Alur Perdagangan Tata Niaga Labi-labi .1 Pelaku Tata Niaga

masing hanya satu penangkap. Tiga orang penangkap memancing di semua tipe habitat, sementara penangkap lainnya dapat disebut sebagai spesialis pemancing sungai dan pemasang bubu atau pangilar di rawa. Para penangkap di Jambi melakukan penangkapan labi-labi secara berkelompok terdiri dari 2 –5 orang penangkap. Keuntungan yang diperoleh ketika melakukan penangkapan labi-labi secara berkelompok diantaranya adalah peluang perolehan yang lebih besar karena semakin banyak mata pancing yang terpasang, dan khusus untuk pemasangan bubu atau pangilar yang relatif sulit dapat dilakukan dengan lebih mudah dan cepat. Disamping itu ada pertimbangan keamanan dan kemudahan membawa hasil tangkapan ketika lokasi penangkapan berjarak jauh dari pemukiman penduduk serta hasil tangkapan yang diperoleh cukup banyak. Penangkapan oleh perorangan juga ada dilakukan tetapi biasanya di sungai-sungai kecil yang dekat dengan tempat tinggal penangkap.

5.1.2 Alur Perdagangan

Alur perdagangan labi-labi di Provinsi Jambi dapat digambarkan sebagai berikut : Gambar 12 Alur perdagangan labi-labi di Provinsi Jambi Alur perdagangan labi-labi merupakan hubungan kerja antar-pelaku perdagangan dan dalam hal ini dikendalikan oleh harga beli dari masing-masing pedagang. Di lokasi pedagang dan pedagang ternyata selain labi-labi juga ditemukan spesies kura-kura lainnya yaitu curup Dogania subplana, biuku Orlitia borneensis dan kura-kura patah dada Cuora amboinensis. Pada umumnya para penangkap akan mengambil kemudian menjual spesies kura-kura apapun yang ditemui, namun kura-kura berkarapas lunak seperti labi-labi lebih Penangkap Profesional Penangkap Oportunistik Pengumpul Pedagang Besar Pasar Lokal Habitat Labi-labi disukai karena harga jualnya yang lebih tinggi, bahkan di negara India bisa mencapai enam kali lipat harga domba atau ayam Traffic 1999. Labi-labi yang ditangkap dari alam baik oleh penangkap profesional maupun penangkap oportunistik dibawa untuk dijual kepada pengumpul atau langsung ke pedagang. Para penangkap secara periodikal menyerahkan labi-labi hasil tangkapan mereka kepada satu pengumpul atau pedagang, tetapi para pengumpul bisa memasok ke lebih dari satu pedagang. Para penangkap yang menangkap labi-labi secara berkelompok biasanya mempercayakan hasil tangkapan mereka kepada satu penangkap saja untuk kemudian diantarkan kepada pengumpul atau pedagang langganan mereka. Diantara para penangkap ada sistem kerja yang mereka kembangkan, dan berbeda menurut keanggotaannya. Pada kelompok penangkap yang melibatkan seorang pengumpul sekaligus penangkap maka hampir seluruh biaya yang dikeluarkan, kecuali perbekalan pribadi, ditanggung oleh pengumpul tersebut. Sebagai konsekuensinya, seluruh hasil tangkapan diserahkan kepada pengumpul tersebut yang kemudian akan memberikan harga dibawah harga jual langsung kepada pedagang besar berdasarkan prinsip harga jual dikurangi hasil tangkapan perorangan akan dikurangi dengan biaya yang dikeluarkan. Pada kelompok yang seluruh anggotanya adalah penangkap maka biaya ditanggung bersama, dan hasil tangkapan merupakan milik perorangan anggota. Hasil tangkapan kelompok ini langsung diantarkan kepada pedagang besar karena para penangkap tidak memiliki tempat penampungan sementara dan untuk menghindari resiko kematian labi-labi hasil tangkapan mereka. Baik pengumpul maupun pedagang ada yang memberikan pinjaman modal ataupun menerapkan sistem tabungan kepada para penangkap labi-labi, dan sistem ini menjadikan para penangkap terikat kepada satu pengumpul atau pedagang tertentu saja. Hal ini berbeda dengan yang dikemukakan Mardiastuti 2008 bahwa tidak ada hubungan pra-pembiayaan dalam rantai perdagangan labi-labi dan transaksi jual-beli dilakukan dengan sistem cash and carry. Hasil wawancara langsung maupun berdasarkan informasi pengumpul menunjukkan dari 25 responden penangkap yang tersebar di lima kabupaten yang disurvei 52 diantaranya menyerahkan hasil tangkapannya kepada pengumpul sementara 48 penangkap lainnya menyerahkan hasil tangkapan mereka kepada pedagang. Di Jambi labi-labi juga dikonsumsi oleh para konsumen lokal dalam jumlah yang relatif sedikit, dan tidak ada pasar formal seperti pasar tradisional yang terdapat di Kalimantan Timur Kusrini et al. 2009 maupun Kalimantan Barat Lilly 2010. Para pembeli yang berminat langsung membeli kepada pedagang atau pedagang yang telah dikenalnya. Hal ini dikarenakan labi-labi adalah satwa yang dagingnya tidak umum dikonsumsi oleh semua orang, atau dengan kata lain labi-labi memiliki pasar khusus yang terbentuk berdasarkan informasi yang terbatas. Traffic 2008 menyebutkan bahwa konsumsi lokal labi-labi di Indonesia jauh lebih rendah dibanding di daerah Indocina yang disebabkan oleh perbedaan pola makan maupun jenis makanan yang dikonsumsi, ditambah pula adanya aturan agama dalam mengkonsumsi jenis makanan tertentu. Labi-labi yang diperjualbelikan untuk konsumen lokal berasal dari pengumpul dan pedagang, dan tidak ada yang langsung dijual oleh para penangkapnya. Melalui wawancara dengan satu orang pengumpul dan tiga pedagang diperoleh informasi bahwa di Provinsi Jambi konsumen lokal yang rutin membeli labi-labi walau dalam jumlah relatif sedikit, dan labi-labi yang diminati adalah labi-labi berukuran kecil. Diluar waktu tersebut, pedagang ini juga melayani pembelian dalam jumlah dan periode waktu yang tidak tetap. Labi-labi dari Provinsi Jambi dikirim keluar provinsi kepada para eksportir maupun pedagang lokal di provinsi lainnya Gambar 13 karena di Jambi tidak ada eksportir labi-labi. Kerjasama di tingkat pedagang terjalin untuk memenuhi permintaan pengiriman labi-labi dari para eksportir dimana para pedagang saling berhubungan untuk menggabungkan stok labi-labi mereka di salah satu pedagang, biasanya pedagang dengan stok terbanyak, untuk kemudian labi-labi tersebut akan dikirimkan dalam satu kali pengangkutan. Para pedagang besar memilih menjual labi-labinya kepada eksportir di Jakarta kendati di Sumatera Utara dan Riau juga terdapat eksportir labi-labi. Hal ini didasarkan pada pertimbangan sortasi yang lebih longgar walaupun harga belinya lebih murah dibandingkan harga beli eksportir di kedua provinsi tersebut. Gambar 13 Kota tujuan penjualan labi-labi dari pedagang besar di Jambi Labi-labi yang telah disepakati harga pembeliannya diangkut dan biaya transportasi menjadi tanggungan eksportirpembeli dari kota lain, begitu juga resiko kerusakan atau kematian labi-labi setelah meninggalkan tempat pedagang. Labi-labi yang diperuntukkan bagi ekspor adalah labi-labi hidup yang memiliki tampilan baik dan tidak cacat serta kebanyakan termasuk dalam ukuran super menurut klasifikasi pedagang setempat. Labi-labi untuk pasar domestik memiliki kualitas lebih rendah yang umumnya merupakan sisa sortiran kualitas ekspor dan di Jambi dikenal dengan istilah “BS”. Tabel 3 menyajikan kriteria kondisi labi- labi yang dikategorikan tidak layak ekspor atau disebut “BS”. Tabel 3 Kriteria kondisi labi-labi yang tidak layak ekspor Kategori Kondisi fisik “BS” 1 Bagian plastron berwarna kemerahan 2 Mata buta 3 Bagian kaki mengalami luka atau cacat 4 Lemas karena menelan mata pancing 5 Bagian kloaka mengalami pembengkakan

5.1.3. Harga

Dokumen yang terkait

Studi Habitat dan Beberapa Aspek Biologi Kura-kura Belawa (Amyda cartilaginea Boddaert) di Desa Belawa, Kecamatan Sedong, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat

0 13 62

Pertumbuhan Juvenil Labi-labi, Amyda cartilaginea (Boddaert, 1770) (Reptilia: Testudinata: Trionychidae) Berdasarkan Pemberian Jenis Pakan Yang Berbeda, Dalam Upaya Domestikasi Untuk Menunjang Konservasi Di Desa Belawa, Kabupaten Cirebon

1 11 88

Distribution of Population and Habitat Characteristics of Long-tailed macaques in Gunung Merapi National Park

0 17 92

Conservation Of The Asiatic Soft-Shell Turtle Amyda Cartilaginea (Boddaert, 1770) In The Belawa Village, Lemah Abang District, Cirebon, West Java

3 18 93

Trades, Habitat Charactesictics And Demographyc Parameters Of Harvested Reticulated Pythons (Python Reticulatus Scheider 1801) In Central Kalimantan Province

0 3 291

Characteristic of Catchment Habitat and Demographic Parameter of Harvested Population of Amyda cartilaginea (Boddaert 1770) in Central Kalimantan Province

1 27 227

Trading System, Demographic Parameters, and Habitat Characteristics of Javan Spitting Cobra (Naja sputatrix Boie 1827) in East Java Province

1 8 215

Pemeliharaan Labi-labi (Amyda cartilagínea Boddaert, 1770) dan Uji Coba Preferensi Pakan Anakan di Penangkaran PT. Ekanindya Karsa, Kabupaten Serang

0 8 95

Study of Population and Habitat Lesser Adjutant

0 1 9

Characteristics of nesting habitat of sea turtle Lepidochelys olivacea in Lhoknga Beach, Aceh Besar District, Indonesia

0 0 8