danau. Sungai merupakan tipe habitat yang paling banyak dipilih oleh para penangkap karena tipe habitat ini yang terbanyak ditemukan di Jambi. Sungai
yang menjadi habitat labi-labi adalah sungai-sungai besar hingga anak-anak sungai dangkal yang mengalir di dekat permukiman penduduk. Danau
didefinisikan para penangkap sebagai habitat labi-labi berupa perairan tertutup yang tergenang dan tidak memiliki aliran air.
Para penangkap memilih lokasi pancing di habitat sungai yang mereka sebut sebagai lubuk. Melalui pengamatan langsung dapat digambarkan secara
deskriptif bahwa lubuk terletak di tikungan sungai, dengan kecepatan arus air sangat lambat atau merupakan tempat pusaran arus, berbatasan dengan daratan,
ternaungi oleh vegetasi berupa semak belukar atau rumpun bambu, dengan substrat dasar berupa pasir atau lumpur. Pada tipe habitat danau, penangkap
memilih lokasi pancing berdasarkan kemudahan dan kenyamanan pemancingan karena di danau titik-titik pancing lebih homogen.
5.4.1 Peubah Biofisik Habitat
Distribusi frekuensi pemilihan kelas pada setiap peubah fisik habitat labi- labi adalah sebagai berikut :
1. Ketinggian tempat
a b
Gambar 25 a Jumlah titik pemancingan terhadap kelas elevasi pada kategori lokasi pemancingan b Jumlah titik pemancingan terhadap kelas
elevasi pada kategori lokasi ditemukannya labi-labi Pada penelitian ini labi-labi ditemukan sampai pada ketinggian 195 m dpl,
tepatnya di daerah Bukit Bulan Kabupaten Sarolangun. Berdasarkan pembagian kelas ketinggian lokasi penelitian yang dikelompokkan menjadi tiga kelas, plot
35
2 29
10 20
30 40
Ju m
lah titi
k p
an ci
n g
Kelas elevasi m
1 1
4
1 2
3 4
5
30 - 78 79 - 126 127 - 174
Ju m
lah tt
ik p
an ci
n g
Kelas elevasi m
yang paling banyak dipilih pemancing berada pada kelas pertama dengan interval ketinggian 2-66 meter. Kelas ketiga dengan interval 130-194 meter juga banyak
dipilih oleh penangkap labi-labi. Menurut Iskandar 2000 labi-labi dapat dijumpai pada ketinggian kurang dari 350 m dpl, dan hasil-hasil penelitian
sebelumnya menyebutkan bahwa labi-labi dijumpai pada ketinggian sampai dengan 141 m dpl Oktaviani et al. 2008.
2. Suhu Air
Labi-labi ditemukan pada lokasi pancing dengan kisaran suhu air berkisar antara 26
– 32 °C. Amri dan Khairuman menuliskan bahwa suhu yang paling ideal untuk budidaya labi-labi adalah 28-30 °C dan pada suhu yang lebih rendah
aktivitas labi-labi akan terganggu. Barone 2009 menuliskan suhu air yang tepat bagi kura-kura moncong babi adalah 30 °C pada siang hari dan dapat turun hingga
26-27 °C pada malam hari. Apabila suhu turun hingga dibawah 25 °C maka kura- kura ini akan bergerak lambat dan berhenti makan sehingga menurunkan daya
tahan tubuhnya. 3.
Derajat Keasaman pH Air
a b
Gambar 26 a Jumlah titik pemancingan terhadap kelas pH air pada kategori lokasi pemancingan b jumlah titik pemancingan terhadap kelas pH
air pada kategori lokasi ditemukannya labi-labi
Amri dan Khairuman 2002 menyebutkan bahwa nilai pH air yang ideal untuk budidaya labi-labi adalah 7
–8. Pengukuran pH air di setiap titik pemancingan menunjukkan bahwa labi-labi masih ditemukan di perairan dengan
nilai pH 5.3 yang cenderung merupakan suasana asam. Pengukuran pH air di titik- titik pemancingan yang dipilih para pemancing menunjukkan bahwa titik
pemancingan yang dipilih terbanyak berada pada kisaran nilai 5.0 –5.7 dan
31
10 25
5 10
15 20
25 30
35
5,0 - 5,7 5,8 - 6,3
6,4 - 7,0
Ju m
lah titi
k p
an ci
n g
Kelas pH
2 4
1 2
3 4
5
5,3-5,8 5,9-6,4
6,5-7,0
Ju m
lah titi
k p
an ci
n g
Kelas pH
beberapa penelitian menunjukkan kisaran angka 6.0-6.6 di Jambi Elviana 2000 dan 5.6-6.2, 5.7-6.5 dan 5.6-6.8 berturut-turut untuk lokasi survei di Jambi,
Sumatera Selatan dan Riau Mumpuni Riyanto 2010. 4.
Kedalaman Ditemukan
a b
Gambar 27 a Jumlah titik pemancingan terhadap kelas kedalaman ditemukan pada kategori lokasi pemancingan b jumlah titik pemancingan
terhadap kelas kedalaman ditemukan pada kategori lokasi ditemukannya labi-labi
Labi-labi dapat hidup di berbagai tipe habitat perairan dengan kedalaman yang bervariasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa labi-labi terpancing di
sungai pada kedalaman antara 95-143 cm dan 191-238 cm, sementara pemancing lebih banyak menebar pancingnya pada kedalaman antara 50-183.3 cm. Hal ini
menunjukkan bahwa labi-labi merupakan satwa yang aktif terutama dalam hal foraging, sehingga keberhasilan pemancingan bukan dipengaruhi kedalaman
tertentu tetapi lebih oleh ketepatan peletakan mata pancing di lokasi dimana labi- labi tersebut sedang berada. Beberapa hasil penelitian maupun survei
menunjukkan bahwa labi-labi ditemukan di perairan dengan kedalaman berkisar antara 1.0
–3.0 meter Elviana 2000, 3-8 meter Kusrini et al 2009, 3-7 meter di sungai di Jambi dan 0.3-2 meter di perairan di Riau Mumpuni Riyanto 2010
dan 0.3-1.2 meter Mumpuni et al 2011.
50 13
3 10
20 30
40 50
60
Ju m
lah ti
ti k
p anc
in g
Kelas kedalaman m
3 3
0,5 1
1,5 2
2,5 3
3,5
95 - 143 144 - 190 191 - 238
Ju m
lah titi
k p
an ci
n g
Kelas kedalaman m
5. Kecepatan Arus Air
a b
Gambar 28 a Jumlah titik pemancingan terhadap kelas kecepatan arus air pada kategori lokasi pemancingan b jumlah titik pemancingan terhadap
kelas kecepatan arus air pada kategori lokasi ditemukannya labi-labi
Labi-labi terpancing pada lokasi dengan kecepatan arus sampai dengan 0.23 mdetik dan hal ini sesuai dengan pilihan lokasi pancing oleh para pemancing
yang memilih lokasi pancing dengan kecepatan sampai dengan 0.19 mdetik meskipun ada juga yang menebarkan mata pancingnya di lokasi dengan kecepatan
arus sampai dengan 0.57 mdetik. Labi-labi disebutkan lebih menyukai perairan yang tenang dengan kecepatan arus air yang rendah. Menurut Suwigno 1996
untuk perairan alamiah dengan kecepatan permukaan antara 10-20 cm per detik memiliki dasar perairan berlumpur, sehingga merupakan habitat perairan yang
mungkin dipilih oleh labi-labi. 6.
Kecerahan Air
a b
Gambar 29 a Jumlah titik pancing terhadap kelas kecerahan air pada kategori lokasi pemancingan b jumlah titik pancing terhadap kelas
kecerahan air pada kategori lokasi ditemukannya labi-labi
50 22
4 10
20 30
40 50
60
Ju m
lah titi
k p
an ci
n g
Kelas kecepatan arus air mdet
3
1 2
0,5 1
1,5 2
2,5 3
3,5
0,00 - 0,08 0,09 - 0,15 0,16 - 0,23
Ju m
lah titi
k p
an ci
n g
Kelas kecepatan arus air mdet
34 24
8 5
10 15
20 25
30 35
40
Ju m
lah titi
k p
an ci
n g
Kelas kecerahan air
3 3
1 2
3 4
6,7-41,1 41,2-75,6 75,7-110
Ju m
lah titi
k p
an ci
n g
Kelas kecerahan air
Kekeruhan menjadi penting dalam sistem perairan karena dapat mengurangi intensitas cahaya yang menembus kedalam perairan, sehingga berpotensi
mempengaruhi laju fotosintesis dan distribusi organisme-organisme di dalam air. Kondisi ini mungkin tidak langsung membahayakan kehidupan labi-labi Amri
Khairuman 2002 tetapi laju fotosintesis yang menurun pada gilirannya mempengaruhi jumlah oksigen yang terurai di dalam tubuh air dan akan
mempengaruhi populasi yang lebih besar lagi, misalnya populasi ikan Bruckner 2012.
7. Warna Air
a b
Gambar 30 a Jumlah titik pancing terhadap warna air pada kategori lokasi pemancingan b jumlah titik pancing terhadap warna air pada
kategori lokasi ditemukannya labi-labi
Hasil distribusi frekuensi pada peubah warna air menunjukkan bahwa labi- labi ditemukan pada habitat dengan warna air jernih, kehijauan dan cokelat
dengan proporsi yang sama, masing-masing ditemukan 2 individu labi-labi dari total tangkapan 6 ekor. Pada kategori lainnya, yaitu lokasi yang ditebarkan alat
pancing, menunjukkan hasil yang berbeda, dimana lokasi pancing paling banyak di habitat dengan warna air cokelat. Warna air sungai terutama di dataran rendah
bisa mengalami perubahan sebagai akibat adanya substrat dari perairan di hulu yang terbawa oleh arus air yang meningkat karena ada peningkatan debit air.
Penelitian dilakukan pada saat musim masih termasuk musim penghujan, dan menurut pemancing ada perbedaan warna air pada lokasi pancing yang sama.
Warna air mungkin tidak langsung mempengaruhi keberadaan labi-labi di suatu tempat. Amri dan Khairuman 2000 menyebutkan bahwa untuk tujuan budidaya
labi-labi, warna air yang cocok adalah warna hijau cerah, dan ini terkait dengan
10 18
8 25
5 5
10 15
20 25
30
Ju m
lah titi
k p
an ci
n g
Warna air
2 2
2
0,5 1
1,5 2
2,5
Ju m
lah titi
k p
an ci
n g
Warna air
ketersediaan plankton sebagai pakan ikan, sementara ikan merupakan salah satu jenis pakan bagi labi-labi.
8. Jenis Substrat Dasar
a b
Gambar 31 a Jumlah titik pancing terhadap jenis substrat pada kategori lokasi pemancingan b jumlah titik pancing terhadap jenis substrat pada
kategori lokasi ditemukannya labi-labi Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jenis substrat dasar perairan bukan
merupakan faktor yang menjadi pertimbangan para pemancing dalam menentukan lokasi pancing mereka. Pemilihan lokasi pancing terdistribusi di seluruh kelas
dengan frekuensi terbanyak pada tipe substrat pasir berbatu dan pasir, namun perairan dengan substrat pasir berlumpur dan lumpur juga dipilih oleh para
pemancing. Labi-labi juga terpancing di keempat tipe substrat dasar tersebut. Perbedaan tipe substrat ini kemungkinan dipengaruhi ketinggian tempat dimana
perairan tersebut berada. Jenis substrat batu, pasir berbatu dan pasir ditemukan di daerah Kabupaten Sarolangun yang letaknya lebih tinggi dibandingkan Kabupaten
Tanjung Jabung Barat dan Tanjung Jabung Timur yang jenis substrat perairannya cenderung pasir berlumpur dan lumpur.
1 20
20 13
12 5
10 15
20 25
Ju m
lah titi
k p
an ci
n g
Jenis substrat
2 2
1 1
0,5 1
1,5 2
2,5
Ju m
lah titi
k p
an ci
n g
Jenis substrat
9. Tipe Penutupan Lahan
a b
Gambar 32 a Jumlah titik pancing terhadap tipe penutupan lahan pada kategori lokasi pemancingan b jumlah titik pancing terhadap tipe penutupan
lahan pada kategori lokasi ditemukannya labi-labi Hasil pendistribusian frekuensi kelas tipe penutupan lahan untuk kedua
kategori menunjukkan bahwa lokasi pancing yang paling banyak dipilih pemancing sekaligus ditemukannya labi-labi adalah pada habitat perairan yang
berbatasan dengan lahan pertanian. Hal ini disebabkan kualitas perairan di sekitar lahan pertanian umumnya masih baik karena terhindar dari kontaminasi limbah,
baik limbah pestisida maupun limbah rumah tangga. Disamping itu, lahan sawah juga sering dihuni oleh siput yang menjadi hama bagi tanaman padi, sementara
keong pun menjadi salah satu pakan bagi labi-labi. Hal ini dibuktikan melalui hasil identifikasi sisa pakan yang ditemukan pada usus besar labi-labi yang
tertangkap di perairan yang berbatasan dengan sawah di Kabupaten Sarolangun, dimana ditemukan 32 tutup cangkang siput. Mumpuni et al. 2011 juga
menemukan sisa-sisa tutup cangkang keong emas dalam usus labi-labi yang tertangkap di daerah Bandar Gadang Sumatera Barat.
Ukuran atau nilai peubah biofisik habitat labi-labi di Provinsi Jambi baik menurut lokasi ditebarkan mata pancing maupun lokasi ditemukannya labi-labi
ternyata memiliki kisaran yang lebih luas dibandingkan dengan kondisi habitat yang dibutuhkan untuk tujuan budidaya labi-labi sebagaimana dituliskan Amri
dan Khairuman 2000, dimana habitat yang cocok untuk budidaya labi-labi adalah habitat perairan yang memiliki kisaran derajat keasaman pH antara 7
–8, tingkat kekeruhan 20
–40 cm, warna air hijau cerah. Kisaran nilai dari seluruh
49
3 3
10 1
10 20
30 40
50 60
Ju m
lah titi
k p
an ci
n g
Tipe penutupan lahan
5
1 1
2 3
4 5
6
Ju m
lah titi
k p
an ci
n g
Tipe penutupan lahan
peubah biofisik habitat labi-labi di Provinsi Jambi dapat dirangkum seperti dalam Tabel 13.
Tabel 13 Interval nilai peubah biofisik habitat labi-labi di Provinsi Jambi
Jenis Peubah Lokasi Pemancingan
Lokasi Ditemukan Labi- labi
Ketinggian tempat 2
– 195 m dpl 30
– 174 m dpl Suhu air
26 – 32 °C
26 – 32 °C
Derajat keasaman air 5.0
– 7.0 5.3-5.8 dan 6.5-7.0
Kedalaman ditemukan 50
– 450 cm 95-143 dan 191-238 cm
Kecepatan arus air 0.00
– 0.57 mdetik 0.00
– 0.23 mdetik Tingkat kecerahan air
25 – 200 cm
41 cm dan 76 cm Warna air
Jernih, kehijauan,
kuning, cokelat, kehitaman
Jernih, kehijauan, cokelat Tipe substrat dasar
Bebatuan, pasir batu, pasir, lumpur
Pasir berbatu, pasir, lumpur Tipe penutupan lahan
Pertanian campuran,
perkebunan, pemukiman,
semakbelukar, hutan sekunder Pertanian campuran, semak
belukar
Pada pengujian dengan kriteria lokasi ditemukannya labi-labi, peubah biofisik habitat lokasi dimana ditemukan labi-labi tidak berbeda secara signifikan
dengan lokasi yang tidak ditemukan labi-labi. Kesimpulan yang sama juga terbentuk pada pengujian dengan kriteria lokasi pemancingan, dimana peubah
biofisik habitat antara titik pancing yang ditebarkan dan tidak ditebarkan mata pancing juga tidak berbeda secara signifikan. Hasil uji Kolmogorov-Smirnov
Santoso 2012 terhadap setiap peubah biofisik untuk membandingkan kedua kriteria habitat disajikan dalam Tabel 14.
Tabel 14 Hasil uji Kolmogorov-Smirnov terhadap peubah biofisik habitat labi- labi di Provinsi Jambi
Jenis Peubah Biofosik Lokasi Pemancingan
Lokasi Ditemukan Labi-labi Probabilitas
Kesimpulan Probabilitas
Kesimpulan Ketinggian tempat
0.136 Terima H0
0.227 Terima H0
Suhu air 0.606
Terima H0 0.391
Terima H0 Derajat keasaman air
0.686 Terima H0
0.431 Terima H0
Kedalaman ditemukan 0.100
Terima H0 0.562
Terima H0 Kecepatan arus air
0.168 Terima H0
0.837 Terima H0
Tingkat kecerahan air 0.553
Terima H0 0.562
Terima H0 Warna air
1.000 Terima H0
0.837 Terima H0
Tipe substrat dasar 1.000
Terima H0 1.000
Terima H0 Tipe penutupan lahan
1.000 Terima H0
1.000 Terima H0
Di Provinsi Jambi sungai masih banyak digunakan oleh penduduk sebagai sumber air bagi aktivitas mereka sehari-hari dan pembuangan limbah rumah
tangga mempengaruhi kualitas air sungai. Di Kabupaten Sarolangun terdapat kegiatan penambangan emas yang dilakukan masyarakat di sungai, dan menurut
informasi pemancing di kabupaten tersebut hampir tidak dapat ditemukan labi- labi di lokasi bekas penambangan emas. Air sungai yang tercemar zat merkuri
menyebabkan tidak ada lagi ikan di sekitar wilayah tersebut sehingga labi-labi akan bergerak menuju lokasi lain yang masih dihuni oleh ikan yang menjadi
pakannya. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Kusrini et al. 2009 yang menyebutkan bahwa di Kalimantan Timur sungai yang tercemar oleh racun
mengganggu aktivitas makan labi-labi dan mendorong labi-labi untuk berpindah ke tempat lain, sehingga berdampak pada jumlah labi-labi yang tertangkap oleh
para pemancing. Kualitas air sungai merupakan salah satu permasalahan lingkungan yang
terjadi di DAS Batanghari. Hasil pantauan Badan Lingkungan Hidup Daerah BLHD di berbagai segmen dalam DAS Batanghari diketahui bahwa
pencemaran air Sungai Batanghari pada tahun 2008 telah mencapai kriteria sedang kelas III hingga berat kelas IV BPDAS Batanghari 2007. Upaya
persuasif dan preventif telah dilakukan oleh BLHD di setiap kabupatenkota terutama Provinsi Jambi untuk memantau kualitas air Sungai Batanghari,
terutama melalui pembinaan terhadap industri kayu dan industri Crude Palm Oil, CPO yang berada di sepanjang aliran sungai dan aktivitas Penambangan Emas
Tanpa Izin PETI di sungai. Limbah domestik dan sampah rumah tangga juga mempengaruhi kualitas air Sungai Batanghari. Masyarakat yang berdomisili di
pinggir sungai masih memanfaatkan air sungai untuk mandi, cuci, dan kakus MCK. Sampah rumah tangga yang dihasilkan dari aktivitas masyarakat yang
tinggal di pinggir sungai sebagian juga dibuang ke sungai. Hal ini ditunjukkan dengan keberadaan kandungan bahan deterjen, coli, minyaklemak, dan berbagai
bahan kimia lainnya yang diperkirakan berasal dari limbah rumah tangga BPDAS Batanghari 2007.
Hasil uji menunjukkan bahwa tidak ada peubah biofisik yang secara signifikan diduga mempengaruhi keberadaan labi-labi di suatu lokasi tertentu.
Habitat labi-labi bisa berupa tipe-tipe perairan lentic ataupun lotic habitat dengan gambaran habitat yang disukai oleh pemancing sekaligus ditemukan
labi-labi adalah lubuk yang terletak di tikungan sungai, dengan kecepatan arus air sangat lambat, ternaungi, dengan substrat dasar berupa pasir atau lumpur.
Labi-labi masih ditemukan pada habitat perairan pada ketinggian tempat 194 meter dan juga di daerah urban sekalipun. Faktor derajat keasaman air, warna
air, tingkat kecerahan dan kedalaman sungai tidak mempengaruhi pemilihan lokasi pemancingan ataupun tempat ditemukannya labi-labi. Berdasarkan
karakteristik ini maka di Provinsi Jambi yang hampir seluruh wilayahnya dialiri sungai dapat dikatakan merupakan habitat yang potensial bagi perkembangan
populasi labi-labi.
VI. SIMPULAN DAN SARAN
6.1 Simpulan
1. Tata niaga labi-labi melibatkan sejumlah pelaku pemanenan dan membentuk rantai perdagangan. Panjangnya rantai perdagangan berakibat
terhadap rendahnya pendapatan setiap pelaku sehingga mendorong semakin banyak jumlah labi-labi yang dipanen dari alam. Penentuan kebijakan tata
niaga labi-labi perlu mempertimbangkan kemungkinan memperpendek rantai perdagangan labi-labi.
2. Panenan labi-labi di Provinsi Jambi didominasi oleh betina dewasa. Jumlah dan ukuran labi-labi yang dipanen dipengaruhi oleh harga dan ketika harga
turun para pelaku pemanenan akan mengurangi upaya penangkapan labi- labi dan beralih mencari pekerjaan lain atas dasar perhitungan opportunity
cost yang rendah. Kondisi ini akan memberikan kesempatan bagi populasi labi-labi untuk berkembang kembali mencapai ukuran yang diduga aman
untuk dipanen kembali. 3. Panenan labi-labi di Provinsi Jambi didominasi oleh labi-labi betina dengan
kisaran bobot tubuh 1.0 – 5.0 kg. Meskipun ukuran minimum breeding age belum ditemukan namun berdasarkan hasil pengamatan kondisi organ
reproduksi pada penelitian ini labi-labi betina dengan ukuran berat mulai 3.24 kg merupakan ukuran individu potensial reproduktif.
4. Habitat labi-labi berupa tipe perairan lentic ataupun lotic dengan gambaran habitat yang disukai oleh pemancing sekaligus ditemukan labi-labi adalah
lubuk yang terletak di tikungan sungai, dengan kecepatan arus air sangat lambat, ternaungi, dengan substrat dasar berupa pasir atau lumpur.
Berdasarkan karakteristik ini maka di Provinsi Jambi yang hampir seluruh wilayahnya dialiri sungai dapat dikatakan merupakan habitat yang potensial
bagi perkembangan populasi labi-labi. Labi-labi juga dapat ditemukan di habitat perairan yang dekat dengan daerah urban.
6.2 Saran
1. Hasil penelitian ini menyediakan data dan informasi tentang tata niaga,
demografi populasi, morfometri dan karakteristik habitat labi-labi. Bersama-
86 sama dengan hasil-hasil penelitian sebelumnya maka dapat dilakukan
kompilasi data dan informasi untuk menunjang pelaksanaan NDF assessment untuk labi-labi.
2.
Penelitian ini dilakukan pada saat musim penghujan, sehingga perlu dilakukan penelitian sejenis pada saat musim kemarau yang diduga
merupakan masa puncak pemanenan labi-labi dari alam. Hasil penelitian tersebut diharapkan dapat memberikan gambaran kondisi labi-labi pada saat
puncak pemanenan.
3.
Kuota tangkap labi-labi ditetapkan dengan mempertimbangkan penentuan jenis kelamin labi-labi jantan saja yang diperbolehkan dipanen pada bulan-
bulan tertentu untuk memberikan kesempatan labi-labi betina bertelur. Untuk dapat menentukan implikasi pemanenan jenis kelamin tertentu
terhadap kelestarian populasi labi-labi di alam masih perlu dilakukan penelitian mengenai nisbah kelamin ideal labi-labi.