Data empiris mengenai Analisis Risiko

119

2.2 Data empiris mengenai Analisis Risiko

Wisdya 2009 dan Safitri 2009 sama-sama menganalisis risiko produksi pada produk agribisnis dengan menggunakan alat analisis yang sama, antara lain menghitung peluang, expected return, variance, standar deviasi, coefficient variance. Wisdya 2009 dan Safitri 2009 meneliti analisis risiko produksi dengan analisis pendapatan. Wisdya 2009 menemukan bahwa komoditi yang memiliki risiko produksi yang lebih tinggi justru terdapat pada komoditi yang memiliki tingkat pendapatan bersih yang lebih rendah, sedangkan Safitri menemukan hal sebaliknya. Safitri 2009 menemukan bahwa komoditi yang memiliki risiko yang lebih tinggi berbanding lurus dengan tingkat pendapatan bersih high risk high return. Solihin 2009 menganalisis tingkat risiko produksi study kasus produk ayam broiler, dengan mengunakan methode z-score yang digunakan untuk menghitung nilai penyimpangan rata-rata indeks prestasi produksi petani terhadap indeks prestasi produksi standar. Dari hasil penghitungan dengan menggunakan metode z-score, didapat coefficient variance lebih dari 0,5 yaitu sebesar 0,74, nilai tersebut menunjukan bahwa risiko produksi selama tujuh periode sebesar 23 persen. Berarti indeks prestasi produksi standar yang seharusnya dicapai selama tujuh periode sebesar 23 persen yang menunjukan bahwa usaha tersebut memiliki tingkat penyimpangan produksi yang tinggi dan akan memiliki peluang yang besar untuk menanggung kerugian pada setiap periode produksi. Risiko dapat diminimalisir dampaknya dengan menerapkan manajemen risiko. Setelah dilakukan analisis risiko, maka pihak manajemen sudah memiliki satu informasi penting untuk menyusun kebijakan dan tindakan preventif yang harus dilaksanakan, untuk menghadapi dan meminimalisir dampak risiko yang akan dihadapi dalam setiap siklus produksinya. Analisis risiko produksi dengan menggunakan metode z-score juga digunakan pada penelitian Lubis 2009 dimana peneliti menggabungkan analisis probabilitas Risiko produksi dan penerimaan pada komoditi padi semi oraganik. berdasarkan hasil metode z-score yang dilakukan oleh Lubis 2009 terdapat temuan-temuan bahwa terdapat kemungkinan risiko penerimaan pada 120 usahatani lebih besar dibandingkan dengan probabilitas risiko pada proses produksi. Besarnya kemungkinan terjadi risiko pada penerimaan ini dapat disebabkan oleh fluktuasi produksi padi dan harga gabah kering panen, sehingga jumlah penerimaan petani tidak tetap pada tiap panennya. Kemudian besarnya probabilitas ini juga ditentukan oleh ketersediaan padi di lumbung penyimpanan dan kualitas padi. Pada penelitian Aziz 2009, menggunakan metode analisis risiko dengan komoditi yang sama yaitu ayam broiler juga memiliki nilai coefficient variance lebih dari 0,5 yang berarti tingkat risiko yang dihadapi perusahaan memiliki tingkat risiko yang tinggi dan juga memiliki peluang yang besar untuk menanggung kerugian pada setiap periode produksinya. Faktor-faktor penyebab yang hampir sama dengan hasil penelitian mengenai risiko produksi lainnya, antara lain tingkat fluktuasi penerimaan produksi dan harga input produksi yang tinggi, inkonsistensi cuaca yang mengakibatkan ayam menjadi stres dan nilai FCR nya menurun sehingga ayam tidak mau makan dan akibatnya tingkat mortalitas tinggi. Utami 2009 meneliti tentang risiko produksi dan perilaku penawaran bawang merah. Metode pengolahan data yang digunakan meliputi analisis risiko produksi sama halnya dengan wisdya 2009 dan safitri 2009. Perhitungan analisis risiko Utami 2009 berdasarkan dua aspek yaitu aspek risiko dari produktivitas dan aspek risiko dari pendapatan, dari kedua aspek tersebut setelah dihitung didapat hasil yang berbeda cukup signifikan jika dibandingkan perhitungan risiko dari aspek produktivitas, nilai risiko dari aspek penerimaan atau return ternyata jauh lebih tinggi. Menurut Utami 2009, hal ini mengindikasikan bahwa besarnya risiko yang dihadapi oleh petani bawang merah di Kabupaten Brebes bukan hanya dipengaruhi oleh aspek teknis, terdapat pula aspek non-teknis seperti salah satunya faktor iklim dan cuaca. Pada penelitian Sari 2009 yang membahas tentang analisis risko produksi pada sayuran organik, menggunakan metode analisis risko spesialisasi dan analisis risiko diversifikasi. Menurut Sari Faktor yang paling mempengaruhi risiko produksi adalah serangan hama dan penyakit serta faktor alam seperti cuaca, suhu dan kelembaban udara. Dari pengolahan data menggunakan metode 121 analisis risiko spesialisasi didapat hasil Senada dengan penelitian Wisdya 2009 bahwa komoditi yang memiliki risiko produksi yang lebih tinggi justru terdapat pada komoditi yang memiliki tingkat pendapatan bersih yang lebih rendah, sedangkan komoditi yang memiliki risiko produksi yang lebih rendah ternyata memiliki risiko pendapatan yang lebih tinggi. Menurut Putri Eva Sari kondisi ini dipicu oleh permintaan dan harga pada jenis komoditi tertentu. Pada kasus ini antara lain perbandingan antara komoditi bayam hijau dengan komoditi cabe keriting. Komoditi cabe keriting memiliki tingkat permintaan dan harga yang cenderung lebih fluktuatif dibandingkan bayam hijau. Pada penelitian Ginting 2009 berbeda dengan kebanyakan penelitian pada komoditi tanaman pangan lainnya yang sumber utama risikonya adalah faktor alam dan kondisi lingkungan, serta faktor serangan hama dan penyakit. Pada kasus ini dimana komoditinya adalah jamur tiram putih sumber risiko yang memberikan dampak yang paling signifikan pada usaha budidaya jamur tiram putih, hasil temuan Ginting menyatakan bahwa terjadinya kegagalan dalam proses budidaya jamur tiram putih dari mulai awal kegiatan sampai pada tahap akhir, dimana jamur tiram putih tersebut sudah berhenti berproduksi. Pengaruh faktor alam dan kondisi lingkungan serta faktor serangan hama dan penyakit juga tetap menjadi salah satu sumber risiko yang mempengaruhi volume produksi jamur tiram putih. Kegagalan pada setiap kegiatan produksi dari mulai pembibitan, pemeliharaan, sampai pada saat panen akan menimbulkan kerugian bagi pihak pengusaha dan menjadi risiko yang berdampak pada kerugian yang harus ditanggung perusahaan tersebut. Berdasarkan hasil kajian terdahulu mengenai analisis risiko dapat disimpulkan bahwa tingkat risiko tidak selalu berpengaruh pada pendapatan. Hasil temuan Safitri 2009 menyatakan bahwa komoditi yang memiliki tingkat risiko tinggi akan memberikan keuntungan yang tinggi. Akan tetapi pada penelitian Wisdya2009 ditemukan bahwa komoditi yang memiliki tingkat risiko yang tinggi, justru memberikan keuntungan yang rendah. Keadaan ini dapat terjadi karena beberapa faktor, salah satunya adalah jenis komoditinya itu sendiri. Sumber risiko yang paling utama pada usahatani adalah faktor alam, hama dan penyakit. Akan tetapi dalam penelitian Elsera 2009 ditemukan bahwa 122 sumber risiko yang memberikan dampak paling signifkan adalah kesalahan penanganan yang disebabkan kelalaian sumber daya manusia. Selain itu karakter musiman, bulky, perishable, dan veluminous juga merupakan sumber risiko yang dapat menyebabkan tingginya kemungkinan terjadinya kerugian. 123 III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis