Gambar 13 Kota tujuan penjualan labi-labi dari pedagang besar di Jambi Labi-labi yang telah disepakati harga pembeliannya diangkut dan biaya
transportasi menjadi tanggungan eksportirpembeli dari kota lain, begitu juga resiko kerusakan atau kematian labi-labi setelah meninggalkan tempat pedagang.
Labi-labi yang diperuntukkan bagi ekspor adalah labi-labi hidup yang memiliki tampilan baik dan tidak cacat serta kebanyakan termasuk dalam ukuran super
menurut klasifikasi pedagang setempat. Labi-labi untuk pasar domestik memiliki kualitas lebih rendah yang umumnya merupakan sisa sortiran kualitas ekspor dan
di Jambi dikenal dengan istilah “BS”. Tabel 3 menyajikan kriteria kondisi labi-
labi yang dikategorikan tidak layak ekspor atau disebut “BS”.
Tabel 3 Kriteria kondisi labi-labi yang tidak layak ekspor
Kategori Kondisi fisik
“BS” 1 Bagian plastron berwarna kemerahan
2 Mata buta 3 Bagian kaki mengalami luka atau cacat
4 Lemas karena menelan mata pancing 5 Bagian kloaka mengalami pembengkakan
5.1.3. Harga
Harga labi-labi berfluktuasi mengikuti perkembangan permintaan, terutama dari negara-negara importir. Harga yang berlaku berbeda untuk tingkat produsen
penangkap, pedagang dan pedagang dan konsumen perorangan atau restoran. Harga labi-labi pada tingkat produsen di Jambi diklasifikasikan menjadi 3 kelas
berdasarkan ukuran berat yaitu : kelas kecil dengan kisaran berat 7 kg, kelas
1 2
3 4
5 6
7
Tembilahan Batam
Lampung Medan
Jakarta
super dengan kisaran berat 7 –20 kg, dan kelas besar dengan kisaran berat 20 kg.
Harga jual untuk konsumen rata-rata Rp35 000.00 –Rp40 000.00kg untuk pasar
lokal Jambi dan Rp40 000.00 –Rp50 000.00kg untuk pasar konsumen di Jakarta.
Seperti halnya komoditas perdagangan lainnya, harga labi-labi juga mengalami pertambahan di setiap tingkat pelaku perdagangan. Harga labi-labi
ditentukan oleh jumlah permintaan ekspor karena harga untuk pasar lokal cenderung lebih stabil. Hal ini dikemukakan oleh eksportir dan pedagang yang
diwawancarai. Permintaan ekspor yang tinggi diikuti oleh naiknya harga beli dari eksportir kepada pedagang besar demikian pula dari pedagang besar ke
pengumpulpenangkap, dan sebaliknya ketika permintaan ekspor menurun maka harga beli labi-labi pun akan menurun. Para pedagang dan pengumpul mengaku
mengalami kerugian karena besarnya resiko kematian labi-labi yang mereka simpan selama para eksportir tidak menerima pasokan labi-labi mereka. Tabel 4
menunjukkan harga jual labi-labi berdasarkan klasifikasi ukuran berat di setiap tingkat produsen di Provinsi Jambi.
Tabel 4 Selisih harga labi-labi antara pelaku tata niaga di Provinsi Jambi
Pelaku Perdagangan
Harga Jual Rata-rata Selisih Harga
Kecil Super
Besar I
II III
Penangkap 13 900
21 500 11 100
Pengumpul 16 800
27 700 13 600
2 900 6 200
2 500 Pedagang
32 100 44 200
25 800 15 300
16 500 12 200
Selisih harga jual setiap tingkat pelaku tata niaga labi-labi di Provinsi Jambi berkisar antara Rp2 500.00
–Rp16 500.00 per kilogram berat labi-labi hidup. Selisih harga terendah terjadi pada rantai penangkap
–pedagang untuk kelas ukuran labi-labi yang besar. Biaya yang dikeluarkan oleh setiap pelaku
perdagangan tidak menjadi bagian penelitian ini, tetapi biaya yang ditimbulkan oleh jarak tempuh antara lokasi pengumpul dan pedagang menurut para
pengumpul dapat tertutupi karena labi-labi yang diantar atau dijemput seringkali bersamaan dengan spesies reptil lainnya seperti ular Python reticulatus dan
Python brongersmai atau biawak air tawar Varanus salvator. Pengiriman labi- labi dari pengumpul ke pedagang berlangsung secara kontinyu namun dengan
periode pengiriman yang bervariasi antara setiap pengumpul. Harga labi-labi di Kalimantan Timur juga dibedakan berdasarkan ukuran
berat Kusrini et al. 2009 kelas 20 kg, kelas 20-30 kg dan kelas 30 kg berturut-
turut Rp24 000.00kg, Rp22 000.00kg dan Rp20 000.00kg, namun ada perbedaan antara Provinsi Jambi dengan Kalimantan Timur yaitu pada tingkat
penangkap di Kalimantan Timur hanya berlaku 2 kelas harga labi-labi berukuran berat 20 kg dan 20 kg sementara di Jambi umumnya berlaku 3 kelas harga di
setiap tingkat produsen. Di Provinsi Sumatera Selatan, Oktaviani dan Samedi 2008 menyebutkan bahwa harga labi-labi juga dibedakan berdasarkan klasifikasi
ukuran namun dengan interval berat yang lebih sempit, sehingga terbagi menjadi 8 kelas dengan harga tertinggi untuk labi-labi berukuran 3.1
–9.9 kg yaitu Rp10 000.00
–Rp40 000.00 per kilogram. Menurut eksportir labi-labi yang diwawancarai, terjadinya perbedaan harga
ini disebabkan oleh kuota ekspor labi-labi yang ditetapkan dalam satuan individu ekor sementara harga jualnya berdasarkan ukuran berat kilogram. Biaya
pengurusan ijin ekspor CITES permit yang dikeluarkan untuk satu ekor labi-labi berukuran 3 kilogram sama dengan labi-labi berukuran 15 kilogram, sementara
meskipun ukuran kecil dihargai lebih mahal namun jumlah kilogram per individu jelas mempengaruhi perolehan dari tiap individu tersebut. Eksportir lebih memilih
mengekspor labi-labi berukuran besar karena berdasarkan perhitungan biaya lebih menguntungkan Mardiastuti 2008 walaupun sesekali tetap memasukkan labi-
labi berukuran kecil demi memuaskan importirnya. Harga tertinggi untuk labi-labi pada kisaran ukuran 7
–20 kilogram akan mendorong pemanenan terfokus pada kelas ukuran tersebut sementara hal ini bertentangan dengan rekomendasi CITES
management atas pertimbangan penyelamatan kelas umur reproduktif. Traffic 1999 menyebutkan bahwa labi-labi yang diminati untuk
dikonsumsi pada umumnya adalah labi-labi berukuran kecil, dan hal ini sesuai dengan fakta yang ditemukan di Jambi. Pengumpul yang berdomisili di
Kabupaten Tanjung Jabung Barat menyebutkan bahwa setiap bulan sekitar 10 ekor labi-labi berukuran berat 4 kg rutin dijual kepada konsumen perorangan.
Dua pedagang di Kota Jambi setiap minggu memasok 2 –3 ekor labi-labi
berukuran 5 kg ke satu rumah makan yang menjual masakan berbahan labi-labi. Seorang pedagang besar di Kabupaten Bungo memenuhi permintaan labi-labi
untuk konsumen lokal yang memuncak pada setiap akhir tahun, mencapai 20 –30
ekor dengan ukuran berat 7 kg per ekor. Pengamatan proses jual-beli dan
wawancara terhadap penjual labi-labi di Pasar Glodok Jakarta selama 2 kali kunjungan juga menemukan bahwa labi-labi yang dijual berkisar antara 3
–7 kg, dengan jumlah terbanyak pada ukuran 5 kg. Informasi yang diperoleh dari seorang
eksportir juga menyebutkan bahwa di negara yang menjadi tujuan ekspornya yang paling diminati dan berharga paling tinggi adalah labi-labi berukuran 1
–3 kg. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh tekstur tubuh labi-labi yang berukuran kecil
lebih lembut dan ketika diolah menjadi masakan menghasilkan sajian yang lebih disukai penikmatnya Traffic 1999. Konsumen perorangan juga akan memilih
labi-labi dengan ukuran yang disesuaikan kebutuhan, dalam arti untuk konsumsi satu keluarga umumnya cukup dengan membeli 1 ekor labi-labi berukuran 4 kg.
Hasil ini berbeda dengan yang ditemukan Kusrini et al. 2009 di Kalimantan Timur, dimana labi-labi yang dijual di pasar lokal adalah labi-labi berukuran besar
≥12 kg dengan kisaran harga Rp18 000.00–Rp35 000.00kg, dan mencapai angka penjualan sebesar 90
–100 kgminggu. Hal ini mungkin disebabkan oleh banyaknya orang yang mengkonsumsi daging labi-labi sehingga pasar lokal bisa
menjual daging labi-labi layaknya daging satwa lainnya seperti sapi, kerbau atau ayam. Penjualan labi-labi dalam bentuk potongan-potongan daging ini tentu
membuka peluang bagi masuknya labi-labi berukuran besar yang sebaliknya justru tidak laku di pasar lokal Jambi atau Jakarta.
5.2 Demografi Populasi Panenan 5.2.1 Ukuran Populasi