpukan bahwa manfaat positif terhadap pengelolaan risiko dari pelaksanaan kemitraan. Petani yang bermitra mendapatkan pinjaman sarana produksi, menambah ilmu pengetahuan, mendapatkan kepastian dalam memasarkan hasil penen, dan mendapatkan bimbingan serta penyuluhan dari pihak perusahaan. Manfaat positif tersebut ditunjukan dengan peningkatan pendapatan dan produktivitas mereka.

Seperti yang telah dibahas pada paragraf sebelumnya bahwa hubungan kemitraan tidak selalu berhasil dalam mengelola risiko. Terdapat kesenjangan yang terjadi antara petani dengan perusahaan mitra. Kecurangan juga dilakukan petani dengan cara menjual input produksi yang disuplai perusahaan dan menggantinya dengan input produksi yang lebih murah dengan kualitas yang lebih rendah. Selain itu kurangnya transparansi harga kontrak yang dibuat oleh perusahaan, kredit macet dari petani dikarenakan gagal panen yang bisa disebabkan oleh cuaca, hama dan penyakit, atau kelalaian dari petani tersebut.


(27)

119

2.2 Data empiris mengenai Analisis Risiko

Wisdya (2009) dan Safitri (2009) sama-sama menganalisis risiko produksi pada produk agribisnis dengan menggunakan alat analisis yang sama, antara lain menghitung peluang, expected return, variance, standar deviasi, coefficient variance. Wisdya (2009) dan Safitri (2009) meneliti analisis risiko produksi dengan analisis pendapatan. Wisdya (2009) menemukan bahwa komoditi yang memiliki risiko produksi yang lebih tinggi justru terdapat pada komoditi yang memiliki tingkat pendapatan bersih yang lebih rendah, sedangkan Safitri menemukan hal sebaliknya. Safitri (2009) menemukan bahwa komoditi yang memiliki risiko yang lebih tinggi berbanding lurus dengan tingkat pendapatan bersih (high risk high return).

Solihin (2009) menganalisis tingkat risiko produksi study kasus produk ayam broiler, dengan mengunakan methode z-score yang digunakan untuk menghitung nilai penyimpangan rata-rata indeks prestasi produksi petani terhadap indeks prestasi produksi standar. Dari hasil penghitungan dengan menggunakan metode z-score, didapat coefficient variance lebih dari 0,5 yaitu sebesar 0,74, nilai tersebut menunjukan bahwa risiko produksi selama tujuh periode sebesar 23 persen. Berarti indeks prestasi produksi standar yang seharusnya dicapai selama tujuh periode sebesar 23 persen yang menunjukan bahwa usaha tersebut memiliki tingkat penyimpangan produksi yang tinggi dan akan memiliki peluang yang besar untuk menanggung kerugian pada setiap periode produksi.

Risiko dapat diminimalisir dampaknya dengan menerapkan manajemen risiko. Setelah dilakukan analisis risiko, maka pihak manajemen sudah memiliki satu informasi penting untuk menyusun kebijakan dan tindakan preventif yang harus dilaksanakan, untuk menghadapi dan meminimalisir dampak risiko yang akan dihadapi dalam setiap siklus produksinya. Analisis risiko produksi dengan menggunakan metode z-score juga digunakan pada penelitian Lubis (2009) dimana peneliti menggabungkan analisis probabilitas Risiko produksi dan penerimaan pada komoditi padi semi oraganik.

berdasarkan hasil metode z-score yang dilakukan oleh Lubis (2009) terdapat temuan-temuan bahwa terdapat kemungkinan risiko penerimaan pada


(28)

120

usahatani lebih besar dibandingkan dengan probabilitas risiko pada proses produksi. Besarnya kemungkinan terjadi risiko pada penerimaan ini dapat disebabkan oleh fluktuasi produksi padi dan harga gabah kering panen, sehingga jumlah penerimaan petani tidak tetap pada tiap panennya. Kemudian besarnya probabilitas ini juga ditentukan oleh ketersediaan padi di lumbung penyimpanan dan kualitas padi.

Pada penelitian Aziz (2009), menggunakan metode analisis risiko dengan komoditi yang sama yaitu ayam broiler juga memiliki nilai coefficient variance

lebih dari 0,5 yang berarti tingkat risiko yang dihadapi perusahaan memiliki tingkat risiko yang tinggi dan juga memiliki peluang yang besar untuk menanggung kerugian pada setiap periode produksinya. Faktor-faktor penyebab yang hampir sama dengan hasil penelitian mengenai risiko produksi lainnya, antara lain tingkat fluktuasi penerimaan produksi dan harga input produksi yang tinggi, inkonsistensi cuaca yang mengakibatkan ayam menjadi stres dan nilai FCR nya menurun sehingga ayam tidak mau makan dan akibatnya tingkat mortalitas tinggi.

Utami (2009) meneliti tentang risiko produksi dan perilaku penawaran bawang merah. Metode pengolahan data yang digunakan meliputi analisis risiko produksi sama halnya dengan wisdya (2009) dan safitri (2009). Perhitungan analisis risiko Utami (2009) berdasarkan dua aspek yaitu aspek risiko dari produktivitas dan aspek risiko dari pendapatan, dari kedua aspek tersebut setelah dihitung didapat hasil yang berbeda cukup signifikan jika dibandingkan perhitungan risiko dari aspek produktivitas, nilai risiko dari aspek penerimaan atau return ternyata jauh lebih tinggi. Menurut Utami (2009), hal ini mengindikasikan bahwa besarnya risiko yang dihadapi oleh petani bawang merah di Kabupaten Brebes bukan hanya dipengaruhi oleh aspek teknis, terdapat pula aspek non-teknis seperti salah satunya faktor iklim dan cuaca.

Pada penelitian Sari (2009) yang membahas tentang analisis risko produksi pada sayuran organik, menggunakan metode analisis risko spesialisasi dan analisis risiko diversifikasi. Menurut Sari Faktor yang paling mempengaruhi risiko produksi adalah serangan hama dan penyakit serta faktor alam seperti cuaca, suhu dan kelembaban udara. Dari pengolahan data menggunakan metode


(29)

121

analisis risiko spesialisasi didapat hasil Senada dengan penelitian Wisdya (2009) bahwa komoditi yang memiliki risiko produksi yang lebih tinggi justru terdapat pada komoditi yang memiliki tingkat pendapatan bersih yang lebih rendah, sedangkan komoditi yang memiliki risiko produksi yang lebih rendah ternyata memiliki risiko pendapatan yang lebih tinggi. Menurut Putri Eva Sari kondisi ini dipicu oleh permintaan dan harga pada jenis komoditi tertentu. Pada kasus ini antara lain perbandingan antara komoditi bayam hijau dengan komoditi cabe keriting. Komoditi cabe keriting memiliki tingkat permintaan dan harga yang cenderung lebih fluktuatif dibandingkan bayam hijau.

Pada penelitian Ginting (2009) berbeda dengan kebanyakan penelitian pada komoditi tanaman pangan lainnya yang sumber utama risikonya adalah faktor alam dan kondisi lingkungan, serta faktor serangan hama dan penyakit. Pada kasus ini dimana komoditinya adalah jamur tiram putih sumber risiko yang memberikan dampak yang paling signifikan pada usaha budidaya jamur tiram putih, hasil temuan Ginting menyatakan bahwa terjadinya kegagalan dalam proses budidaya jamur tiram putih dari mulai awal kegiatan sampai pada tahap akhir, dimana jamur tiram putih tersebut sudah berhenti berproduksi. Pengaruh faktor alam dan kondisi lingkungan serta faktor serangan hama dan penyakit juga tetap menjadi salah satu sumber risiko yang mempengaruhi volume produksi jamur tiram putih. Kegagalan pada setiap kegiatan produksi dari mulai pembibitan, pemeliharaan, sampai pada saat panen akan menimbulkan kerugian bagi pihak pengusaha dan menjadi risiko yang berdampak pada kerugian yang harus ditanggung perusahaan tersebut.

Berdasarkan hasil kajian terdahulu mengenai analisis risiko dapat disimpulkan bahwa tingkat risiko tidak selalu berpengaruh pada pendapatan. Hasil temuan Safitri (2009) menyatakan bahwa komoditi yang memiliki tingkat risiko tinggi akan memberikan keuntungan yang tinggi. Akan tetapi pada penelitian Wisdya(2009) ditemukan bahwa komoditi yang memiliki tingkat risiko yang tinggi, justru memberikan keuntungan yang rendah. Keadaan ini dapat terjadi karena beberapa faktor, salah satunya adalah jenis komoditinya itu sendiri.

Sumber risiko yang paling utama pada usahatani adalah faktor alam, hama dan penyakit. Akan tetapi dalam penelitian Elsera (2009) ditemukan bahwa


(30)

122

sumber risiko yang memberikan dampak paling signifkan adalah kesalahan penanganan yang disebabkan kelalaian sumber daya manusia. Selain itu karakter musiman, bulky, perishable, dan veluminous juga merupakan sumber risiko yang dapat menyebabkan tingginya kemungkinan terjadinya kerugian.


(31)

123

III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1Kerangka Pemikiran Teoritis

3.1.1 Konsep Dasar Risiko

Berbagai definisi dapat diberikan kepada kata risiko itu. Namun, secara sederhana artinya senantiasa mengena dengan kemungkinan akan terjadinya akibat buruk atau akibat yang merugikan. Definisi risiko sangat beragam dan memiliki kelebihan serta kelemahan masing-masing, sehingga setiap definisi tersebut dapat saling mengisi satu dan lainnya. menurut Harwood, et al. (1999) bahwa risiko menunjukkan kemungkinan kejadian yang menimbulkan kerugian bagi pelaku bisnis yang mengalaminya.

Robinson dan Barry (1987) dalam Deshinta (2006) menyatakan bahwa ketidakpastian menunjukkan peluang suatu kejadian yang tidak dapat diketahui oleh pelaku bisnis sebagai pembuat keputusan. Peluang kejadian yang tidak diketahui secara kuantitatif atau sulit diukur oleh pelaku bisnis dapat dikarenakan beberapa hal, diantaranya tidak ada informasi atau data pendukung baik berdasarkan data historis atau pengalaman pelaku bisnis, selama mengelola kegiatan usaha dalam menghadapi suatu kejadian. Selama peluang suatu kejadian tidak dapat diukur oleh pelaku bisnis maka kejadian tersebut termasuk ke dalam kategori ketidakpastian.

Risiko dan ketidakpastian yang dihadapi oleh para pelaku bisnis dapat bersifat personal. Hal tersebut mempunyai arti bahwa diantara pelaku bisnis satu dengan lainnya memungkinkan mempunyai persepsi yang berbeda dalam memandang suatu kejadian yang sama. Bagi pelaku bisnis tertentu akan melihat suatu kejadian sebagai risiko karena mereka mampu menentukan peluang kejadian tersebut. Sedangkan bagi pelaku bisnis lainnya melihat kejadian tersebut sebagai ketidakpastian karena sulit menentukan peluang kejadian.

3.1.2 Sumber Risiko

Risiko pada kegiatan agribisnis bersifat unik dibanding lainnya. Hal ini dikarenakan ketergantungan aktifitas agribisnis terhadap kondisi alam terutama iklim dan cuaca. Harwood et al (1999) menyatakan terdapat beberapa sumber risiko meliputi:


(32)

124

1. Production or Yield Risk

Faktor risiko produksi dalam kegiatan agribisnis disebabkan adanya beberapa hal yang tidak dapat dikontrol terkait dengan iklim dan cuaca, seperti curah hujan, temperatur udara, hama dan penyakit. Penerapan teknologi yang tepat merupakan salah satu tidakan yang tepat untuk meminimalisir dampak negatif yang dapat ditimbulkan. Contohnya adalah pengenalan varietas baru dan teknik produksi yang akan memberikan peluang bagi keberhasilan budidaya. Teknologi baru Dalam penerapannya, akan memberikan hasil yang kurang memuaskan, akan tetapi hal tersebut berlangsung tidak lama.

2. Price or Market Risk

Risiko pasar dalam hal ini meliputi risiko harga output dan harga input. Pada umumnya kegiatan produksi merupakan proses yang lama. Sementara itu, pasar cenderung bersifat kompleks dan dinamis. Oleh karena itu, petani belum tentu mendapatkan harga yang sesuai dengan yang diharapkan pada saat panen. Begitu pula harga input yang dapat berfluktuasi sehingga mempengaruhi komponen biaya pada kegiatan produksi. Pada akhirnya risiko harga tersebut akan berpengaruh pada pendapatan yang diperoleh petani.

Terdapat enam faktor yang mendorong adanya risiko pada kegiatan bisnis, yaitu fluktuasi produksi, fluktuasi harga, penggunaan teknologi baru, adanya program pemerintah, permasalahan legalitas (legal problem), dan perubahan pada selera konsumen. Menurut Bhowmick (2005) sumber-sumber risiko usaha adalah ketidakpastian hasil produksi, ketidakpastian harga, dan ketidakpastian keuntungan.

3.1.3 Pengukuran Risiko

Mengelola risiko usaha memerlukan kerangka manajemen risiko. Kerangka manajemen risiko menurut Australian Risk Manajemen Standart, terdiri dari beberapa langkah. Langkah pertama yang harus dilakukan adalah menetapkan visi dan misi perusahaan, langkah kedua adalah mengidentifikasi yang ada pada usaha, langkah ketiga adalah menganalisa risiko yang telah diindetifikasi sebelumnya. Langkah analisa ini bertujuan untuk menentukan tingkat pengendalian terhadap risiko dengan mempertimbangkan tingkat kemungkinan


(33)

125

dan dampak risiko terhadap perusahaan. Dalam langkah analisa inilah pengukuran risiko.

Menurut Batuparan (2001) pengukuran risiko dibutuhkan sebagai dasar tolok ukur untuk memahami signifikansi dari akibat (kerugian) yang akan ditimbulkan oleh terealisasinya suatu risiko, baik secara individual maupun portofolio, terhadap tingkat kesehatan dan kelangsungan usaha. Lebih lanjut pemahaman yang akurat tentang signifikasi tersebut akan menjadi dasar bagi pengelolaan risiko yang terarah dan berhasil guna.

Signifikansi suatu Risiko maupun portofolio risiko dapat diketahui atau disimpulkan dengan melakukan pengukuran terhadap dimensi risiko yaitu: (1) kuantitas risiko adalah jumlah kerugian yang mungkin muncul dari terjadinya risiko, (2) kualitas risiko yaitu probabilitas dari terjadinya risiko. (Batuparan, 2001)

Risiko dapat ditunjukkan dengan indikator adanya fluktuasi dari return

atau hasil yang diharapkan. Risiko dinilai dengan mengukur nilai penyimpangan yang terjadi terhadap return dari suatu aset. Menurut Elton dan Gruber (1995) dalam Aziz (2009), terdapat ukuran risiko yang dapat dianalisis yaitu nilai ragam (variance), simpangan baku (standart deviation), dan koefisien variasi (coefficient variation). Ketiga ukuran tersebut memiliki hubungan satu dengan yang lainnya dan nilai ragam (variance) sebagai penentu ukuran yang lainnya. Hubungan tersebut adalah nilai standart deviation merupakan akar kuadrat dari nilai

variance. Nilai koefisien variasi merupakan rasio perbandingan dari nilai standart deviation dengan nilai return dari suatu aset dimana return yang diperoleh berupa pendapatan rata-rata selama periode waktu tertentu.

Nilai ragam (variance) merupakan penjumlahan selisih kuadrat dari return

dengan ekspektasi return dikalikan dengan peluang setiap kejadian. Nilai variance

menunjukkan bahwa semakin kecil nilai variance, maka semakin kecil penyimpangannya sehingga semakin kecil risiko yang dihadapi dalam melakukan kegiatan usaha. Semakin besar nilai variance maka semakin besar penyimpangannya sehingga semakin besar risiko yang dihadapi dalam melakukan kegiatan usaha. Nilai standart deviation merupakan akar dari variance. Nilai


(34)

126

maka semakin kecil risiko yang dihadapi dalam kegiatan usaha, dan semakin besar nilai standart deviation maka semakin besar pula risiko yang dihadapi dalam kegiatan usaha. Coefficient variation diukur dari rasio standart deviation

dengan return yang diharapkan. Semakin kecil nilai coefficient variation maka semakin kecil risiko yang dihadapi dalam melakukan kegiatan usaha, dan semakin besar nilai coefficient variation maka semakin besar risiko yang dihadapi dalam melakukan kegiatan usaha.

Ukuran risiko yang dapat dijadikan sebagai ukuran paling tepat dalam memilih alternatif dari beberapa kegiatan usaha dengan mempertimbangkan risiko yang dihadapi dari setiap kegiatan usaha tersebut untuk setiap return yang diperoleh adalah koefisien variasi (coefficient variation). Coefficient variation

merupakan ukuran risiko yang telah membandingkan alternatif dari beberapa kegiatan usaha dengan satuan yang sama.

3.1.4. Kemitraan

Definisi kemitraan diungkapkan oleh Hafsah (1999) yang menyatakan bahwa kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua belah pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama, dengan prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan. Karena merupakan strategi bisnis maka keberhasilan kemitraan sangat ditentukan oleh adanya kepatuhan diantara yang bermitra dalam menjalankan etika bisnis. Sedangkan menurut kamus besar bahasa Indonesia, kemitraan berasal dari kata mitra yang berarti teman, kawan, pasangan kerja dan rekan. Kemitraan merupakan perihal hubungan atau jalinan kerjasama sebagai mitra.

Menurut Undang–Undang No. 9 Tahun 1995, kemitraan adalah kerjasama usaha antara Usaha Kecil dengan Usaha Menengah atau Usaha Besar disertai pembinaan dan pengembangan oleh Usaha Menengah dan Usaha Besar dengan memperlihatkan prinsip saling menguntungkan, saling memperkuat, saling memerlukan.

Berdasarkan keterangan di atas dapat disimpulkan, bahwa kemitraan merupakan jalinan kerjasama usaha yang dilakukan antara dua pihak atau lebih dengan prinsip saling menguntungkan, saling membutuhkan, saling memperkuat. Disertai adanya satu pembinaan dan pengembangan. Hal ini dapat terjadi karena


(35)

127

pada dasarnya masing–masing pihak pasti mempunyai kelemahan dan kelebihan, dengan kelemahan dan kelebihan masing–masing pihak, diharapkan terjadi hubungan yang saling melengkapi dalam arti, pihak yang satu akan mengisi dengan cara melakukan pembinaan terhadap kelemahan yang lain dan sebaliknya.

3.1.5. Unsur–unsur Kemitraan

Mengacu pada definisi, kemitraan merupakan suatu kegiatan saling menguntungkan dengan berbagai macam bentuk kerjasama dalam menghadapi dan memperkuat satu sama lainnya. Kemitraan merupakan satu harapan yang dapat meningkatkan produktivitas dan posisi tawar yang adil antar pelaku kemitraan.

Hafsah (1999) menyatakan kemitraan itu mengandung beberapa unsur pokok, yaitu :

1. Kerjasama Usaha

Konsep kerjasama usaha melalui kemitraan ini, jalinan kerjasama yang dilakukan antara usaha besar atau menengah dengan usaha kecil didasarkan pada kesejajaran kedudukan atau mempunyai derajat yang sama terhadap kedua belah pihak yang bermitra. Hal ini berarti bahwa hubungan kerjasama yang dilakukan antara pengusaha besar atau menengah dengan pengusaha kecil mempunyai kedudukan yang setara mengenai hak dan kewajiban masing-masing, sehingga tidak ada pihak yang dirugikan, tidak ada yang saling mengeksploitasi satu sama lain dan tumbuh berkembangnya rasa saling percaya di antara para pihak dalam mengembangkan usahanya. Dengan hubungan kerjasama melalui kemitraan ini diharapkan pengusaha besar atau menengah dapat menjalin hubungan kerjasama yang saling menguntungkan dengan pengusaha kecil atau pelaku ekonomi lainnya, sehingga pengusaha kecil akan lebih berdaya dan tangguh di dalam berusaha demi tercapainya kesejahteraan.

2. Pembinaan dan Pengembangan

Perbedaan dasar hubungan kemitraan dengan hubungan dagang biasa oleh pengusaha kecil dengan pengusaha besar adalah, adanya bentuk pembinaan dari pengusaha besar terhadap pengusaha kecil atau koperasi yang tidak ditemukan pada hubungan dagang biasa. Bentuk pembinaan dalam kemitraan antara lain,


(36)

128

pembinaan dalam mengakses modal yang lebih besar, pembinaan manajemen usaha, pembinaan peningkatan sumber daya manusia, pembinaan peningkatan sumber daya manajemen produksi, pembinaan mutu produksi serta menyangkut pula pembinaan di dalam pengembangan aspek institusi kelembagaan, fasilitas alokasi serta investasi.

3. Prinsip Saling Memerlukan, Saling Memperkuat, dan Saling Menguntungkan a. Prinsip Saling Memerlukan

Kemitraan merupakan suatu rangkaian proses yang diawali dengan mengenal dan mengetahui posisi keunggulan dan kelemahan usahanya. Pemahaman akan keunggulan yang ada akan menghasilkan sinergi yang berdampak pada efisiensi, turunnya biaya produksi dan sebagainya. Penerapannya dalam kemitraan, perusahaan besar dapat menghemat tenaga dalam pencapaian target tertentu dengan menggunakan tenaga kerja yang dimiliki oleh perusahaan kecil. Sebaliknya perusahaan yang lebih kecil, yang umumya relatif lemah dalam hal kemampuan teknologi, permodalan dan sarana produksi melalui teknologi dan sarana produksi yang dimiliki oleh perusahaan besar. Dengan demikian adanya rasa saling memerlukan atau ketergantungan diantara kedua belah pihak yang bermitra.

b. Prinsip Saling Memperkuat

Dalam kemitraan usaha, sebelum kedua belah pihak memulai untuk bekerjasama maka pasti ada suatu nilai tambah yang ingin diraih oleh masing–masing pihak yang bermitra. Nilai tambah tersebut dapat berupa nilai ekonomi seperti peningkatan modal dan keuntungan, perluasan pangsa pasar, maupun non ekonomi seperti peningkatan kemampuan manajemen dan penguasaan teknologi. Keinginan ini merupakan konsekuensi logis dan alamiah dari adanya kemitraan sehingga dengan bermitra terjadi suatu sinergi antara para pelaku yang bermitra dengan harapan nilai tambah yang diterima akan lebih besar. Dengan demikian terjadi hubungan yang saling memperkuat dari kekurangan masing–masing pihak yang bermitra.


(37)

129

Salah satu maksud dan tujuan dari kemitraan usaha adalah saling menguntungkan. Pada kemitraan ini, tidak berarti para partisipan harus memiliki kemampuan dan kekuatan yang sama, akan tetapi adanya posisi tawar yang setara berdasarkan peran masing–masing. Berpedoman pada kesejajaran kedudukan atau memiliki derajat yang setara bagi masing–masing pihak yang bermitra, maka tidak ada pihak yang tereksploitasi dan dirugikan tetapi justru terciptanya rasa saling percaya diantara para pihak sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan keuntungan atau pendapatan melalui pengembangan usahanya.

3.1.6. Pola kemitraan

Patrick (2004) memberikan gambaran mengenai beberapa jenis pola kemitraan yang telah banyak dilaksanakan di Indonesia, yaitu :

1. Pola Inti Plasma

Merupakan hubungan kemitraan antara kelompok mitra dengan perusahaan mitra, dimana perusahaan mitra bertindak sebagai inti dan kelompok mitra bertindak sebagai plasma. Dalam pola kemitraan inti plasma, kewajiban bagi kelompok mitra adalah : a). Berperan sebagai plasma, b). Pengelola seluruh usaha bisnisnya sampai panen, c). Menjual hasil produksi kepada perusahaan mitra. d). Memenuhi kebutuhan perusahaan sesuai dengan persyaratan yang telah disepakati. Sedangkan perusahaan mitra wajib : a). Berperan sebagai perusahaan inti, b). Menampung hasil produksi, c). Membeli hasil produksi, d). Memberikan

bimbingan teknis dan pembinaan manajemen kepada kelompok mitra e). Memberikan pelayanan kepada kelompok mitra berupa permodalan atau kredit,

sarana produksi dan teknologi, f). Mempunyai usaha budidaya pertanian atau memproduki kebutuhan perusahaan, dan g). Menyediakan lahan.

Dalam pola ini perusahaan mitra bertindak sebagai inti yang menampung, membeli hasil produksi, memberikan pembinaan teknologi, bimbingan teknis dan manajemen, penyediaan sarana produksi dan prasarana pertanian, memberikan modal serta pemasaran hasil. Petani bertindak sebagai plasma yang menjual seluruh hasil produksinya kepada inti dan memenuhi aturan dan petunjuk yang diberikan oleh inti.


(38)

130

Merupakan kemitraan antara kelompok mitra dengan perusahaan mitra, dimana di dalamnya kelompok mitra memproduksi komponen yang diperlukan oleh perusahaan mitra sebagai bagian dari produksinya. Pola kemitraan subkontrak mensyaratkan bahwa kelompok mitra harus a). Memproduksi kebutuhan yang dibutuhkan oleh perusahaan mitra sebagai komponen produksinya, b). Menyediakan tenaga kerja, dan c) membuat kontrak bersama yang mencantumkan volume, harga, dan waktu. Sedangkan tugas perusahaan mitra adalah : a). Menampung dan membeli komponen produksi yang dihasilkan oleh kelompok mitra, b). Menyediakan bahan baku atau modal kerja, dan c). Melakukan kontrol kualitas produksi.

Pola kemitraan ini biasanya ditandai dengan kesepakatan mengenai kontrak bersama yang mencakup volume, harga, mutu, dan waktu. Pola ini menunjukan bahwa kelompok mitra memproduksi komponen produksi yang diperlukan oleh perusahaan mitra. Hasil produksi sangat berguna bagi perusahaan mitra maka pembinaan perlu dilakukan dengan intensif.

3. Dagang Umum

Pola dagang umum merupakan hubungan kemitraan antara usaha kecil dengan usaha menengah atau usaha besar yang didalamnya usaha menengah atau usaha besar memasarkan hasil produksi usaha kecil atau usaha besar mitranya. Penjelasan yang sama juga diberikan oleh Sumardjo (2001) bahwa pola kemitraan dagang umum merupakan pola hubungan usaha dalam pemasaran hasil antara pihak perusahaan pemasar dengan pihak kelompok usaha pemasok kebutuhan yang diperlukan oleh perusahaan pemasar. Contohnya adalah pemasaran produk hortikultur dimana petani atau kelompok tani bergabung dalam bentuk koperasi, bermitra dengan swalayan untuk mensuplai kebutuhannya.

4. Kerjasama Operasional

Pola kerjasama operasional merupakan hubungan kemitraan antara kelompok mitra dengan perusahaan mitra, didalamnya petani berperan sebagai penyedia lahan, sarana dan tenaga kerja, sedangkan perusahaan mitra menyediakan biaya atau modal serta sarana untuk mengusahakan atau membudidayakan suatu komoditi perternakan (Direktorat Jendral Peternakan, 1996).


(39)

131

Kelompok mitra dan perusahaan menggabungkan sumberdaya yang dimilikinya untuk membudidayakan suatu komoditi. Perusahaan mitra sering kali berperan sebagai penjamin pasar, diantaranya juga mengolah produk tersebut dan dikemas lebih lanjut untuk dipasarkan (Sumardjo, 2001). Hasil yang diperoleh dari kerjasama tersebut akan dibagi sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati oleh kedua belah pihak.

5. Pola Kemitraan Penyertaan Saham (Waralaba)

Berdasarkan PP No. 16 Tahun 1997 dan keputusan Menteri Perindustrian dan Perdaganggan No.259/MPP/Kep/7/1997 tentang ketentuan dan tatacara pelaksanaan pendaftaran usaha waralaba ditetapkan bahwa pengertian waralaba adalah perikatan dimana salah satu pihak diberikan hak untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas kekayaaan intelaktual atau penemuan atau ciri khas yang dimiliki pihak lain, dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan pihak lain tersebut dalam rangka penyediaan dan atau penjualan barang atau jasa. Menurut Undang–Undang No. 9 tahun 1995 dijelaskan bahwa pola waralaba merupakan hubungan kemitraan yang didalamnya pemberi waralaba memberikan hak penggunaan lisensi, merek dagang, dan saluran distribusi perusahaannya kepada penerima waralaba dengan disertai bimbingan manajemen.

Dalam pola kemitraan ini, penyertaan modal (equity) antara usaha kecil dengan usaha menengah atau besar, penyertaan modal usaha sekurang–kurangnya 20 persen dari seluruh modal saham perusahaan yang baru dibentuk dan ditingkatkan secara bertahap sesuai kesepakatan kedua belah pihak.

3.1.7 Manfaat Kemitraan Dalam Pengelolaan Risiko

Produksi usahatani dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor-faktor yang dapat dikendalikan oleh petani. Faktor internal antara lain tenaga kerja, tanah, modal, kemampuan teknis, dan kemampuan petani dalam manajemen usahatani. Faktor internal merupakan unsur pokok usahatani. Faktor eksternal adalah faktor-faktor yang tidak dapat dikontrol atau dikendalikan karena di luar jangkauan petani. Faktor eksternal antara lain tersedianya transportasi dan komunikasi, aspek-aspek yang menyangkut pemasaran hasil dan bahan usaha tani, fasilitas kredit dan sarana penyuluhan bagi petani (Hernanto, 1988) dalam Febridinia (2010). Oleh karena itu untuk


(40)

132

menanggulangi keterbatasan petani dalam hal ini adalah faktor eksternal, maka dibutuhkan kerjasama dengan pihak luar yang dapat memfasilitasi faktor eksternal.

Bentuk kerjasama yang mengutamakan keuntungan bersama saat ini adalah dengan kemitraan. Kemitraan memiliki konsep win-win partnership solution, dalam konsep ini petani bersama mitranya diwajibkan untuk saling melengkapi satu sama lain, sehingga keterbatasan masing-masing pihak bisa teratasi dengan adanya hubungan kemitraan, dalam kasus ini kemitraan antara petani dengan perusahaan pertanian yang lebih besar.

Tujuan dalam kondisi ideal yang ingin dicapai dalam pelaksanaan kemitraan secara lebih konkrit adalah a). Meningkatkan pendapatan usaha kecil dan masyarakat, b). Meningkatkan perolehan nilai tambah bagi pelaku kemitraan, c). Meningkatkan pemerataan dan pemberdayaan masyarakat usaha kecil, d). Meningkatkan pertumbuhan ekonomi pedesaan, wilayah dan nasional, e). Memperluas kesempatan kerja, dan f). Meningkatkan ketahanan ekonomi nasional.

Manfaat yang dapat dicapai dari usaha kemitraan antara lain (Hafsah, 1999):

1. Produktivitas

Bagi perusahaan yang lebih besar dengan model kemitraan akan dapat mengoperasionalkan kapasitas pabriknya secara full capacity tanpa perlu memiliki lahan dan pekerja lapang sendiri karena biaya untuk keperluan tersebut ditanggung oleh petani. Bagi petani sendiri dengan kemitraan ini peningkatan produktivitas dicapai secara simultan yaitu dengan cara menambah unsur input baik kualitas maupun kuantitasnya dalam jumlah tertentu akan diperoleh hasil dalam jumlah dan kualitas yang berlipat. Melalui model kemitraan petani dapat memperoleh tambahan input, kredit, dan penyuluhan yang tersedia oleh perusahaan inti.

2. Efisiensi

Perusahaan dapat menghemat efisiensi dengan menghemat tenaga dalam mencapai target tertentu dengan tenaga kerja yang dimiliki petani. Sebaliknya bagi petani yang umumnya relatif lemah dalam hal kemampuan teknologi dan


(41)

133

sarana produksi, dengan bermitra akan dapat menghemat waktu produksi melalui teknologi produksi yang disediakan oleh perusahaan.

3. Jaminan Kualitas, Kuantitas, dan Kontinuitas

Kualitas, kuantitas dan kontinuitas sangat erat kaitannya dengan efisiensi dan produktifitas di pihak petani yang menentukan terjaminnya pasokan pasar dan pada gilirannya menjamin keuntungan perusahaan.

4. Risiko

Kemitraan dilakukan untuk mengurangi risiko yang dihadapi oleh kedua belah pihak. Kontrak akan mengurangi resiko yang dihadapi oleh pihak inti jika harus mengandalkan pengadaan bahan baku sepenuhnya dari pasar terbuka. Perusahaan inti juga akan memperoleh keuntungan lain karena mereka tidak harus menanamkan investasi atas tanah dan mengelola pertanian yang sangat luas.

3.1.8 Indikator-Indikator Keberhasilan Kemitraan

Indikator-indikator keberhasilan kemitraan berkaitan erat dengan pola kemitraan yang diterapkan perusahaan. Pola kemitraan mendasari latar belakang kemitraan, tujuan kemitraan dan ketentuan-ketentuan dalam kemitraan. Indikator-indikator keberhasilan suatu kemitraan disesuaikan dengan pola kemitraan yang diterapkan oleh perusahaan. Namun, ada beberapa indikator yang berlaku secara umum dan digunakan untuk menentukan keberhasilan suatu kemitraan, diantaranya:

1) Pada Penelitian Putro (2008), Aryani (2008), dan Iftaudin (2005), pendapatan mitra merupakan indikator keberhasilan petani mitra. Ukuran pendapatan digunakan karena memilki cakupan yang luas, yaitu mencakup ukuran tunai dan ukuran-ukuran non tunai. Penelitian keberhasilan kemitraan berdasarkan pendapatan dilakukan dengan melihat pendapatan kotor usahatani, pendapatan bersih usahatani, dan RC rasio (Soekartawi, 1986). RC rasio biasanya digunakan oleh peneliti untuk melihat perbandingan petani mitra dan petani lain yang tidak tergabung dalam kemitraan.

2) Pertumbuhan aset usahatani mengidikasikan keberhasilan petani mitra dalam meningkatkan skala usahanya. Pertumbuhan aset erat kaitannya dengan akumulasi kapital, yaitu besarnya pendapatan yang disisihkan untuk


(42)

134

menambahkan modal usaha (Soekartawi, 1986). Pertumbuhan aset yang tinggi menunjukan perkembangan usahatani dimana secara tidak langsung akan mempengaruhi kemandirian petani mitra dan pertumbuhan sektor pertanian suatu daerah.

3) Transparansi antara perusahaan dengan petani mitra (Putro, 2008). Tranparansi dapat meminimalisir kecurangan baik dari pihak perusahaan ataupun pihak peternak mitra. Transparansi sangat penting dalam kemitraan usahatani biasanya berkaitan dengan penjualan produk. Pihak perusahaan harus memberikan catatan yang lengkap agar petani mitra mengetahui seberapa besar hak yang diterimanya sesuai dengan perjanjian yang disepakati. Petani mitra juga harus bisa menjelaskan aktifitas budidaya yang dilakukan, kondisi sumberdaya, pemberian pupuk, dan bisa menjelaskan dengan jelas apabila target perusahaan tidak tecapai atau adanya kegagalan dalam panen. Dalam janka panjang transparansi dapat menimbulkan rasa percaya sehingga sistem kemitraan akan semakin kuat.

4) Kepatuhan peternak mitra terhadap kontrak (Putro, 2008). Dalam kemitraan, perusahaan menetapkan kebijakan-kebijakan dalam hal standar produk yang diterima, pola tanam, dan kewajiban-kewajiban petani lainnya. Namun, masih ada saja kewajiban-kewajiban yang disetujui antara petani dan perusahaan yang dilanggar. Sehingga hal ini akan berpengaruh negatif terhadap keuntungan yang diterima petani dan perusahaan. Selain itu, kepercayaan perusahaan juga akan menurun apabila petani mitra tidak mematuhi ketentuan-ketentuan yang telah disepakati dalam kontrak kemitraan yang telah disepakati sebelumnnya.

5) Menurut Soetardjo (1994) beberapa indikator keberhasilan kemitraan dapat dirumuskan, diantaranya:

a.Keuntungan perusahaan lebih besar apabila menerapkan sistem kemitraan daripada mengerjakan sendiri. Dalam kemitraan kedelai edamame, perusahaan melakukan kemitraan karena memiliki keterbatasan lahan usaha, sehingga produksi kedelai edamame terbatas dan permintaan pasar tidak dapat terpenuhi. Kemitraan membantu perusahaan dalam memproduktifkan sumberdaya modal yang dimilikinya sehingga


(43)

135

keuntungan perusahaan dapat dioptimalkan. Namun, perlu ada kajian yang lebih dalam mengenai perbandingan tambahan keuntungan melalui kemitraan dengan keuntungan perusahaan apabila memelihara sendiri dengan menyewa lahan.

b.Adanya kepastian pasar, jumlah, dan harga bagi petani mitra. Petani mitra PT Saug Mirwan harus menjual hasil panen kedelai edamame mereka kepada perusahaan dengan harga yang telah ditentukan. Sehingga petani kedelai edamame tidak perlu khawatir terjadi fluktuasi harga komoditi atau kehilangan pasar.

c.Peningkatan sumberdaya manusia terutama berkaitan dengan teknis budidaya kedelai edamame dan manajemen usaha. Hal ini berkaitan dengan keberhasilan pembinaan yang dilaksanakan oleh perusahaan untuk membantu pengembangan usahatani kedelai edamame petani mitra. Adanya peningkatan kualitas SDM dapat dilihat dari keberhasilan mencapai target pertumbuhan dan usahatani kedelai edamame yang semakin berkembang.

6) Peningkatan jumlah petani mitra dan peningkatan jumlah aset perusahaan yang dikelola melalui sisem kemitraan (Putro, 2008). Semakin besar peningkatan yang terjadi, maka sistem kemitraan dapat dikatakan semakin berhasil. Kondisi ini menunjukan adanya perkembangan sistem kemitraan yang dijalankan.

7) Tingkat efisiensi usahatani yang dilakukan petani mitra. Petani mitra berupaya agar usahatani yang dikelolanya dapat hasil yang diharapkan. Kondisi ini berkaitan erat dengan program pembimbingan yang dilakukan oleh pihak perusahaan untk meningkatkan kualitas SDM petani mitra. Putro (2007) dan Iftaudin (2005) melakukan penelitian tentang efisiensi produksi usaha ternak dengan menggunakan analisis regresi dan analisis fungsi produksi.

8) Produk yang dihasilkan petani mitra dapat bersaing dengan produk yang dihasilkan perusahaan mitra atau produk sejenis yang ada di pasar. Dalam kasus kemitraan sapi maro, produk yang dihasilkan adalah sapi potong yang berkualitas, yaitu sehat dan bebas penyakit, bobot tinggi, daging padat, karkas


(44)

136

yang dihasilkan tinggi, dan daging yang dihasilkan aman dikonsumsi (Abidin, 2002).

9) Loyalitas petani mitra untuk setia bergabung dengan kemitraan perusahaan. Petani mitra tidak tertarik untuk bergabung dengan kemitraan perusahaan lain. Kondisi ini ditunjukan dengan jangka waktu petani mitra mengikuti kemitraan perusahaan.

10)Kepuasan petani mitra terhadap kemitraan (Firwiyanto, 2008). Indikator ini berkaitan dengan manfaat dan keuntungan yang harus dikeluarkan, pelaksanaan kesepakatan oleh perusahaan, dan transparansi dari pihak perusahaan.

11)Tingkat bergabung dan keluar petani mitra dari kemitraan. Indikator ini berkaitan erat dengan tingkat loyalitas petani mitra. Semakin tinggi angka keluar-masuk petani mitra menunjukan loyalitas yang rendah sehingga keberhasilan kemitraan semakin rendah

12)Kurniawan (2007) melakukan penelitian tentang besarnya kontribusi usaha ternak terhadap penghasilan rumah tangga. Apabila dihubungkan dengan kemitraan usaha ternak, kita dapat melihat besarnya kontribusi pendapatan kemitraan usaha ternak terhadap penghasilan total rumah tangga usahatani. Semakin besar kontribusi, menunjukan semakin besar tingkat keberhasilan kemitraan.

13)Kemampuan perusahaan untuk memenuhi permintaan dengan melakukan manajemen kemitraan yang baik dan didukung dengan kepatuhan petani mitra dalam memenuhi ketentuan-ketentuan kemitraan (Iftaudin, 2005). Kemitraan dilakukan agar perusahaan terbantu dalam memenuhi permintaan produknya. Apabila permintaan perusahaan dapat terpenuhi baik secara kuantitas dan kualitas karena adanya kemitraan, maka sistem kemitraan yang dilakukan perusahaan dapat dikatakan berhasil.

Berdasarkan uraian diatas, Indikator keberhasilan yang digunakan dalam penelitian ini adalah indikator R/C rasio total usaha kedelai edamame petani mitra. Pemilihan indikator ini dikarenakan indikator ini menggambarkan kondisi usahatani kedelai edamame secara keseluruhan. Indikator ini juga


(45)

137

menggambarkan potensi pengembangan usahatani kedelai edamame petani mitra yang bersangkutan.

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional

Kedelai edamame dalam proses pengusahaannya, dihadapkan pada risiko kegagalan. Beberapa risiko mendasar pada usahatani kedelai edamame adalah risiko produksi dan risiko harga. Risiko usaha yang dihadapi oleh petani kedelai edamame ini dapat dianalisis dengan menggunakan analisis risiko. Analisis risiko digunakan untuk mengetahui sumber-sumber risiko yang sering muncul pada usahatani kedelai edamame dan tingkat risiko yang dihadapi. Penilaian risiko dilakukan dengan mengukur nilai penyimpangan rata-rata pendapatan bersih dan produktivitas petani yang diterima.

Sumber-sumber risiko yang sering muncul pada usahatani kedelai edamame, dianalisis dengan menggunakan analisis kualitatif berdasarkan sumber-sumber risiko yang muncul pada proses produksi dan fluktuasi harga yang terjadi. Hal ini dibutuhkan sebagai informasi dalam upaya pengelolaan risiko usahatani kedelai edamame. Sedangkan tingkat risiko, dianalisis menggunakan analisis kuantitatif berdasarkan tingkat variasi dari produktivitas, harga, dan pendapatan. Ukuran risiko yang dianalisis adalah koefisien variasi (coefficient variation). Berdasarkan ukuran risiko tersebut, semakin kecil nilai koefisien variasi maka semakin kecil risiko yang dihadapi.

Setelah dilakukan analisis mengenai penilaian petani terhadap sumber-sumber risiko dan tingkat risiko pada pengusahaan kedelai edamame

petani mitra. Dilakukan analisis mengenai peranan kemitraan untuk menekan tingkat risiko pada usahtani petani mitra, dengan cara dibandingkan dengan hasil yang didapat pada petani non mitra, sehingga didapat kesimpulkan mengenai peranan kemitraan dalam upaya menekan risiko usaha pada usahatani kedelai edamame petani. Gambaran kerangka berfikir operasional akan dijelaskan pada bagan di bawah.


(46)

138

Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional Risiko Pada Pengusahaan Kedelai Edamame

Lembaga Kemitraan (PT Saung Mirwan) : 1. penyediaan modal 2. transfer teknologi

dan informasi Kemitraan

Petani sebagai pelaku usahatani kedelai

edamame

1. Bagaimana Penilaian Petani Terhadap Sumber-Sumber Risiko pada Usahatani Kedelai Edamame?

2. Seberapa Besar Tingkat Risiko pada Usahatani Kedelai Edamame? 3. Bagaimana Peranan Kemitraan Dalam Upaya Menekan Risiko pada

Usahatani Kedelai Edamamane

Risiko Produksi:

 Cuaca

 Hama dan Penyakit

 Prosedur teknis produksi

Risiko harga:

Fluktuasi harga input dan output

(kedelai edamame)

Peranan Kemitraan Terhadap pengelolaan Risiko Usahatani dan


(47)

139

IV METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di petani mitra PT Saung Mirwan Desa Sukamanah Kecamatan Megamendung, Bogor, Jawa Barat. Penentuan lokasi penelitian ini didasarkan atas pertimbangan bahwa PT Saung Mirwan merupakan perusahaan pertanian terkemuka yang telah memiliki pengalaman lebih dari 27 tahun di bidang sayur-mayur dan pelopor pengembangan budidaya kedelai edamame di Indonesia. Proses pengambilan data di lokasi penelitian dilakukan pada Mei sampai Juli 2011.

4.2 Data dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara meliputi keadaan umum perusahaan, manajemen risiko yang diterapkan perusahaan, dan kegiatan usaha budidaya edamame yang dijalankan oleh mitra tani PT Saung Mirwan dan petani non mitra, jumlah produksi, luas lahan, harga input dan output. Data sekunder diperoleh dari dari literatur-literatur dan instansi yang terkait dengan penelitian. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data harga dan produksi kedelai edamame mitra tani PT Saung Mirwan dan petani non mitra.

4.3 Metode Pengumpulan Data

Pengambilan responden untuk petani mitra dilakukan dengan metode

purposive sampling, metode ini dipilih dengan tujuan untuk mempermudah dalam mendapatkan responden, dikarenakan lokasi responden yang berjauhan, sehingga akan memakan banyak waktu dan biaya.

Petani mitra yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah Petani mitra kedelai edamame PT Saung Mirwan, daftar nama petani diperoleh dari pihak PT Saung Mirwan. Penentuan wilayah responden berdasarkan wilayah yang memiliki jumlah petani mitra PT Saung Mirwan terbanyak, hal ini didapat berdasarkan informasi dari petugas penyuluh PT Saung Mirwan. Total anggota petani mitra PT Saung Mirwan ini adalah 350 orang petani untuk 9 komoditi yang dimitrakan, setengah nya merupakan petani kedelai edamame yang menyebar di beberapa desa di Kecamatan Megamendung. Responden pada penelitian ini


(1)

208 d. Produksi

Bentuk Produk Volume Produksi Harga Jual

Edamame Segar Edamame Benih


(2)

209

c. Penggunaan Tenaga Kerja Luas lahan……….m

Kegiatan

Dalam Keluarga Luar Keluarga

Laki-laki Perempuan Laki-Laki Perempuan

Jumlah Orang Jumlah Hari Jam

/Hari Jumlah Orang Jumlah Hari Jam

/Hari Jumlah Orang Jumlah Hari Jam

/Hari Upah Jumlah Orang Jumlah Hari Jam /Hari Upah

1. Pengolahan tanah

2. Pemberian pupuk

3. Penanaman Benih

4. Pemberian Mulsa/jerami

5. Pemeliharaan Tanaman

a. pengairan

b. Penyulaman

c. penyiangan

6. Pengendalian hama


(3)

210 III. Analisis Risiko

e. Sumber-sumber yang dapat menyebabkan kerugian

Penyebab Frequensi

Kejadian1

Tingkat Risiko3

Dampak (Rp)

Upaya Antisipasi2

T S R TA

1. Kerusakan karena alam:

a. temperatur udara b. curah hujan c. Terpaan angin

d. Hama

e. Penyakit 2. Kerusakan karena

SDM:

a. Pemberian pupuk tidak sesuai takaran

b. Kerusakan pada saat pemanenan biji

c. Kerusakan pada saat pengepakan d. pengangkutan hasil e. benih terlalu lama

disimpan f. penyimpanan

produk 3. Harga

a. Peningkatan harga benih

b. Peningkatan harga upah pekerja c. Peningkatan harga

pupuk

d. Peningkatan harga obat-obatan e. Penurunan harga

kedelai edamame

Katerangan: 1) ditanyakan pada selang waktu tertentu (cantumkan jumlah kejadian dan selang waktu) mis: 2x dalam sebulan, dan ditanyakan kejadian paling terbaru.

2) Apabila penulisan jawaban pada kolom upaya antisipasi tidak mencukupi silahkan isi pada lembar di belakang

3) Tingakat risiko berdasarkan penilaian petani T= tinggi

S= Sedang R= rendah TA= Tidak Ada


(4)

211 IV. KEMITRAAN YANG DIJALANKAN

1. Apakah bapak/ ibu tergabung atau pernah bergabung dalam program kemitraan PT Saung Mirwan?

a. Ya b. Tidak

Jika YA, silahkan langsung menuju pertayaan No. 3, jika Tidak, saudara hanya cukup menjawab pertanyaan No. 2, Terima kasih.

2. sebutkan alasan utama bapak/ibu tidak tergabung dalam program kemitraan PT Saung Mirwan?

a. Memiliki pasar sendiri

b. tidak memenuhi syarat untuk menjadi mitra tani c. Tidak ingin terikat dengan peraturan kemitraan d. Lainnya….

3. Berapa lama bapak tergabung dalam program kemitraan PT Saung Mirwan?

a. 1-5 tahun b. 5-10 tahun

c. 10-15 tahun d. > 15 tahun

4. Keterangan di bawah ini merupakan alasan Petani dalam menjalin hubungan kemitraan (urutkan berdasarkan alasan paling utama 1-4):

a. Ingin mendapatkan bantuan modal (…)

b. Ingin mendapatkan jaminan pasar (…)

c. Ingin mendapatkan bantuan dalam hal teknologi (…) d. Harga yang ditawarkan perusahaan lebih tinggi

dari harga pasar (…)

e. Lain-lain (jelaskan): (…)

5. Apakah bapak/ibu mengetahui dan memahami peraturan dalam kemitraan, sesuai isi perjanjian kontrak dengan PT Saung Mirwan

a. Ya b. Tidak

Jika Jawaban anda “Ya”, apa hak dan kewajiban yang anda miliki selaku petani mitra?

Daftar hak dan kewajiban mitra tani kedelai edamame PT Saung Mirwan √

Hak Petani Mitra

1 Mendapatkan program usahatani bagi seluruh lahan yang di mitrakan 2 Mendapatkan bantuan dalam teknis budidaya

3 Membeli semua produk kedelai edamame yang dihasilkan, yang sesuai dengan standar kualitas yang telah ditentukan PT Saung Mirwan

Kewajiban Petani Mitra

1 Membayar dengan tunai kebutuhan benih yang sesuai dengan kebutuhan lahan 2 Membiayai biaya operasional

3 Menyediakan tenaga kerja sesuai kebutuhan

4 Mngikuti petunjuk dari penyuluh lapangan tentang teknis budidaya 5 Mengikuti program tanam dan panen yang ditentukan PT Saung Mirwan

6 Menjual seluruh hasil yang memenuhi standart kualitas yang telah ditentukan kepada PT Saung Mirwan

7 Mengantar sendiri hasil panen apabila lokasi lahan berada di atas 20 Km dari PT Saung Mirwan


(5)

212 6. Apakah saudara membeli benih dari PT Saung Mirwan?

a. Ya b. Tidak

Jika Ya, silahkan lanjutkan ke pertanyaan No. 7. jika Tidak, silahkan langsung menuju pertanyaan No. 9.

7. Bagaimana kualitas benih yang di berikan oleh PT Saung Mirwan selama ini, apakah sudah dapat meningkatkan produktivitas usahatani kedelai edamame saudara?

a. Baik b. Buruk

8. Bagaimana dengan ketersediaan benih yang di pasok PT Saung Mirwan selama ini?

a. Cukup b. Tidak Cukup

9. Bagaimana respon yang diberikan PT Saung Mirwan terhadap segala keluhan atau kesulitan bapak/ibu dalam menjalankan usahatani kedelai edamame? a. Cepat tanggap

b. Harus menunggu untuk direspon c. Tidak mendapatkan respon apa-apa

10.Bagaimana menurut bapak/ibu dengan kinerja PPL yang ada sekarang seperti apa?

a. Baik Alasan: b. Buruk Alasan:

11.Selama ini pola tanam yang ditentukan oleh PT Saung Mirwan dalam pelaksanaannya?

a. Mudah Alasan:

b. Sulit Alasan:

12.Apa yang dilakukan jika produk hasil (kacang edamame) tidak sesuai/ tidak memenuhi standart kualitas yang telah ditentukan oleh PT Saung Mirwan?

a. Dijual Pembelinya siapa: Harga: Rp

b. Dikonsumsi sendiri c. lainnya

13.Jika terjadi kegagalan dalam produksi, apakah ada kompensasi yang diberikan PT Saung Mirwan?

a. Ya seperti apa: b. Tidak

14. Apa saran bapak/ibu kepada perusahaan:

________________________________________________________________ ________________________________________________________________ ________________________________________________________________ ________________________________________________________________


(6)